15. Siapa yang Berani Buat Gue Menangis!

57 30 2
                                    

Gue lari ke dalam toilet dan menguncinya. Gue membersihkan baju putih gue yang kotor tapi noda itu tidak hilang. Tidak terasa saat berkaca, ternyata air mata gue dari tadi mengucur deras tapi anehnya gue biasa saja. Seolah air mata itu tidak bisa dikendalikan. Biasanya orang menangis bisa bereaksi dengan cepat hingga kita bisa terisak, merasakan sakit, dan terkadang sembab. Tapi tidak dengan gue, muka gue datar, dan gue tak merasakan apapun. Gue mencuci muka gue. Baru di saat inilah gue merasakan sakitnya melihat diri gue yang memalukan.

Manusia mana yang berani buat gue menangis! Gue kemudian keluar dan kembali ke kelas. Dita menanyakan keadaan gue yang kacau dan tiba-tiba menghilang, tanganya memegang kedua tangan gue. Gue hanya menjawab dengan satu kata. Selain tidak dan iya, gue tidak angkat bicara sama sekali.

"Hahahaha!!" Dita terkejut melihat gue tertawa keras dengan sendirinya. Dita melihat gue dengan ketakutan. Gue merasakan tangannya yang dingin. "Ari, lu kenapa?" Dia bertanya ke gue dengan nada bergetar.

"Itu, tadi di TikTok, lucu. Gue terngiang-ngiang sama kontennya, Dit," jawab gue berdusta. Kebenaranya gue tidak memegang hp saat ini juga. Karena memang keputusan di sekolah tidak diperbolehkan membawa hp.

"Tadi? Emang lu bawa hp, Ar," tanya Dita curiga ke gue. Gue memikirkan cara untuk kabur dari pertanyaan itu. Gue juga kalau beralasan tidak kira-kira, hingga melupakan adat di sekolah kita terkait dilarang membawa hp di sekolah, kecuali saat mata pelajaran Kesenian, dan Olahraga saja. Serta tambahan saat ada praktikum, jika diperlukan.

"Tadi malam Dit maksudnya. Terus sampai hari ini gue inget terus dong gue."

"Oh, gitu, ya. Lu kenapa kacau begitu seragamnya? Dan ini apa? Bekas noda apa ini," tanya dia ke gue. Dita peduli ke gue, gue semakin baper, tapi gue tahan sekuat mungkin agar air mata ini tak jatuh. Entah datang dari mana, sakit itu kembali di dada gue saat teman gue pedulikan gue.

"Lu kenapa, tangan lu dingin banget," tanya gue ke Dita mencicit lirih.

"Oh, tadi gue menyatakan perasaan pada seorang lelaki tapi dia menolak gue."

"Huh! Siapa dia? Mana orang yang berani menyakiti hati lu. Dia belum tahu gue kali, ya," balas gue bertenaga.

"Haha, lu kenal kok, orangnya."

"Ah, yang bener lu?"

"Udah lah, lupakan." Gue menuruti perintah teman dekat gue ini. Gue sempat berpikir tentang kami. Nasib kita sama Dita... Andai lu juga mengerti gue dan bisa memahami gue tidak sekadar di permukaan gue saja.

Pelajaran hari itu berlalu begitu saja, tapi gue tidak pulang. Gue mengikuti ekskul beladiri di sekolah dari Inkai. Gue meluapkan segalanya di sana hingga tanpa sengaja gue memukul tanpa kontrol yang membuat tepian mulut teman berlatih gue sedikit robek di bagian mulutnya.

"Maafin gue, Kak San." Gue meminta maaf dengan tulus pada senior gue. Dia orang yang selama ini selalu melatih gue untuk berkembang bahkan, dia juga yang membuat gue percaya diri di sekolah. Saat gue di panggil isotop dan tomboi. Hingga julukan isotop membuat gue sayang-tidak mau melepasnya.

"Udah, nggak papa," balasnya. Dia bernama Sandi.

"Tapi mulut lu, Kak?" tanya gue khawatir. Gue melihat darah di pinggiran mulut tepat di antara mulut atas dan bawah. Gue hari ini benar-benar kacau hanya karena kelas X5. Tidak! Gue tidak tahu apa alasanya. Apakah benar karena kejadian di X5 atau karena Tokichi. Kak Sandi mengatakan bahwa dia sudah biasa mengalami hal seperti itu, karena memang gue selalu melukai dia sebagai murid baru. Tapi, gue sudah menjuluki diri gue sebagai atlet karateka–Inkai. Gue pernah berusaha menyelesaikan kata dalam gerakan beladiri karate ini saat akan membanting tubuh Kak Sandi, namun, gue tidak kira-kira. Akhirnya dia harus cedera, dan masih banyak lagi kesalahan gue seperti saat latihan dalam berpasangan dengannya, gue selalu memukul tanpa kontrol hingga terkena bagian vital. Kak Sandi pernah marah ke gue, dan gue mendengarnya, lalu gue berubah hingga mahir tapi, hari ini gue mengulangi kesalahan itu lagi. Gue yang tidak fokus atau memang gue yang ceroboh.

Tori Romance || •DjadukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang