57. Berbaur Dengan Alam

49 6 0
                                    

Imagine: Danau Situ Lembang

Begitu tiba di tempat piknik belakang villa, mata Alfi langsung disambut oleh pemandangan indah didepannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Begitu tiba di tempat piknik belakang villa, mata Alfi langsung disambut oleh pemandangan indah didepannya. Ada langit biru yang membentang luas, menyusuri sepanjang aliran danau Situ Lembang. Pepohonan dan pegunungan yang tersuguh di tiap ruas pesisir danau. Lalu ada juga meja set dan beberapa karpet yang digelar disana, memenuhi tepian danau.

Sejenak Alfi memejamkan mata, meresapi hembusan angin yang bertiup pelan menerbangkan helaian-helaian rambut dan dedaunan kering disekitarnya. Tak ketinggalan, suara kicau burung dan riak air juga menyapa telinganya. Seakan turut memeriahkan acara liburan di pagi menjelang siang ini.

Puas mengamati objek didepannya, mata Alfi bergeser menatapi gerombolan yang tengah berteduh diatas karpet bawah pohon rindang tak jauh dari tempat itu.

Disana ada Lina yang terus mengoceh tiada henti, Rina yang turut menimpali celotehan Lina, dan Miko dengan wajah jengahnya yang pasrah saja terduduk diantara kedua wanita penggosip itu.

Mengabaikan mereka, mata Alfi kembali bergeser kesamping gerombolan. Tepatnya pada dua orang yang tengah sibuk dengan alat Charcoal Grill. Terlihat, disana Haris bertugas memindahkan arang kedalam perut pemanggang. Sementara Arfan bagian membakar dan mengipasi baranya.

Pandangan Alfi berpindah pada Amel dan Zaidan yang tengah berlarian menangkap kupu-kupu didekat gerombolan sana.

Ck. Apa kedua bocah itu tidak merasa lelah sedikitpun? Energi mereka seakan tak pernah habis saja. Padahal keduanya baru selesai melakukan perjalanan dengan jarak yang lumayan jauh tadi. Haish, Alfi hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat keaktifan Zaidan dan Amel.

Sepersekian detik berlalu. Dia masih terdiam dengan kardus-kardus ditangannya, saat sebuah pekikan akhirnya mengalihkan perhatian Alfi dari lamunan.

"Om Fi!" seru Zaidan, ketika menyadari kedatangannya. Bocah laki-laki itu berlarian bersama Amel menghampiri dirinya.

Arfan yang turut mendengar teriakkan Zaidan pun menoleh dengan tatapan sinis, disela kegiatan mengipasi bara arang didepannya.

"Cih, dasar penjilat." cibir Arfan pelan, nyaris seperti bisikan.

Alfi mengernyit bingung, saat samar-samar mendengar gumaman tidak jelas adiknya. Ada apa gerangan dengan Arfan? Kenapa anak itu seakan menggerutu padanya?

Alfi kembali menggelengkan kepala. Tidak memperdulikan tingkah aneh Arfan, dia memilih menyusul ketiga orang yang tadi datang bersamanya. Mendekati gerombolan dibawah pohon rindang. Diikuti dua bocah kepo dibelakangnya.

"Nah, akhirnya sampe juga dua pasangan jomblo kita ini." dengus Lina bete. "Udah jamuran loh, kami nunggu kalian disini."

"Iya. Keburu jadi ikan asin ini. Panas banget, Masya Allah." gerutu Rina, ikut menimpali. "Tahu sih, yang habis pdktan. Sampe-sampe kami dilupain. Huh."

"Apa sih, Rin? Orang kami tadi kejebak macet kok." dengus Bayu. Dia beralih menunjuk-nujuk Anna dan Alfi yang kini malah berdiri bersisian. "Dua bocah ini, nih, kali. Yang habis pdktan. Kalian lihat sendiri kan, tadi, di IG-nya Nana?"

"Iya, bener tuh. Tadi aja, pas kami sampe mereka malah asyik sendiri makan mie berduaan." sahut Emili.

Anna masih mengerjap bingung, tidak mengerti kemana arah pembicaraan mereka. "Eh, tunggu. Kok jadi bawa-bawa Fi dan Nana sih? Orang kita nggak ngapa-ngapain kok. Beneran. Dari tadi juga Nana sendirian loh, di ruang santai."

"Terus yang ada di postingan kamu itu apa, dek?" ketus Miko, wajahnya terlihat dingin dan datar. "Katanya nggak demen, tapi kok bisa bareng gitu di satu ruangan? Mana temen-temen kamu pada rusuh di IG. Terus itu yang namanya Dipta siapa? Jangan bilang kamu pacaran dibelakang Mas, iya?"

"Eh, nggak, Mas. Dia cuma temen sekelas Nana kok. Sumpah." panik Anna, menatap Miko takut-takut. "Ketemu Fi mah baru itu, Mas. Kebetulan aja. Karena sama-sama laper, jadi Nana ikut Fi makan mie deh."

