"Jadi, bagaimana pertemuanmu dengan keluarga Prue?" tanya Howie sambil meraih gelasnya.
"Lumayan lancar," jawab Ken sambil mengunyah makan siangnya. "Sikap mereka tidak seperti yang kubayangkan. Intinya, mereka merestui hubunganku dengan Prudence."
"Lalu, kapan pernikahan itu akan dilangsungkan?"
Ken mengangkat bahu. "Kami belum pernah benar-benar membicarakannya."
"Mungkin karena kau tidak pernah menyinggung hal itu lebih dulu. Apa kau bahkan pernah melamarnya dengan lebih layak? Maksudku, seperti cincin, bunga, suasana romantis, dan pertanyaan maukah kau menikah denganku?"
"Aku belum mempersiapkan semua itu."
Howie mendengus. "Kau bahkan mempersiapkannya lebih baik saat kau hendak melamarnya sebelum kelulusanmu waktu itu. Lalu, kenapa sekarang kau begitu malas-malasan melakukannya?"
"Bukan begitu. Hanya saja, aku belum tahu apakah Prue sudah siap untuk menjadi istriku."
"Apa? Dia sudah bersedia tinggal bersamamu, dia menemui keluarganya bersamamu, apa lagi yang kau tunggu?"
"Seperti yang Lilian lakukan denganmu? Kenapa kau masih belum menyatakan perasaanmu padanya?" Ken terkekeh-kekeh melihat wajah Howie yang merah padam.
"Yang kami lakukan berbeda denganmu. Kau jelas-jelas memintanya untuk tinggal bersamamu dan mengatakan akan menikahinya. Sementara Lilian tinggal bersamaku karena dia butuh tempat tinggal, bukan dengan tujuan seperti itu!"
Ken menghela napas panjang. "Aku hanya... seperti masih ada yang mengganjal. Entah kenapa aku merasa Prue masih menyembunyikan sesuatu dariku."
Perhatian Ken teralih pada ponselnya yang bergetar di saku celana. Ia mengeluarkan ponselnya dan melihat satu pesan masuk di media sosialnya.
Selamat, Ken! Kudengar kau sudah bertunangan dengan Prue. Jadi, kau berhasil melamarnya kali ini?
Ah, sebetulnya aku tidak ingin menjadi perusak suasana, tapi apa kau sudah memikirkannya matang-matang? Sebagai orang terdekat Prue, dan yang paling mengenalnya dibandingkan siapapun, harus kuperingatkan bahwa mungkin Prue tidaklah sebaik yang kau kira. Dia bisa menjadi orang paling egois yang pernah kau temui dan aku tidak ingin kau menyesali itu kemudian karena aku tahu kau sudah lama menyukainya.
Pertama, apa kau tahu Prue mendapat julukan Sour Grapes di sekolah? Dia mendapat julukan itu bukan tanpa alasan. Dia tidak suka setiap kali melihat ada orang lain yang lebih sukses daripada dirinya dan akan selalu berusaha untuk mengambil apapun milik orang lain. Aku tidak mengada-ngada, bukan hanya aku yang menjadi korbannya. Karena hal itu, dia tidak memiliki teman selama sekolah menengah—setidaknya sejak aku pertama kali mengenalnya. Aku tetap setia menjadi temannya karena aku kasihan padanya. Mungkin dia melakukan semua itu karena keluarganya berantakan dan dia tidak mendapatkan kasih sayang sepenuhnya dari orang tuanya. Aku menoleransi sikapnya, meski dia sering kali merugikanku. Dia akan mengambil apa saja dariku; uang, nilai akademik, hingga pria yang kusukai. Terakhir kali dia kedapatan mengambil uangku ketika kami tinggal bersama di tahun terakhir kuliah. Aku memang tidak pernah mengunci lemariku, atau menyimpan barang-barang berhargaku secara sembunyi-sembunyi, karena aku ingin Prue tahu bahwa aku percaya padanya. Hanya saja, dia selalu menyalahgunakan kepercayaanku padanya. Aku menegurnya setelah aku kehilangan uang lagi. Kukatakan padanya, kenapa dia tidak berbicara terus terang saja padaku jika dia memang sedang membutuhkan uang. Maksudku, aku mengerti kondisi keuangannya, dan aku pasti akan membantunya. Dia justru tersinggung dan keluar dari flat kami untuk tinggal bersama kekasihnya. Aku bahkan harus menerima kritikan orang-orang yang menuduhku menjadi penyebab keretakan persahabatan kami. Aku ragu Prue akan menceritakan ini padamu. Aku jadi penasaran, apa yang dia katakan padamu tentang kami?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sour Grapes
RomancePrue harus menjadi ibu tunggal di usianya yang baru 22 tahun. Ia meninggalkan keluarganya, teman-temannya, dan masa lalunya, kemudian membawa putra satu-satunya ke Bruton untuk memulai kehidupan baru. Suatu hari Ken, senior di kampus yang pernah mew...