Chapter 6

34 23 1
                                    

Matahari begitu terik di suatu siang, memantulkan cahayanya di bebatuan. Angin berhembus, debu mengepul setiap kali kendaraan roda dua dan empat melintas.

Di depan ruko kakek Abas Alana dan Azka sedang menunggu ojek langganan mereka.

"Sini Alana! Azka!" Kakek Abas melambaikan tangan.

"Ada apa kek?" Tanya Alana sambil menghampiri kakek Abas.

"Tolong bantu kakek beresin semua kardus ini."

Alana membereskan kardus dengan rapih.

"Tuh ada kardus bagus, kalian mau ambil nggak?" Kek Abas menunjuk sebuah kardus bergambar tokoh kartun.

Azka melebarkan matanya, takjub. Segera diambilnya kardus itu. "boleh saya ambil kek."

"Boleh ambil saja."

Kek Abas menyodorkan uang dua puluh ribu kepada Alana, "ini untuk kamu Alana."

Alana menolak, "tidak usah kek, saya bantu kakek ikhlas kok."

Alana langsung menaiki ojek langganannya, hari ini adalah hari pertama dia bekerja di caffe Gerald. Azka Alana titipkan kepada kek Abas, takutnya dia nanti pulang malam.

***

Sampai di caffe Alana langsung bekerja, dia bertugas menjadi kasir, antrian begitu panjang, Alana sedikit kewalahan, untung saja Gerald sigap menolong.

"Saya bantu sepertinya anda kewalahan." Ucap Gerald.

Alana menampilkan senyumannya, "terimakasih."

Tak terasa siang sudah berganti malam, Alana harus segera pulang. Caffe Gerald sebenarnya buka dua puluh empat jam, sering kali para pegawai ganti shift. Alana kebagian shift siang, tapi lama kelamaan dia juga akan mendapatkan shift malam.

"Aku pulang dulu ya." Ucap Alana kepada Gerald.

"Saya antar."

Di perjalanan mereka hanya terdiam, tidak ada perbincangan sedikit pun.

Lelaki di samping Alana itu memiliki netra hitam kecoklatan yang meneduhkan setiap tutur katanya bagai musik yang selalu di putar dipikirin Alana.

Alana tidak nyaman di kondisi canggung seperti ini, ingin mengobrol tapi tidak tau topik, ah! kondisi seperti ini bukanlah yang diharapkan Alana.

"Kau bosan ya?" Ucap Gerald secara tiba-tiba.

Apakah Gerald tau isi hati Alana? Sungguh Alana memang sangat bosan, rasanya dia ingin membanting Gerald karena tidak mengajaknya mengobrol.

"Hm, aku sangat bosan. Bisakah kau mengajak diriku ini untuk berbincang."

Ah! Apa yang baru saja gadis itu katakan, memalukan sekali.

"Kau mau berbincang dengan saya?"

"E-eh e-engga jadi." Alana menutupi wajahnya.

Malu? Tentu saja.

***

Di rumah sederhana Azka dan Alana terduduk di bangku kecil. Mereka sedang melihat bintang yang begitu indah malam itu.

Rasa rindu pasti ada, mereka merindukan saat-saat bersama kedua orangtuanya, dulu mereka sering kali berkemah di depan rumah.

Azka melamun entah apa yang dia rasakan sekarang, Alana yang melihatnya tentu merasa aneh. Azka adalah anak yang periang, meskipun memang dia jarang tersenyum.

"Kak emang salah ya kalo aku cacat?" Celetuk Azka.

Alana terkejut, bagaimana bisa adiknya berkata seperti itu, "jangan beranggapan dirimu ini cacat, kau sempurna."

"Jika aku sempurna mengapa orang-orang bilang aku cacat, hanya karena tangan ku tidak ada."

Alana tau Azka sedang menahan Isak tangisannya, sejujurnya Alana tidak tega melihat adiknya kesusahan untuk mendapatkan teman.

"Jangan denger apa kata orang lain, memang sulit jika kita berhadapan dengan orang yang merasa dirinya  paling sempurna."

"Tapi....."

"

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.


Karma (end)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora