Epilog (End)

14 0 0
                                    

Lima tahun berlalu. Arfin benar-benar menghilang sesuai dengan ucapannya waktu itu. Kehidupan Seyda tidak sepi, tapi sedikit hampa karena ada sesuatu yang hilang dari hidupnya.

Seyda kini telah menjadi seorang desainer baju di sebuah butik. Ia pun beberapa kali diundang untuk mendesain sebuah baju di festival model.

"Tapi lu keren tau, Sey! Udah mulai diundang jadi desainer di acara model ternama!" puji salah seorang teman Seyda saat mereka sedang berjalan kaki sehabis makan siang.

"Apa sih lu, biasa aja kali! Lu yang lebih keren, bisa ketemu banyak artis!" puji Seyda balik. Di saat yang bersamaan, ia melihat seseorang yang tak asing di matanya dalam sebuah cafe. Seyda pun memilih untuk berpisah dengan temannya dan memasuki cafe tersebut.

Seyda tanpa menunggu lama langsung buru-buru mengantre. Ia terus memperhatikan gerakan kasir tersebut dan berpikir bahwa hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Akan tetapi, saat ia melihat name tag yang ada di dada pria tersebut, Seyda menjadi ragu. Pria tersebut bernama Adrian, berbeda dari pikirannya yang mengatakan bahwa pria tersebut bernama Arfin.

"Selamat datang, mau pesan-" Adrian terdiam sejenak saat melihat wajah wanita di depannya. "Pesan apa?"

"Ah, mau ice cappucino caramel satu," pesan Seyda. "Eh, tapi, kita pernah ketemu 'kan ya?"

"Di mana ya?" tanya Adrian balik. Ia pun menyerahkan struk pada Seyda dan menyuruhnya untuk menunggu di sebelah kasir.

"Bentar, masa gue salah sih? Gue Seyda, Lo gak inget?"

"Mba, antrian masih panjang. Tolong ke pinggir dan tunggu minuman mba," pinta Adrian dengan tegas. Seyda pun langsung meminta maaf dan menyingkir dari antrian.

Di cafe yang memiliki warna dinding putih-ungu Seyda duduk di dekat jendela. Ia terus melihat ke arah kasir tersebut dan terus berpikir bahwa matanya tak mungkin salah melihat orang.

Mengetahui minumannya sudah habis, Seyda pun keluar dari cafe dengan perasaan sedih karena pria yang belum ditemuinya selama lima tahun itu.

"Eh, mba!" panggil Adrian. Adrian pun menyerahkan sebuah sticky note dan kembali berkata, "Save nomer ini. Nanti chat dan bilang kalau itu Seyda, oke?" Adrian pun kembali masuk ke cafe, meninggalkan Seyda yang kebingungan.

"Lu Arfin, 'kan?!" bentak Seyda. "Adrian! Lu Arfin, 'kan?!"

Percuma saja. Adrian tak peduli dengan bentakan tersebut dan langsung melanjutkan pekerjaannya. Seyda pun menyerah dan memilih untuk pergi ke butik.

***

Malam harinya, Seyda menghubungi nomor yang tadi diberikan oleh Adrian sesuai dengan suruhan orang tersebut. Ia sedikit degdegan dan sangat berharap bahwa orang yang sedang dihubunginya ini benar-benar orang yang sama seperti lima tahun lalu.

"Bon, menurut Lo dia Arfin atau bukan?" tanya Seyda pada Bona yang sedang memakai masker wajah disampingnya.

"Emang mukanya mirip banget?" tanya Bona.

"Iya, persis si Arfin! Masa sih si Adrian-Adrian ini bukan si Arfin?" Tak lama kemudian, sebuah pesan masuk dari Adrian.

Adrian:
Halo
Besok Lo ada waktu?

Seyda:
Sore ada
Kenapa?

Adrian:
Besok kita ketemu di taman bunga yuk

Seyda:
Lo ngajak gue ngedate?

Adrian:
Lo gak mau?
Kalau enggak gapapa, nanti gue sampein ke Arfin

Seyda:
Lo kenal dia?

Adrian:
Iya
Dia ngajak ketemuan besok

Seyda:
Dia gimana? Kok dia gak langsung contact gue?

Adrian:
Ada satu hal yang gak bisa dijelasin di sini
Jadi gimana? Lo mau?

Seyda:
Ya udah ayo
Jam 5 gue ke sana

Adrian:
Oke
Sampe ketemu

"Nah, 'kan bukan! Bisa aja elu yang halu!" sindir Bona.

"Iya, iya, ah! Nyebelin Lo!" balas Seyda.

***

Seyda akhirnya tiba di taman bunga tepat pukul 17.00. Ia menunggu di depan loket dan berinisiatif untuk menge-chat Adrian. Ia tanpa sengaja teralihkan oleh menfess seseorang di X yang membahas mengenai hubungan toxic.

"Halo, Teh Seyda!" Sapaan Adrian membuat Seyda mengangkat wajahnya. "Iya, iya, gue Arfin, bener kata Lo kemarin!"

Air mata langsung keluar dari mata Seyda. Arfin yang panik pun langsung semakin dekat dan berbisik, "Kenapa nangis?"

"Gue tuh kangen tau sama Lo! Lo di IG gak aktif, Wa juga sama, tiap hari tuh gue nungguin Lo!" ungkap Seyda sambil sesekali terisak.

Arfin tertawa dan mengajak Seyda untuk ke loket. Setelah membayar tiket masuk, Seyda yang masih menangis pun ditertawakan oleh Arfin. Merasa kesal, Seyda pun memukul lengan atas Arfin dan berkata, "Lo gak kangen sama gue?"

"Mmm gimana ya? Soalnya gue di sini jadi Adrian, bukan Arfin!" goda pria tersebut.

"Ihh, kenapa jadi Adrian sih? Bikin pusing tau!" keluh Seyda.

"Habisnya, pas perusahaan papah bangkrut, nama gue sama Kak Nara ada dimana-mana, terus om gue nyuruh kita kalau mau balik ke Indo baiknya ganti identitas, apalagi gue sekarang sama dia buka bisnis baru!" jelas Arfin.

"Ohh jadi kemarin itu bisnis Lo sama Kak Nara?" Pertanyaan dari Seyda itu langsung diikuti anggukan Arfin. "Tapi, kalau gue nembak Lo hari ini, Lo mau gak jadi pacar gue?" tanya Arfin.

"Mmm, gimana ya?" Seyda pun berjalan meninggalkan Arfin. Ia lalu berbalik dan berkata, "Kalau Lo bisa tangkep gue, gue jadian sama Lo!" Seyda langsung berlari setelah ia berbicara.

"Heh, licik ya Lo!" Arfin pun ikut berlari sambil terus mengucapkan kata "licik". Begitu pula Seyda yang sesekali membalikkan badannya dan menjulurkan lidah ke arah Arfin.

Hari ini mereka kembali mengenang masa-masa indah mereka di kelas X. Meski umur mereka saat ini 26 dan 23 tahun, tapi mereka tetap bertingkah seperti layaknya umur mereka masih 18 dan 15 tahun.

THE END

18 At 10 Where stories live. Discover now