S A M : [45]

58 2 0
                                    

Hai

Udah lama banget ga up ya?

Soriiiii

Sekarang, happy reading yaaa!!



Alvandi dan dokter itu sudah sampai di ruangannya. Dokter menyuruh Alvandi duduk dan langsung memberikan amplop yang katanya ditemukan di saku jaket Reiki.

"Ini apa, dok?" tanya Alvandi bingung.

Dokter itu tersenyum. "Buka saja."

Alvandi melihat tulisan di luar amplop itu. For U, Aela Avandi. Itu lah kalimat yang ada di luar amplop tersebut.

Betapa terkejutnya Alvandi saat membaca surat tersebut. Kecewa rasanya saat membaca isinya. Marah, kecewa, sedih, semuanya tercampur.

"Lo tega, Ki," lirihnya.

Dokter tersebut mengusap bahu Alvandi. "Takdir tuhan tidak bisa di ubah."

"BISA! Gue tau kalo dia pura-pura mati, dok!" Alvandi berteriak hingga mengundang perhatian orang-orang yang berlalu lalang di depan ruangan dokter tersebut.

"Sudah. Takdir tidak ada yang tahu." Dokter itu berucap seakan-akan ia tahu perasaan kecewa Alvandi.

"Dokter." Alvandi menatap kedua mata dokter tersebut dengan penuh harapan.

"Aela, tidak ada kebohongan di sini." Dokter itu menatap manik Alvandi kasihan.

"Gak mungkin kalau Iki mati, dok," lirihnya lagi.

"Aela, kematian seseorang ada di tangan tuhan," ucap dokter tersebut.

"Gue Alvandi! Bukan Aela! Yang boleh panggil gue Aela cuma Iki!" Alvandi menyentak dokter tersebut.



"Udah dong, Al." Dima berusaha membujuk Alvandi untuk berhenti menangis.

Reyan yang sedang memeluk Nazila hanya bisa memandang Alvandi khawatir. Wajahnya terlihat pucat karena sudah 3 hari semenjak Reiki di makamkan, Alvandi tidak makan. Ia hanya minum, minum, minum, dan minum.

"Abang, jangan nangis terus," lirih Ale yang terlihat sangat khawatir pada Alvandi.

Alvandi menatap Ale sedih. "Iki ninggalin aku," ucap Alvandi di sela tangisnya.

Ale hendak memeluk Alvandi, tetapi Alvandi malah pingsan yang membuat Dima dan Ale panik. Reyan segera menelpon Kevin untuk memeriksa Alvandi.

"Bang, kira-kira si Al harus kita apain ya biar mau makan?" tanya Reyan ada Kevin.

"Dim, ambil gih di rumah air infusan sama jarumnya. Ada di tas abang yang warna merah," titah Kevin.

"Bang! Gue nanya loh ini," ujar Reyan cemberut.

Kevin terkekeh. "Iya, Rey. Paksa aja kalo bisa, kalo gak bisa, biar terus aja pake air infusan. Atau nanti abang bujuk deh," ucapnya.

Reyan mengangguk senang. Dan Dima pun langsung berangkat setelah memakai sweater nya.

"Kevin," panggil seseorang yang baru saja datang ke apartemen itu.

Reyan melihat orang itu dan tersenyum senang. "Mas," sapa Reyan sopan.

"Mas Rava?" Kaget Kevin karena mengetahui jika Rava ada di apartemen itu. "Kenapa gak di RS?" tanya Kevin karena ini masih jam bekerja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SI ANAK MOTORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang