33| Persalinan

158 23 10
                                    

Terhitung sudah tiga hari Septian tidak berada di rumah. Zifa benar-benar khawatir. Seharusnya hari ini Septian sudah pulang, sesuai yang ia katakan di telvon kemarin sore. Namun sampai tengah malam suaminya itu bahkan belum menunjukkan tanda-tanda kepulangannya. Zifa mencoba menghubunginya, namun sejak tadi pagi ponselnya tidak aktif membuat pikiran Zifa semakin tidak karuan.

Malam ini Zifa memutuskan tidur di rumahnya sendiri setelah dua malam kemarin ia tidur di rumah Melody. Sebenarnya Melody melarangnya, namun Zifa tetap kukuh. Ia beralasan ingin mempersiapkan makanan kalau saja nanti Septian tiba-tiba pulang.

Jam dinding sudah menunjukkan hampir pukul satu malam, namun Zifa belum juga memejamkan matanya. Zifa mengambil kemeja milik suaminya di dalam lemari dan merebahkan tubuhnya di tempat yang biasa di tiduri oleh Septian.

Zifa menangis sendirian sambil memeluk kemeja milik Septian. Zifa menciumi kemeja itu, menghirup aroma tubuh suaminya yang menempel di sana.

"Pulang, Mas. Zifa kangen." gumam Zifa di tengah keheningan malam.

Sebenarnya sejak tadi pagi badan Zifa sudah terasa sangat sakit. Ia merasakan ada pergesekan di dalam perutnya dan Zifa juga sudah mulai tidak kuat beraktifitas. Sedari tadi ia berkali-kali istirahat karena perutnya benar-benar terasa berat.

Zifa mengelus perutnya sambil meringis pelan. "Kenapa rasanya perutku semakin tidak nyaman. Apa aku mau melahirkan?"

Zifa beberapa kali mengubah posisi tidurnya, namun rasanya masih sama saja. "Ya Allah, Nak. Tunggu ayahmu ya, jangan lahir dulu."

Zifa berkali-kali menarik napasnya, mencoba menahan rasa tidak nyaman itu. Zifa menarik bantal untuk mengganjal perutnya sembari terus mengelusnya.

Semakin lama rasa sakit itu semakin tidak karuan. Zifa bahkan semalaman tidak bisa tidur karena perutnya benar-benar menyiksanya. Hingga sekitar pukul lima pagi, Zifa menangis. Kali ini ia sudah tidak tahan lagi.

"Ya Allah, sakit." rintih Zifa sambil terisak.

Zifa menyibak selimutnya dan berusaha bangkit dari tidurnya. Zifa duduk di tepian ranjang sambil menangis. Zifa berusaha berdiri, namun tubuhnya tumbang. Zifa langsung merosot dan terduduk di lantai.

Zifa mengerang kesakitan sambil meremas dasternya kuat-kuat. Sekujur tubuhnya terasa kaku dan dirinya benar-benar sudah tidak berdaya lagi.

Sementara itu, di rumahnya, Melody tiba-tiba merasa cemas dan kepikiran Zifa. Melody yang tengah bersiap untuk masak itu lantas beranjak keluar dari dapur dan menemui Adam, suaminya yang tengah menggendong anak mereka.

"Mas, aku mau ke rumah Zifa dulu ya, perasaanku tiba-tiba gak enak."

"Masih pagi ini, sayang."

"Gakpapa, bentar aja."

Melody berlari kecil. Ia lewat belakang rumah dan masuk ke rumah Zifa lewat pintu belakang yang langsung terhubung ke dapur. Melody meneriaki nama Zifa beberapa kali, namun sama sekali tidak ada sahutan.

Melody langsung berlari ke atas dan betapa terkejutnya Melody saat melihat Zifa sudah tergeletak di lantai.

"Zifa!"

Melody langsung berlari mendekat. Zifa meremas tangan Melody sambil menangis. "Mel, tolong, Mel. Perutku sakit banget, Mel."

Melody seketika panik saat melihat ada darah yang keluar dari selangkangan Zifa. "Ya Allah, Zifa. Ini kamu mau ngelahirin. Tunggu sebentar, aku panggil Mas Adam dulu."

Melody langsung berlari kembali ke rumahnya dan memanggil suaminya. Melody mengambil alih anaknya dari gendongan Adam dan mereka langsung bergegas ke rumah Zifa.

My Om Husband || Lee Heeseung & KarinaWhere stories live. Discover now