Chapter 18. Kedatangan Gadis Pirang yang Tak Kuduga

65 21 18
                                    

Revisi setelah end.

Happy Reading!

            BUM! 

            Bola meriam itu melesat melewati bahuku—menghantam tepat di tengah dada Cervus hingga membuat monster itu terjengkang ke belakang. Tentunya Cervus menggeram marah. Kedua Hydra memekik saat bola meriam itu juga menggelinding—melindas leher mereka. Cervus sekuat tenaga untuk bangkit, tapi kepalanya yang berdenyut nyeri membuatnya tak berdaya. Akibat bola meriam itu juga membuat tanduk Cervus yang tersisa patah cukup parah. Kini hanya menyisakan potongan tumpul tak berbentuk di kepalanya. 

            Sontak aku menoleh ke belakang. Demikian pula dengan Atlas. Pupil mataku melebar saat menyadari siapa yang datang kemari, “Faye?!” aku memekik. Aku tak pernah menyangka jika gadis ini datang untuk membantu kami. 

           Gadis itu—Faye Kip—siswi kelas sebelah si anak pengendali api dengan mudahnya menyandang malefic gun di bahunya. Penampilannya saat ini jauh dari kata rapi—tidak seperti dirinya di hari-hari biasa. Seragamnya tampak berantakan dengan robekan memanjang ke atas di sisi kiri rok—memperlihatkan sedikit pangkal pahanya jika Atlas tak melihatnya. Rambut pirangnya yang acak-acakan meriap tertipu angin. Faye menebarkan senyuman termanisnya ke arah kami. Raut wajahnya tidak mencerminkan situasi yang sedang kami hadapi saat ini. 

           “Bagaimana bisa—tidak, maksudku mengapa kau ada di sini?” kataku penasaran. Bukankah seharusnya Faye bersama ratusan murid lainnya di tempat perlindungan? Mengapa ia bisa lolos dari para penjaga yang menjaga tempat itu? 

           Tapi Faye menolak untuk menceritakan semuanya, “Tidak ada waktu untuk menjelaskan!” katanya. Ia justru kembali menyiapkan malefic gun hendak membidikkan bola meriam ke arah Cervus yang tanpa sadar sudah bangkit dan ingin menyerang kami. 

           BUM!

           BUM! 

           Suara dua bola meriam yang diluncurkan memekakkan telinga. Atlas menarik tubuhku dan membawaku menjauh dari jangkaun Cervus. Sayangnya apa yang kami harapkan bahwa Cervus akan sekarat belum terjadi. Dengan kuatnya Cervus menangkap dua bula yang terlontar ke arahnya menggunakan tangan kosong. Setelah ditangkap, ia melontarkan dua bola meriam itu kembali ke arah kami. 

            Aku dan Atlas memisahkan diri saat dua bola meriam itu melesat di antara kami. Faye merunduk dengan cepat dan menyaksikan dua bola meriam tersebut memecahkan jendela kaca setinggi tiga meter di ruang perpustakan. Seketika napasku tercekat menahan keterkejutan. Ruang favoritku di Adamas School nyaris seperti kapal pecah. 

           “Yeah, yeah!” ejek Faye, “caramu melemparkan bola sekecil itu membuktikan kalau kau bukanlah sainganku, Monster Aneh!”

            “Ggggrrrrr…”

            “Faye!” aku menegur saat Cervus menggeram marah tak terima jika dirinya diejek seperti itu. Kalau ini terjadi lagi, habislah. 

            “Kenapa?” Faye mengernyitkan alisnya, “dia memang Monster Aneh!” 

            “Tutup mulut—”

            Sontak, kedua Hydra dengan cepat meludahkan cairan asam secara bersamaan ke arah kami. Kupikir wajahku sudah terbakar, tapi kenyataannya Atlas lebih cepat dari dugaanku saat ia menciptakan perisai perunggu untuk menghalangi cipratan cairan asam tersebut dan tubuhnya menjulang tinggi di depan kami. 

LIVORA [√]Where stories live. Discover now