Lingkungan Baru

54 10 1
                                    

🕊

Abhinda Tsahira memutuskan mengantar putra semata wayangnya pindah untuk menempuh pendidikan di Bandung. Dalam lubuk hatinya ingin tinggal bersama menemani sang anak, namun statusnya yang single mom mendorong niatnya untuk terus memenuhi kebutuhan keluarga kecilnya di Jakarta. Rasa sedikit khawatir itu muncul kembali ketika menatap Jerex, putranya memakai tas dan keluar dari mobilnya yang terparkir di depan sekolah baru.

"Jadilah anak yang baik dan selalu bertukar kabar dengan ibu. Ingatlah Jerex, ini adalah satu - satunya sekolah yang mau menerimamu, jangan membuat masalah seperti sebelumnya mengerti?" Sang lawan bicara hanya mengangguk paham dengan menerima cardigan darinya.

Pemuda bermata rusa melangkahkan kakinya memasuki sekolah, meninggalkan senyum sang ibu yang tidak pernah luntur dari bibirnya. Ia paham, pasti ibunya langsung pergi ke Jakarta meninggalkan dirinya seorang diri di apartemen sewa. Tak apa, mungkin ia perlu membiasakan dirinya untuk menjadi lebih mandiri.

Diterima di sekolah khusus laki - laki yang berakreditasi rendah seperti Phoenix sama sekali tidak masuk dalam wishlist Jerex, ia mempertaruhkan nasibnya disini, entah menjadi pecundang, pengecut, atau sebagainya yang pasti ibu kesayangannya berpesan untuk menjadi anak yang baik.

Namun kelihatannya hanya dua pilihan peran ketika menempuh pendidikan disini, menjadi pemukul atau di pukul. Sekolah terakhir yang menerimanya ini memiliki banyak rumor jelek yang beredar, paling parah kasus penindasan yang melekat pada citra sekolah ini.

Pandangannya tertuju pada seorang pria yang menyambut dirinya di lobby. Jerex melihat bahwa pria itu mengenakan seragam layaknya guru disekolah ini. Tapi apakah tidak salah? Mengapa guru yang menyambutnya sangat terlihat muda seperti seumuran dengannya.

Berbekal sopan - santun yang diajarkan ibunya, Jerex menyapa dengan memberi salam.

"Selamat datang Jerex, saya menerima panggilan dari Abhinda bahwa kamu mempercepat masuk sekolah 2 hari lebih awal. Ah ya, saya Alger biasa dipanggil pak Al, wali kelas barumu selama 3 tahun ke depan."

Jerex berkedut, menerima panggilan katanya?

"Baik pak, tunggu apa maksudnya barusan? Anda mengenal ibu saya?"

"Abhinda, tentu saja. Bisa dibilang saya adalah ayah biologis mu."

"Ah sepertinya guru disini memang suka sekali berbicara sembarangan." Jerex dan mulut pedasnya, wali kelas hanya terkekeh.

Jerex mengenal betul ibunya ini, beliau tidak pernah menjalin hubungan pada pria manapun kecuali rekan kerjanya, bahkan wali kelasnya memanggil nama ibunya yang terdengar akrab. Dan sialnya wajah pak Al sangat familiar baginya, seperti pernah bertemu sebelumnya namun entah dimana dan kapan.

Jika pun benar pak Al adalah ayah biologisnya, dapat di pastikan nasibnya tak akan baik untuk kedepannya.

"Saya bisa mendengar gerigi otakmu, kamu berpikir terlalu keras. Baiklah saya klarifikasi bahwa saya hanya teman ibumu oke."

Jerex berdehem, menyamakan langkahnya dengan wali kelas menuju ke kelas barunya. Pak Al melihat Jerex disampingnya. Ia tersenyum lembut, "Kau sudah semakin besar ya, Jerex. Abhinda merawat mu dengan baik." batinnya.

Suara kericuhan di sepanjang koridor yang mereka lewati sungguh memekakkan telinga. Jerex terheran, bagaimana bisa hal seperti ini dibiarkan terus menerus sehingga terlihat sesuatu yang wajar. Pak Al di depannya masih berjalan santai dan mengabaikan hal - hal tersebut.

Oh guru tak waras.

Mereka menghampiri ruang kelas paling pojok, kelas bertuliskan 1-4 di dekati beriringan dengan suara ricuh yang terdengar jelas.

Torn Wings Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang