Chapter 5

37 25 0
                                    

Malam semakin larut, gelap sudah pasti. Tapi semua kegelapan malam digantikan dengan lampu jalan yang menerangi.

Alana terbangun di sebuah ruangan bernuansa putih. Alana melihat sekeliling ruangan itu, ada banyak sekali foto keluarga yang terpanjang.

Alana melihat seorang laki laki yang sedang tertidur pulas di sofa.

"Ini Gerald?" Tanya Alana kepada dirinya sendiri.
"Ah! Sepertinya dia kelelahan, aku pulang saja." Sambung Alana, sembari beranjak dari tempat tidur.

Tidak sengaja Alana menjatuhkan sebuah gelas disamping ranjangnya. Karena suaranya begitu keras Gerald terbangun.

"Kau sudah bangun?" Tanya Gerald.

Alana mengangguk kecil, "ya aku sudah bangun, bisakah kau mengantarkanku keluar dari kamar ini"

"Tentu, saya akan mengantarkan sampai ke rumahmu"

Mereka turun kelantai bawah. Rumah Gerald begitu megah. Rumah yang menjadi impian Alana sejak lama.

Dilantai bawah Alana terdiam membisu kalau melihat ayahnya terduduk di sofa ruang tamu rumah Gerald.

"A-ayah." Ucap Alana terbata-bata.

Gerald yang melihat nya merasa bingung, beberapa pertanyaan muncul di pikiran Gerald. Apakah mereka saling mengenal? Mengapa Alana memanggil Alexander sebagai ayah.

Alexander langsung berdiri tegak, "siapa kau, saya tidak mengenal anda!"

Seperti di sambar petir di musim kemarau. Hati Alana begitu sakit, Alexander tidak mengakui Alana sebagai anaknya.

Alana terduduk lemas, "aku anak ayah," ucapnya dengan air mata yang mengalir deras dari mata indah nya.

"Aku mau ayah balik ke rumah lagi. Ayah mau ya, aku mau kayak orang-orang." Sambung Alana.

Alexander menggeleng. Alana tau hal itu amat sulit dilakukannya. Alexander sudah memiliki keluarga baru. Apa pun kata istrinya merupakan sebuah undang-undang tak tertulis yang harus ayah patuhi.

"Kau bukan anak kecil lagi Alana! majulah sendiri tanpa harus melibatkan ayah di dalamnya."

Tangisan Alana semakin pecah. "Tapi aku cape berusaha sendiri, aku juga butuh dukungan dari ayah."

"Ayah bukanlah ayah yang dulu. Sekarang kamu harus belajar mandiri, jaga diri baik-baik. Didik Azka juga supaya gak jadi kaya ayah." Pekik Alexander.

"AKU UDAH MANDIRI, AKU KERJA SENDIRI, AKU GAK PUNYA KERJAAN AJA AZKA TETEP MAKAN, AKU JUGA BAYAR KONTRAKAN SENDIRI, AKU BELA BELAIN GAK MAKAN DEMI AZKA, AKU JUGA CAPE YAH AKU PENGEN ISTIRAHAT." Gumam Alana.

Alana langsung pergi keluar rumah. Dia begitu lelah sekarang. Gerald berlari menyusul Alana.

Alana terdiam, dia mengingat memori bersama kedua orangtuanya.

Dulu Alana dan ayahnya selalu bermain di empang depan rumah Bude. Bila pemilik empang mengurus empang nya. Alana dan ayah mencebur ke dalam empang untuk mencari udang atau ikan mas yang masih tertinggal. Saat-saat itu adalah saat yang paling menyenangkan untuk Alana. Ibu selalu menerima ikan dan udang hasil tangkapan ayah dan Alana dengan senang. Ibu memasak udang dan ikan sangat lezat, membuat Alana selalu ketagihan.

Malamnya, mereka akan menonton televisi. Melihat kartun yang lucu-lucu, membuat Alana kerap tertawa terpingkal-pingkal.

Tak terasa cairan bening berhasil lolos dari mata Alana, mengingat memori yang membuat dia harus hidup mandiri sekarang. Perubahan yang terjadi begitu cepat.

Gerald datang menghampiri Alana.

"Kau punya pekerjaan?" Ucap Geralad secara tiba-tiba.

"Tidak, awalnya aku berjualan kue, tapi kue itu di tumpahkan oleh teman kampus ku, jadi aku tidak punya pekerjaan sekarang."

"Kau mau bekerja dengan saya? kau hanya menjadi kasir di caffe milik saya."

"Aku mau."

Penawaran yang begitu bagus. Alana memang sedang kesusahan untuk mencari pekerjaan.

Karma (end)Where stories live. Discover now