29 || ROOFTOP

555 70 9
                                    

Penasaran? Tidak.

Reta hanya mencoba berpikir menggunakan logika. Bagaimana bisa orang-orang beranggapan jika Kaden kekasihnya adalah mantan pacar Brianda? Reta tidak pernah melihat Brianda menempel pada Kaden atau pun sebaliknya. Sungguh. Reta berani bertaruh jika informasi yang ia dengar atau desas desus bau busuk dari mulut para cewek di toilet tadi hanyalah rumor kadaluwarsa.

Tapi rumor yang Reta maksudnya di perkuat dengan ucapan Gemala waktu itu. Sabar, Reta tidak akan bertanya sekarang. Lagian, ini baru awal pacaran. Reta tidak ingin hubungannya dengan Kaden rengang.

"Lama banget Reta, cepatan dikit dong."

Kaden mulai tidak sabaran. Sedari tadi Reta belum juga menyelesaikan catatan matematika. Kaden sudah bilang jika lebih baik di lanjutkan di rumah saja agar tidak memakan waktu istirahat makan siang mereka, tetapi Reta menolak dengan alasan tidak mau sibuk saat pulang sekolah.

"Kan gue udah bilang, makan aja gue masih kenyang. Batu banget lo." Reta ikutan kesal, dari nada bicaranya Kaden bisa menebak walau wajah Reta tidak terlihat begitu.

"Tapi gue maunya bareng. Kita kan pacaran," sahut Kaden menjelaskan.

"Iya, ini dikit lagi kok."

Kaden mendesis tak karuan. "Dikit apanya ini masih banyak, tuh!" Di tunjuknya pada catatan cewek itu.

"Kaden jangan bikin gue marah ya, gue lagi catat. Lo kalau mau makan sendiri aja sana. Malas gue sama lo."

Reta kembali fokus pada catatan, sedang Kaden sudah cemberut. "Etaaaa ... ."

Jurus Kaden yang ini paling sering digunakan dan terbukti mampu menarik belas kasihan Reta.

Terpaksa Reta berhenti sejenak memandang Kaden di sebelahnya. "Apasih, Dennnn? Dibilang juga gue masih catat."

"Ayolah ...," bujuk Kaden sembari menarik pelan lengan cewek itu. "Ta ... ."

Tatapan sinis Reta berikan. Kaden persis Tama yang tidak di beri ijin main jauh dari rumah.

"Ya udah, ayo!" Reta lalu membereskan alat tulis dan buku. Tidak juga menaruh dalam tas dia langsung berdiri di ikuti Kaden.

"Mau pamer pacar. Biar orang-orang tau lo pacar gue." Kaden berucap tiba-tiba. Reta hanya mendengkus, membuat Kaden menarik tangan cewek itu untuk melingkar di lengannya. "Gandengan dong."

Jelas Reta memutar bola mata. "Lo kayak anak kecil tau nggak?"

"Biarin, sama pacar gue juga. Emang salah?"

Kaden sombong sekali. Cowok itu bangga jika memiliki sesuatu. Reta menarik napas pasrah, mencoba memahami Kaden yang sudah ia hapal tingkah lakunya.

"Sebentar main ke apart gue, ya?"

Reta menggeleng. "Kapan-kapan Den. Gue lagi malas."

"Masa malas?" Kaden tidak terima. "Kan kita pacaran Ta."

"Tapi nggak sekarang Den. Gue belum bisa lagi banyak kesibukan."

"Sibuk apa emangnya?"

"Ada."

"Sibuk apa?"

"Den! Lo bisa nggak sih jangan makasain gue?!"

Reta mengamuk tiba-tiba. Oh bambang. Harusnya Kaden tau jika Reta sedang datang bulan. Satu yang harusnya semua laki-laki ketahuai, jangan mencari perkara pada perempuan yang sedang pms atau nyawa anda taruhannya.

Kaden lumayan kaget. Dia memandang Reta yang baru saja menghempas kasar tangannya dan berlalu pergi lebih dulu. Perempuan itu marah?

Walau begitu Kaden tetap dengan santainya mengekori Reta hingga ke kantin. Dia memesan dua porsi nasi goreng dan tidak langsung menghanpiri Reta di meja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MAURETATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang