Diam - diam suka

120 19 1
                                    

Gue memperhatikan lelaki yang menyapa Daniar tadi di lift dengan diam - diam, melihat mereka bercengkrama seperti sahabat lama membuat jantung gue berdebar lebih cepat dari biasanya, gue nggak pernah merasakan hal yang namanya cemburu karena hampi...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue memperhatikan lelaki yang menyapa Daniar tadi di lift dengan diam - diam, melihat mereka bercengkrama seperti sahabat lama membuat jantung gue berdebar lebih cepat dari biasanya, gue nggak pernah merasakan hal yang namanya cemburu karena hampir tidak peduli dengan sekitar saat di kampus, dan lelaki bernama Wira itu sungguh bisa membuat Daniar tertawa.

Diam - diam gue melangkah mendekati ruangan Janice sambil berpura - pura mengelap kaca jendela, samar - samar gue mendengar suara Mbak Janice yang ikut tertawa di sana, "jadi, lo mau gue nikahin lo?" gue masih disana menunggu jawaban entah pertanyaan itu ditujukan untuk siapa. Lalu gue mendengar suara lelaki itu menjawab, "yaa itu kan keinginian orang tua kita, kalau gue sih maunya nikahin Daniar," ucap lelaki itu sambil tertawa, dan baru kali ini tertawa Daniar terdengar amat renyah, "sorry ya, kaya lo nggak tau gue aja, Wir," balasnya.

Pintu terbuka dan gue buru - buru kembali duduk di kubikel gue yang jaraknya tidak terlalu jauh dari ruangan Mbak Janice. Pria bernama Wira itu keluar dari ruangan Mbak Janice dengan senyuman yang lebar lalu mencium pipi Daniar, bahkan Daniar tidak marah.

Katanya nggak suka, tapi dicium nggak nolak, sebenernya kamu tuh suka atau nggak?

Tidak lama Mbak Janice pun keluar dan mengangguk sopan sambil memeluk lelaki itu dengan berjinjit, tingginya mungkin hampir 190 cm. Sekilas Mbak Daniar menoleh kearah gue dan gue pura - pura untuk membaca sebuah jurnal yang ia berikan tadi di mobil.

"Jendra, list yang saya suka sudah saya kirim ke kamu, ya."

Gue melongo, "mbak, bukannya mau nanti malam dikirimnya?"

"Iya, tapi meeting saya udah selesai dan saya sudah tidak ada pekerjaan lagi," balasnya.

Tiba - tiba saja Mbak Janice ikut nimbrung saat ia kembali terlihar setelah mengantar lelaki itu sampai lift, "kata siapa kerjaan lo udah beres, Dan." Kening mba Daniar berkerut, "apaan?"

"Gue baru ditelepon oleh papa, katanya salah satu dari mahasiswanya terkena narkoba," gue langsung berdiri setelah mendengar mbak Janice bercerita.

"Sorry mbak kalau saya nyela, mahasiswa profesor Seno rata - rata kenal sama saya, kalau boleh tahu, siapa nama mahasiswa tersebut?"

"Namanya Desta Gundala, kamu kenal?"

Seakan disambar petir di siang bolong, lutut gue langsung lemas dan terduduk dengan wajah yang sulit diartikan, kemudian mbak Janice dan Mbak Daniar menghampiri gue lalu mbak Daniar bertanya, "muka kamu kenapa berubah jadi pucat? Kamu kenal dia?" pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan ke arah gue yang masih mencerna semuanya agar menjadi lebih jelas. Buru - buru gue mengambil ponsel dan menghubungi nomor Desta yang tidak aktif bahkan tidak bisa dihubungi, tidak lama gue memeriksa isi grup yang ternyata sudah ramai.

Geng K.U.H.P

Tito Redinansyah  : Jendra, lo di kantor kan? Desta, Dra. Dia ditangkap.

Hardin Angkasa     : Sumpah, gue kaget terus desta nggak bisa dihubungin.

Eyes On YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang