BAGIAN 020

199 24 75
                                    

Hari-hari Barcode sebagai seorang mahasiswa cukup membuat remaja yang berusia enam belas tahun kuwalahan. Barcode bukan hanya harus mengejar hal-hal yang tidak dipahaminya, tapi juga budaya belajar yang berbeda dengan saat ia sekolah di negaranya.

Sistem pembelajaran berkelompok ini sedikit membuat Barcode letih, meski ia menyukai setiap opini baru yang diberikan dari kepala yang berbeda dengan dirinya. Edmund yang terlihat jauh lebih santai, cenderung tidak begitu fokus. Barcode yakin, orang ini memang hanya iseng untuk berkuliah.

Lain Edmund, lain Dawn. Perempuan yang seusia Allan itu tampak serius tapi juga tidak terlalu ambil pusing. Di sini seolah Barcode yang paling berusaha keras belajar di dalam kelompok tersebut.

"Maaf, aku enggak bisa terlalu lama," Edmund menutup buku setelah alarm di jam tangan pintarnya berdering. "Aku memiliki janji temu dengan klien satu jam lagi."

Barcode menatap tubuh yang berdiri dari rumput yang dingin. "Ed," panggilnya. "Jurnal yang kamu referensikan, dimana kamu mendapatkan sumbernya?"

"Jurnal itu?" Edmund masukan tabletnya ke dalam tas, lalu buku-buku ia peluk dengan satu lengannya. "Di website perpustakaan Universitas. Kamu bisa dapat banyak Jurnal di sana."

Barcode mengangguk kepalanya, "Thank you."

Edmund sang pengusaha muda itu pergi lebih dulu, meninggalkan Barcode dan Dawn di bawah pohon yang daunnya tampak rapuh.

"Lihat yang ini," Dawn tunjukkan sebuah paragraf dari bukunya. "Marry Parker Follet menyatakan bahwasanya manajemen bisnis memiliki artian suatu seni. Hal ini yang mana tiap-tiap dari pekerjaan itu dapat diselesaikan oleh orang lain."

Suatu seni.

Barcode mencerna kalimat itu dengan serius. Begitu banyak arti dan penafsiran tentang seni. Alih-alih memahami apa maksud dari pengertian manajemen bisnis itu sendiri, ia malah terpikir pada seorang yang begitu menyukai seni peran hingga menjadikannya bisnis. Barcode tidak tahu, jika saja Jeff masih melakukan karate, apakah pria dua lima itu akan membuat bisnis yang berkaitan dengan karate?

"Codey!"

Remaja enam belas dan Dawn menoleh pada sumber suara. Tampak teman sekamar Barcode datang dengan membawa sebuah buku besar berukuran dua kali A4. Pakaiannya cenderung santai di tengah musim panas yang cukup dingin suhunya. Iya, dia hanya mengenakan kaos lengan pendek dengan celana kodok panjang berbahan jeans.

"Oh, siapa ini?" Katanya saat melihat Dawn. Remaja itu duduk di antara Barcode dan Dawn. "Hello, Young Lady. May I be your boy-friend?"

Dawn menatap teman sekamar Barcode itu sinis, "Who are you?"

"Codey's roommate!" Allan merangkul bahu Barcode, menepuk-nepuknya keras, "right, Codey?!"

Barcode embus napasnya, lalu mengangguk. "Dawn, ini Allan. Teman sekamarku di asrama. Allan, ini Dawn. Teman fakultasku sekaligus teman kelompok belajarku."

Allan Tampak begitu bersemangat melihat Dawn, tapi Dawn terlihat cuek. Teman Barcode itu bahkan segera merapikan buku-bukunya. "Kita akan lanjutkan lagi nanti, Code."

Barcode hanya tersenyum, lalu mengangguk kepalanya. Ia juga merapikan buku dan tabletnya. Berdiri bersama dengan Dawn.

"Hei, hei. Kalian mau kemana?"

"Kami sudah selesai," kata Barcode.

"Secepat itu?" Allan menyergah kecewa. Ia ikut berdiri, lalu melempar senyum pada Dawn. "Aku ada pesta kecil nanti malam. Mau ikut, Honey?"

"Hah?"

"Pesta," Allan menegaskan. "No drink, I swear."

Dawn bertanya ragu-ragu, "Kamu ikut, Code?"

Stranger | JeffBarcodeWhere stories live. Discover now