34. | Perubahan

72 59 3
                                    

"Jujur adalah sebuah kunci dari hubungan yang langgeng. Kalau lo nggak bisa jujur, hubungan lo bakalan beresiko."

~Fahreza Akbar~

****

Malik pun bangkit dari duduk nya dan langsung menghampiri mamah, ia terkejut ketika mencium bau alkohol dari tubuh mamah nya.

"Ibu habis darimana?" Tanya Malik khawatir.

"Kamu nggak usah nanya nanya!" Mamah menghempaskan tangan Malik yang ingin membantu nya.

"Malik khawatir, bu. Ibu kenapa bisa kayak gini?"

"Kamu itu bukan anak saya, kamu itu hanya anak dari saudara saya! Jadi, kamu nggak hak buat negur saya. Ngerti?!!" Bentak mamah.

Malik terdiam mendengar hal itu, ia tak pernah menyangka akan mendengar kalimat itu dari mulut seseorang yang sangat ia sayangi bahkan sudah ia anggap sebagai orangtua nya sendiri.

Maria yang mendengar keributan itu pun langsung berlari ke bawah dan mendapati mamahnya yang sedang berjalan oleng, ia dengan cepat menangkap mamahnya akan tetapi ia didorong hingga terjatuh oleh sang mamah yang berakibatkan kepala Maria terkena lemari laci dan keningnya berdarah.

"Maria, lo nggak apa apa?" Favian menghampiri Maria dengan khawatir.

Malik mengepalkan tangannya dengan kuat ketika melihat kening Maria mengeluarkan banyak darah, ia duduk di depan Maria sembari mengusap kening Maria dengan lembut.

"Sakit?" Tanya Malik penuh getar.

"Enggak, kak." Maria menggelengkan kepala nya.

"Kalau ibu marah sama Malik, silahkan. Tapi jangan pernah melampiaskan semua itu sama Maria, bu." Ucap Malik dengan suara yang getar.

"Tanpa ibu marah pun, Maria udah ngalamin hal yang berat tapi apa ibu peduli sama masalah Maria?" Tanya Malik dengan rasa yang campur aduk.

"JAGA BICARA KAMU, MALIK!" Marah mamah.

"Malik sudah berusaha untuk sopan sama ibu, tapi Malik nggak bisa tinggal diam lagi kalau liat Maria sampai ngeluarin darah kayak gini!" Marah Malik.

"Dia itu anak saya! Kamu tidak ada hak untuk ikut campur soal keluarga saya, kalau kamu tidak tahan lagi silahkan kamu pergi dari sini!" Marah mamah.

Mamah pun berjalan menghampiri Maria dengan wajah marah, Maria tampak mulai ketakutan dengan sekuat tenaga Favian mencoba memeluk dan melindungi Maria.

"Dasar anak kurang ajar! Bisa bisa nya kamu mirip seperti ayah kamu yang udah mati, saya capek! Setiap hari harus mengingat lelaki yang sudah mati itu, ini semua salah dia bukan salah saya." Mamah tanpa sadar menjambak rambut Maria, Malik dan Favian yang melihat itu dengan cepat menyingkirkan mamah.

Maria hanya bisa menangis didalam pelukan Favian, ia tak menyangka bahwa sang mamah yang sangat ia sayangi bisa setega itu dengan dirinya.

"Favian, lo bawa dulu Maria pergi. Ibu biar jadi urusan gue." Ujar Malik

Favian pun mengganguk dan langsung membawa Maria pergi.

****

Ditengah malam yang sepi itu, Maria dan Favian berjalan mengelilingi kota dengan mobil Favian. Maria tampak lesu dan dengan mata yang sembab, ia hanya menatap ke arah luar.

"Maria." Panggil Favian tetapi Maria menghiraukannya.

"Maria, udah jangan nangis lagi." Ucap Favian sembari menggengam lembut jemari Maria.

HARSA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang