19. Kepergian Mereka

49 23 1
                                    

Pagi ini ada dua kabar sekaligus yaitu, kabar baik dan kabar buruk. Kabar buruknya Tokichi tidak pernah menyambut gue lagi di kelas, dan dia tidak lagi mengharapkan pertunangan ini. Gue melihat dari jari jemarinya yang kosongan permanen. Lalu kabar baiknya Dita masuk kelas ujian semester ganjil. Pelaksanaan ujian dilaksanakan hari ini, ternyata grup perdamaian kemarin dibuat untuk memberikan kunci jawaban—ujian semester ganjil. Ajaibnya dua kelas yang berseteru itu kompak pada saat ujian berlangsung. Gue sama Dita ikut saja. Sebenarnya dalam hati gue, kalo sekolah seperti ini terus, kapan gue majunya, tapi kalo gue sok, jual mahal, gue juga gak, pinter-pinter amat, menurut gue. Serba salah gue disini, disisi lain gue tidak suka cara kotor, disisi lain juga gue butuh, hehe.

Dua mata pelajaran ujian hari ini—Biologi—Kimia, gue satu kelas dengan Dita karena sesuai abjad. Sesekali gue melihat Dita saat mengerjakan ujian. Gue mau memastikan apakah dia baik-baik saja atau melemah kembali. Ujian jam pertama selesai, mereka bergegas untuk mempersiapkan kunci jawaban ujian kedua di dalam grup. Gue tidak terlalu aktif dan lebih suka membuka buku tulis gue. Gue berinisiatif, jika nanti saat ujian kimia dimulai dan mulai buntu, gue akan membuka bocoran itu. Gue melihat anak-anak mengumpulkan hp mereka dalam satu kelompok bergilir agar tak dicurigai guru. Kunci itu berupa dokumen excel yang kemudian ditulis di lembar kecil yang mereka siapkan. Gue juga sudah menyiapkan hp gue tapi untuk nanti. Bocoran itu hanya akan keluar saat hari ujian berlangsung sebelum masuk jam mata ujiannya. Gue tidak takut jika hp gue disita guru. Gue berharap ketahuan agar gue bisa membongkar grup itu. Namun, harapan gue pupus, rencana gue gagal. Dan gue melaksanakan ujian hari pertama ini lancar jaya.

Keesokan harinya, saat gue sampai di sekolah suasana tenang tanpa keributan. Tokichi juga tidak pernah datang di hadapan gue. Kita semua fokus pada ujian ini meskipun masih semester ganjil yang mana akan ada semester genap untuk kenaikan kelas penjurusan.

"Ar," seseorang menepuk pundak gue.

"Eh, Raka. Kenapa, Ka?"

"Di kelas sebelah kemarin gue melihat Tokichi sama Naira," ungkap dia yang mana, Raka melihat Naira dari X5 satu kelas dengannya. Sedangkan Tokichi di kelas lain dengan X3. Meskipun sesuai abjad tapi dalam satu kelas diacak dengan kelas X lain.

"Oh, biarkan sudah. Mereka, kan, memang pasangan serasi," kata gue mengindahkan kedua pasangan itu. Raka terkejut melihat reaksi gue, dan pergi begitu saja. Ujian hari ini juga berjalan baik. Ada Fisika dan Bahasa Inggris. Gue lagi-lagi tidak ketahuan, gue juga heran. Apalagi gue menaruh hp gue diatas bangku. Gue malah menggunakan kesempatan ini baik, gue pun tidak di tegur!

Hari ketiga ujian Matematika dan Bahasa Indonesia. Lagi-lagi ujian berjalan dengan lancar tanpa hambatan, bocoran pun dengan mudah didapatkan tanpa rintangan apapun. Hari keempat ada ujian mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Geografi. Hari kelima ujian Sejarah saja karena muslim sholat Jumat. Kita pulang saat sebelum jam 11.00 WIB. Gue di rumah, gue tetap belajar selama lima hari ini. Gue berinisiatif untuk hari keenam besok akan bertanya ke guru kenapa tidak ada razia hp sebelum ujian dimulai.

Hari keenam tepat di hari sabtu ini mata pelajaran ujian sekolah gue adalah, Ekonomi dan Sosiologi. Dari kejauhan gue melihat guru ekonomi yang baru saja sampai. Hari ini gue sengaja berangkat pagi-pagi sekali sekalian belajar.

"Pak Di," panggil gue yang sudah menunggunya keluar dari ruang absen guru—checklock. Beliau bernama Pak Didit. Teman-teman memanggilnya dengan Pak Di.

"Eh, Ar. Ada apa?" jawab beliau ramah. Memang beliau dikenal sebagai orang yang ramah dengan murid-muridnya. Gue mencoba memberanikan diri, menata ucapan gue dan gue berpikir sebelum kata-kata keluar dari lisan gue.

"Maaf Pak, tidak ada razia, ya?"

"Eh... kamu tidak tahu? Bawa hp boleh, kok, Ar."

"Huh, yang benar, Pak."

Tori Romance || •DjadukWhere stories live. Discover now