Bab 76

3.1K 599 538
                                    

"Temen-temen, nanti sore kita sempetin buat liat bayinya Mas Heri ya. Sesuai kesepakatan, perwakilan aja yang berangkat." Ares pagi itu mengingatkan di briefing. "Nanti kita berangkat jam empat, biar bisa pulang sebelum Maghrib. Kan nggak enak bertamu pas Maghrib. Ais, yang jadi berangkat udah fix?" Ares melempar pertanyaan pada Ais yang kemarin sudah membeli hadiah untuk bayi Heri dari uang sumbangan mereka.

"Sudah fix Pak," jawab Ais sambil kembali mengecek grup chat untuk melihat siapa saja perwakilan yang ikut melihat bayi Heri.

Yang ikut jenguk bayi Mas Heri👶
1. Ares
2. Sodiq
3. Billy
4. Ais
5. Brili
6. Sammy
7. Ratih
8. Dona

"Dona cuti Bund," ralat Ratih, "udah aku konfirmasi katanya nggak jadi ikut."

Sodiq segera melirik Sammy, begitu juga Billy yang melempar lirikan pada penghuni grup Ahjussi❤Ahjumma.

"Oke, kalo nggak ada lagi kita tutup aja briefing-nya. Makasih temen-temen." Ares menutup briefing pagi itu kemudian kembali ke ruangannya.

Sodiq baru saja kembali ke mejanya saat Billy dengan sikap tenang duduk di hadapannya.

"Pak Sodiq ciamik kalo ngatur hari...." Dengan sedikit berbisik Billy melempar pujian. Tempo hari, Sodiq sengaja membujuk Ais untuk memundurkan hari menjenguk bayi di hari ini, tepat saat Dona cuti. Tentu saja rencana cuti Dona mereka ketahui dari Ratih, yang membagikan surat cuti Dona yang sudah disetujui Ares.

"Kan kita mau nonton mereka berdua. Kalo si Eonnie ikut, kita jadi nonton dia caper." Sodiq memperjelas tujuan mereka.

"Iya Pak, lagian kalo dia ikut ngerusak suasana aja." Billy terkekeh pelan.

Kebetulan, sore nanti seluruh team leader menghadiri refreshment dengan Nirvan Nadipati di aula. Para staf lainnya, kebetulan juga tidak ingin ikut karena merasa perwakilan dari departemen mereka sudah cukup. Memang tidak mungkin satu departemen beramai-ramai mengunjungi rumah Heri. Selain itu menurut pengakuan Januar, rumah Heri juga tidak terlalu besar dan masuk ke dalam gang. Tentu saja para staf juga mempertimbangkan agar niat baik mereka tidak mengundang perhatian mencolok dari tetangga sekitar.

"Pas kan cuma kita aja." Cengiran jahil Sodiq mengembang.

"Pak... nanti kalo misal Ahjussi nawarin, 'siapa yang satu mobil sama aku?', kita semua harus satu mobil Pak," cetus Billy, "aku pingin liat gimana Ahjussi sama Ahjumma salting-saltingan hi hi hi hi."

"SETUJU." Sodiq menahan kekehan tawanya.

"Eh Mas Januar ikut kan?"

"Ikut lah. Dia kan nyupir...."

Sore itu menjelang jam empat, Ais yang dibantu Ratih sudah mempersiapkan kado untuk bayi perempuan Heri. Sebuah gelang emas dan printilan tambahan seperti aneka kebutuhan bayi, juga hampers khusus dari Ares yang terlihat begitu cantik dan mencolok.

Billy juga Brili sudah mematikan komputer, begitu juga Sodiq yang memilih melanjutkan sisa pekerjaannya esok hari.

"Yuk berangkat." Ares muncul dari dalam ruangannya.

Ratih tertegun sejenak saat melihat Ares sudah menanggalkan dasi dan sudah menggulung lengan sampai siku. Duh, ganteng sekali calon suami Bundo, ia membatin dalam hati. Ia yakin, bukan hanya dirinya yang diam-diam kerap memuji. Pasti seluruh staf perempuan di sini juga demikian. Ratih jadi ingat, saat pertama kali Ares datang ke departemen ini dan memperkenalkan diri pada sesi briefing pagi, ia dan para staf perempuan saling berbisik memuji ketampanan Ares.

Ratih masih ingat bisikan yang saat itu mampir ke telinganya.

"Ini bos kita?"

"Hah? Beneran ini?"

POINT OF VIEWWhere stories live. Discover now