BAB 9

10 10 12
                                    

Sudah hampir dua minggu setelah kejadian di perpustakaan, pertemanan Keyra dan tetangga barunya semakin baik.

Namun tidak dengan teman kelas Keyra, mereka bahkan semakin berani menunjukkan sikap mereka yang terlihat tak menyukai kehadiran Keyra.

Tentu saja hal itu membuat Keyra sedih, sebenarnya mereka sudah lama tak menyukai Keyra, Keyra pun sadar akan hal itu.

Namun entah semakin hari, perilaku mereka semakin menjadi, bahkan bukan hanya teman sekelasnya.

Di sisi lain, Arya. Lelaki itu berinteraksi dengan Keyra seperti tidak ada hal yang terjadi, tetapi sampai sekarang kata maaf belum juga tersampaikan kepada Keyra.

Keyra menghela nafas, "kenapa ya, keberadaan gue seakan gak di harapkan sama sekali? Salah gue apa?" monolognya.

Matanya tak lepas melihat orang-orang berlalu lalang, dan juga bermain Volly di lapangan.

Keyra memandangi sekelilingnya, mencari keberadaan Rani yang dari tadi pamit karena ada urusan dengan saudaranya.

"Dor!!!"

Keyra tersentak saat seseorang dengan sengaja mengagetkannya. Bahkan teh kotak yang ia pegang kini sudah mendarat sempurna di bawah.

"Ck, kalian kenapa sih? Ngagetin terus," protes Keyra. Ia menunduk mengambil minumannya yang terjatuh. "Belum cukup lima menit." ujarnya pelan.

Aslan dan Doni kompak tertawa, "njirr, ekspresi lo," ujar Doni disela tawanya

Keyra merotasikan bola matanya, lalu kembali meminum minumannya. "Ihh, itu udah jatuh." tegur Asalan.

"Emang kenapa? mau?"

"Gak. Terimakasih."

Keyra mengalihkan pandangannya, sementara Aslan dan Doni sudah mengambil posisi duduk di sebelah Keyra.

"Rani dimana?" tanya Keyra.

"Ke WC katanya. Tadi kita sempat ketemu," jawab Aslan.

Keyra ber oh ria, kemudian kembali larut dalam  fikirnnya.

"Key, lo gak ada niatan mau potong rambut lo itu? Panjang banget, gak gerah apa?" tanya Aslan.

Keyra menoleh, "gak, malas."

"Mau gue potongin? Gue yang lihat aja serasa gerah. Mana lo gak pernah ikat lagi, muka lo aja separuh gak kelihatan."

"Biarin, udah nyaman dan terbiasa gini."

"Jujur ya Key, kalau lo potong rambut lo itu lebih bagus. Model rambut lo gak cocok dengan muka lo. Lo kelihatan tambah jelek," tutur Aslan.

Keyra melirik lelaki itu sebentar lalu menghela nafas. "Gue lebih nyaman gini. Sengaja, biar gue gak minder perlihatkan tampang gue yang jelek. Setidaknya kalau ketutup rambut, muka gue gak terlalu kelihatan."

Aslan dan Dini menatap satu sama lain, "lo tahu gak? Lo itu cantik, hanya lo kurang bersyukur, suka minder dan insecure malah membuat kepercayaan diri lo hilang. Gak usah nutupin wajah lo, toh semua orang punya kekurangan, semua orang pasti pernah jerawatan. Jadi gak usah lakuin ini semua," jelas Aslan.

Keyra tersenyum, "bukannya bermaksud untuk tidak bersyukur, insecure, minder dan lain sebagainya. Ini bukan hanya dari dalam diri gue," tutur Keyra, matanya menatap kedua pemuda itu bergantian, lalu menggeser tubuhnya menghadap mereka.

"Gini. maksud gue, dan menurut pemahaman gue ya. Kalian gak tahu rasanya. memang jerawatan, beruntusan, itu wajar. Tapi hal itu membuat orang yang mengalaminya tidak nyaman atau bahkan stres. Rasa percaya diri orang hilang bukan cuma gara-gara dari dalam diri orang tersebut. Ada banyak faktor."

Tiga Pilar (On Going) Donde viven las historias. Descúbrelo ahora