"Bener? Tapi kenapa kalian nggak muncul di komenan? Malah diem aja, disaat yang lain pada heboh di postingan kamu, dek?" Miko menghembuskan napas panjang. "Harusnya kalian tuh bilang, kalau saling punya ketertarikan. Jangan malah berbuat hal yang melewati batas gini."

"Tunggu, tunggu. Maksudnya apa ya, Mas? Saya nggak ngerti. Kalian bicarain apa sih?" sela Alfi jadi bingung sendiri.

"Loh, kalian beneran nggak tahu?" bisik Emili, menatap Alfi dan Anna bergantian. "Kan ada di postingan IG Nana tadi. Masa kalian nggak cek sih? Bohong banget deh."

Alis Anna mengerut semakin dalam, "Eh? HP ku lowbat habis ngepost foto tadi. Nggak sempet cek sih, jadinya."

"Lah?" Emili menepuk jidat frustasi. Lalu matanya beralih melirik Alfi. "Kalau Lo, Fi? HP Lo kemana?"

"Hah? HP gue di kamar. Tadi habis baca chat dari Mbak Rina, nggak gue sentuh-sentuh lagi. Karena laper- jadi, ya, gue tinggal deh." ringis Alfi. "Emang kenapa, Mil?"

"Foto kalian berdua ke posting tahu. Malah udah disukai oleh dua ratusan ribu orang. Ck. Bikin iri aja. Apa lah daya, gue yang cuma ada seribu pengingkut. Yang nyukain mentok-mentok paling cuma ratusan, nggak sampe ribuan gitu." lirih Emili, sambil membuka-buka profil Instagram Anna di ponselnya. Begitu ketemu langsung saja dia sodorkan ponsel itu ke arah Anna. "Nih, lihat aja kalau nggak percaya. Temen kampus kalian juga masih pada ngereok nggak jelas itu. Pusing gue lihatnya."

Anna buru-buru menyambar ponsel sepupunya. Memastikan lagi apa yang mereka bicarakan itu benar. Tak ketinggalan Alfi juga turut mengintip dibelakang punggung Anna. Mata keduanya mengembang sempurna saat mendapati potret mereka terlihat serasi saling bersanding memenuhi layar touch. Ya, walau wajah Alfi cuma terlihat seperempatnya saja disana.

Anna meringis lirih, sambil menengok ke arah Alfi dengan raut malu-malunya. "Maaf, Fi. Nana beneran nggak tahu tadi, kalau ada kamu lagi lewat di belakang Nana. Nanti biar Nana hapus aja ya, fotonya? Pasti kamu risih banget kan?"

Alfi hanya diam sambil melirik Anna sekilas. Akhirnya dia menghela panjang, menjawab pertanyaan Anna dengan pasrah.

"Nggak apa-apa. Biarin aja. Kan sayang, udah banyak itu yang nge-like." Alfi mengedikkan bahu acuh, sebelum berniat menjauh menghampiri Arfan. "Lagian saya nggak kelihatan kok, di foto. Nggak bakal ada yang curiga juga kan? Para penggemar kamu nggak bakal tahu kalau itu saya. Lagipula saya ini siapa? Hanya orang asing di hidup kamu. Mereka nggak akan perduli juga, sampe harus mencari-cari saya segala."

"Ergh? Fi nggak marah kan, ya?" gumam Anna. Dia masih mengerjap bingung, ketika menatapi punggung Alfi yang perlahan menjauh. "Ah, nggak tahu deh."

Mengedikkan bahu, mata Anna beralih melirik Miko. Tiba-tiba dia menciut saat mata sang kakak masih mengawasinya dengan tatapan dingin dan tajam. Ringisan kembali lolos dari bibirnya. "Emm, maaf ya, Mas. Ini semua gara-gara Nana yang ceroboh. Nana nggak sadar kalau ada Alfi di belakang Nana. Tadi ponsel Nana juga keburu mati, jadi nggak sempet cek deh."

"Ya Allah, jadi kamu beneran nggak sadar?" pekik Miko semakin tercengang, apalagi saat mencuri dengar obrolan mereka tadi. "Kamu tuh ya, dek. Bikin panik aja. Tapi syukurlah kalau nggak terjadi apa-apa. Inget ya, dek. Jangan pernah pacaran-pacaran di belakang Mas. Pokoknya kamu harus jujur sama Mas. Kalau kamu naksir cowok, harus bilang dulu ke Mas. Ngerti?"

"I-iya, Mas. Nana ngerti kok." cicit Anna.

"Ya udah, bantuin Mbak-Mbak mu sana. Mereka pasti kerepotan nyiapin bahan-bahan buat bakaran." Miko akhirnya bangkit, mendekati laptopnya kembali. Mumpung cuaca perlahan mendingin, dia akan kembali memulai rapat online-nya yang sempat tertunda tadi. "Udah, ya. Mas tinggal dulu."

Anna hanya mengangguki. Setelah kepergian Miko, gadis itu ikut mendudukkan diri didekat Emili. Membantu Lina dan Rina membongkar-bongkar kardus berisi bahan-bahan untuk memanggang.

******

Hallo, Pak DosenWhere stories live. Discover now