# 07

267 32 3
                                    

Happy reading tiger's!

.
.

"Sudah saya bilang, jangan ganggu saya."

Bagai dihantam batu besar, hati Anan begitu sesak. Mata bulat yang sialnya indah itu menahan tangis. Matanya memerah, tangan kanan itu perlahan melepas genggamannya pada ujung belakang jas ayah Bumi.

"A-ayah? Maaf."

Anan kemarin diajak ayah Bumi keatas langit hingga tak tau rasanya berpijak. Lalu sekarang? Seolah tubuh ringkih itu baru saja dihantam kuat hingga dasar bumi. Sakit sekali.

"Ayah? Apa yang salah sama ayah?"
Ravi bangkit dari duduknya. Lalu merangkul tubuh Anan hingga Anan mengalungkan tangan dipinggir. "Ini sikap buruk ayah yang pernah Ravi lihat."

"Berhenti omong kosong. Ayah sedang capek, Ravi."

Ayah Bumi melangkah pergi lalu tangisan keras Anan mulai terdengar. Bocah itu mengusap air matanya kasar, dia tidak boleh lemah. Anak ayah Bumi dilarang keras menangis.

Anak laki cengeng, gede mau jadi apa kamu?

"Hey, Anan, gapapa. Ayah mungkin capek, tenang ya? Ayah perlu sendiri dulu. Tolong sabar sedikit lagi ya?" Ravi memeluk tubuh ringkih Anan erat, hanya kata penenang yang mampu Ravi ucapkan. Mungkin benar, semua butuh waktu. Ayahnya butuh istirahat dan mungkin.. ada beberapa kendala di kantor.

***

"Sial! Kenapa kamu bentak dia, Bumi! Arumi.. ampuni aku. Aku gagal menjaga Anan. Aku gagal jadi sosok ayah baik untuk Anan, sayang." ayah Bumi mengusap wajahnya kasar. Pikirannya kacau. Semua karna tugas kantor yang membuatnya jadi ayah brengs*ek seperti ini.

Seharusnya ayah Bumi bisa mengontrol emosi tadi.
Seharusnya ayah Bumi memeluk Anan saat tau sang putra baru saja pulang dari sekolah.

Disini, bukan hanya ayah Bumi yang capek. Anan juga capek, ayah.. tolong mengerti.

Hari semakin larut, dan ayah Bumi baru keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah. Menunjukkan pukul 8 malam, yang artinya ayah Bumi melewatkan makan malam sekitar satu jam yang lalu.

Cling!

Ayah Bumi tersenyum tipis. Membaca pesan dari sang putra membuat ribuan kupu seakan terbang didalam perut. Hanya melihat pesan singkat dari Anan membuat hati ayah Bumi senang bukan main.

 Hanya melihat pesan singkat dari Anan membuat hati ayah Bumi senang bukan main

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Abaikan saja jamnya.

Bergegas, ayah Bumi memakai pakaian. Pria baya itu terlihat mempercepat langkahnya. Mengingat jam makan malam harus tertunda saat tau sang kepala keluarga belum di sana. Dua anak itu benar-benar membuat ayah Bumi gemas.

***

"Abang, ayah belum turun ya?" Ravi menggeleng. Tangan besarnya mengusap surai Anan dengan tangan yang satu menyanggah pipi bulat itu agar tidak tumpah. Mata Anan sudah sayu, terlihat bocah itu menahan kantuk.

"Ngantuk ya? Makan sekarang aja ya, Nan? Abang suapin. Kasihan mata lo udah ngantuk begitu."

Anan menolak. Jarang sekali Anan makan bersama ayah Bumi. Sudah seminggu sejak Ravi kembali, ayahnya mulai makan bersama mereka.

"Kenapa tidak makan? Lain kali makan. Jangan nunggu saya dulu baru kamu mau makan nasinya." Ayah Bumi mengambil Anan. Mendudukkan Anan dipangkuan dengan ayah Bumi yang duduk di kursi sang kepala keluarga.

"Matanya jangan dikucek." ayah Bumi menahan tangan kecil Anan. Lalu meniup pelan mata Anan hingga sang empu hanya mampu memejam. "Biar saya suapin. Kamu ngantuk dan saya nggak mau semua meja berantakan karna ulahmu."

"Memang Anan anak kecil? Anan kalo makan selalu bersih, ayah." protes Anan. Walau bibir itu menerima suapan nasi.

"Ini yang namanya dewasa?" tunjuk ayah Bumi mengambil sisa nasi diujung bibir Anan, "Kamu masih kecil, Anan. Kamu masih putra kecil saya. Yang cengeng, yang manja..yang mandiri." sambung ayah Bumi dalam hati. Sedikit senyum ayah Bumi ukir kala Anan telah menyelami dunia mimpi.

Jadi, selama ayah Bumi ngomong? Itu hanya dianggap dongeng oleh si bungsu? Ah, imut sekali.

"Yaahh.. udah tidur ya, yah? Padahal si adek baru makan beberapa suap aja. Ayah sih, lama banget mandinya." kesal Ravi menatap ayahnya berang. "Ayah harus minta maaf besok sama Anan."

"Memang, ayah salah apa?"

"Jangan bodoh." setelah itu, Ravi bangkit membawa Anan. Menaruh Anan didalam kamar meninggalkan ayah Bumi yang tengah menahan senyum. Kasar-kasar seperti itu, nyatanya Ravi tetap anak yang manis.

Lihat tidak? Pipi ayah Bumi memanas kala Ravi memberikan ciuman di kening. Benda kenyal itu sudah lama tidak menyentuh kulit permukaan ayah Bumi.
Ravi udah gede, gengsi ayah.

"Maaf untuk kesekian kalinya, putraku."

Tbc ..





Ananka ; Best SonWhere stories live. Discover now