🌱S3. Part 26

718 63 13
                                    

Vote sebelum baca 🌟

Perkuliahan Analisis Wacana selesai. Para mahasiswa di dalam kelas berbondong-bondong meninggalkan ruangan. Tak sabar segera pulang ke rumah ataupun sarapan pagi.

Erika termasuk salah satu diantaranya. Gadis berkemeja putih itu keluar bersama Shila. Pandangannya tertuju lurus ke layar ponsel.

"Tau gak, Ka? Pak Aksa kemarin tunangan sama Dokter Henny. Potek banget hati gue. Kehilangan kesempatan tanpa sempat berjuang."

"Sabar."

"Emang sih. Pria kayak Pak Aksa itu cocoknya bersanding sama Dokter Henny. Sama-sama good looking, good rekening, dan good karir."

"Iya." Erika menyahut ucapan Shila seadanya. Antara acuh dan tak acuh. Membuat Shila berdecak pelan.

"Dingin amat reaksi Lo. Sedang ngapain sih sampai cuekin gue?"

"Balas chat Kelvin."

"Kelvin terus! Gak bosan apa?"

"Enggak."

"Dasar bucin."

"Baru sadar?"

"Dahlah!"

Keduanya sama-sama terdiam. Menuruni anak tangga perlahan. Hingga akhirnya Shila kembali bersuara. Kali ini lebih menggebu-gebu dari sebelumnya.  "Ka, kemarin kan gue nemuin tim judul buat konfirmasi kalau judul gue diganti. Tapi, ternyata gak boleh ganti judul sama sekali. Padahal gue udah capek-capek ngurus outline baru loh. Gimana nasib gue selanjutnya ya?"

"Santai aja sih."

"Gimana gue bisa santai, Ka? Gue takut gak lulus. Orang lain udah Sempro sedangkan judul gue masih ngawang."

Sudut bibir Erika berkedut. Lantas melirik Shila sekilas sebelum fokus ke layar ponselnya lagi. Berujar seraya tersenyum miring, "Nah! Itulah yang gue rasakan kemarin saat bermasalah sama dospem. Mudah amat mulut Lo nyuruh gue santai menghadapi masalah dan gak mau dengerin curhatan gue. Masih untung Lo masalah di judul, bukan masalah di dospem."

Shila meringis mendengar ucapan sinis Erika. "Sorry. Gue gak maksud gitu. Habisnya Lo terlalu overthinking sih. Mana mungkin dospem diganti semudah itu. Ibu juga pasti maafin Lo asalkan Lo gak melakukan kesalahan yang sama."

"Waktu itu, Lo gak tahu gimana ekspresi dan reaksi ibu ke gue, Shil. Mau gak mau, gue berpikiran ibu ngotot mau pembimbing gue diganti dan gak akan maafin gue lagi."

"Ya kan, gak mungkin ibu nyimpan dendam terus menerus. Ibu kan udah dewasa."

"Kan menurut Lo. Bisa beda sama faktanya. Lo gak pernah dengar mahasiswa telat lulus karena bermasalah sama dospem?"

"Iy--"

Erika memotong ucapan Shila begitu saja lantaran terlalu kesal. Daripada berakhir berselisih, lebih baik melarikan diri. "Gue pulang dulu ya. Kelvin udah nungguin gue tuh. Bye!" Berlari kecil, menghampiri Kelvin yang duduk manis di salah satu kursi.

Kelvin yang menyadari kehadiran Erika sontak berdiri. Menyambut kedatangan istri tercintanya. Senyuman manis terbit di bibirnya hingga membuat para mahasiswi di sekitar sana terpesona.

"Tumben cepat selesai kuliahnya?"

"Tadi Pak Aksa ada urusan penting, Pin." Menggandeng lengan Kelvin manja. "Pulang yuk. Aku capek."

"Oke, sayang."

Erika melirik Shila lewat sudut matanya. Perasaannya semakin kesal melihat Shila tidak berniat mengejarnya untuk meminta maaf. Decakan pelan keluar dari mulutnya tanpa dapat ditahan.

"Aku gak suka ya kamu mikirin hal lain di saat bersamaku."

Ucapan Kelvin semakin menambah kadar kekesalan Erika. Ia pun melepaskan pelukannya dari lengan Kelvin. "Semua orang sama aja." Decaknya seraya meninggalkan Kelvin yang tercengang.

Kelvin segera mengejar Erika dan merangkul bahu Erika. Menahan pergerakan Erika. "Kamu kenapa? Ada masalah sama Shila ya?"

Kepekaan Kelvin membuat Erika jengkel.

"Enggak."

Berbohong lantaran sadar dirinya terlalu berlebihan menanggapi permasalahannya dengan Shila.

Ia tak ingin mendengar ucapan orang lain memojokkannya lagi. Terutama dari Kelvin. Hatinya pasti akan sangat sakit mengetahui semua orang berpaling darinya.

Sementara itu, Kelvin berdehem pelan. Menyadari mood Erika memburuk. "Oh ya, kamu kan belum sarapan. Mau beli makanan di mana nantinya?" Segera mengalihkan topik pembicaraan.

"Di tempat biasa."

"Yang mana?"

"Masa gak ingat sih?" sahut Erika sebal.

"Oh, di kantin ya?"

"Enggak."

"Cafe Dream?"

"Bukan."

"Warung Icang?"

"Bukan."

"Terus yang mana dong?" Kelvin lelah menebak karena tempat kesukaan Erika sangat banyak.

"Cafe Pak Aksa."

Wajah Kelvin menjadi datar seketika mendengar nama pria lain disebut.

"Tempat yang lain aja. Aku gak suka makanan di sana."

Erika menggeleng tegas. "Kan makanannya untuk aku, bukan untuk kamu."

Kelvin seketika kalah telak.

"Aku mau mau beli steak mereka."

"Emang ada?"

"Gak ada."

Kelvin mencubit pipi Erika gemas mendapatkan jawaban polos dari sang istri. "Terus ngapain ke sana kalau gak ada, sayang?"

"Kan bisa request."

"Ya ampun. Di menunya aja gak ada, gimana bisa request, sayang."

"Iya, aku tahu."

"Kalau tahu, ngapain ke sana? Mending kita pergi ke restoran. Aku tahu restoran yang steaknya enak."

"Gak. Aku maunya steak di cafe Pak Aksa."

Kelvin terdiam sesaat atas sifat keras kepala Erika. "Kamu sedang bercanda 'kan, sayang?"

Sementara itu, Erika melotot kesal. "Ngapain aku bercanda?"

Kelvin mengerutkan kening heran melihat keanehan Erika.

"Ayo ke sana! Aku mau steak dari cafe Pak Aksa. Titik!"

"Tapi mereka kan gak jual steak, sayang."

"Bodo amat." Erika memasuki mobil, tak lupa pula membantingnya sebagai pelampiasan kekesalan. Meninggalkan Kelvin yang semakin tercengang melihat tingkah aneh Erika. Baru kali ini Erika bertingkah seperti itu selama mengenal istrinya itu. Mungkinkah Erikanya sedang sakit?

Bersambung...

12/5/2024

firza532

Kelvin: Possesive BoyWhere stories live. Discover now