Bab 34

72 11 0
                                    

"Manusia memang menanggung dosanya sendiri-sendiri, tetapi terkadang dosa manusia juga disebabkan oleh kita."

(Sheikh Ahmad bin Abdul Azis Al Hafidz)

♡♡♡

SELAMAT MEMBACA

♡♡♡




   Sheikha Aisha pergi dari hadapan suaminya setelah bertemu di depan ruang makan, dengan diikuti 4 orang pelayan pribadi. Tiba-tiba ponsel milik Sheikha Aisha di tangan salah satu pelayannya berbunyi.

   "Sheikha, ada yang menelpon." Pelayan tersebut menyerahkan ponsel kepada Sheikha Aisha.

   Sheikha Aisha melihat nama orang yang menghubunginya, ia menatap satu persatu dari 4 pelayan pribadinya. "Jangan mengikuti saya."

   Setelah mengatakan hal tersebut, Sheikha Aisha berjalan memasuki kamar. Panggil tidak langsung ia jawab, bahkan sudah 2 kali mati.

   Pada panggilan ketiga, baru Sheikha Aisha menjawab.

   "Ass—" salam Sheikha Aisha langsung terpotong.

   "Wa'alaikumsalam," jawab salam dari sebrang, padahal Sheikha Aisha belum menyempurnakan salamnya.

   Orang yang sekarang menelpon Sheikha Aisha, merupakan seseorang yang hanya memiliki sedikit kesabaran.

   "Mengapa kamu ingin Ahmad untuk poligami?" tanya dari sebrang dengan nada geram.

   Sheikha Aisha duduk di sofa, pandangannya menatap foto pernikahan ia dan sang suami. "Aku tidak bisa memberikan cinta untuk suamiku, Abang."

   "Cuman karena itu?" tanya Alexander dari sebrang dengan tidak mengerti dengan jalan pikiran adiknya.

   "Iya," jawab Sheikha Aisha lirih.

   "Mama kita juga tidak langsung bisa mencintai balik baba, bahkan saat aku telah lahir kedunia ini," kata Alexander menghela napas.

   Sheikha Aisha terdiam, ia tahu bagaimana kedua orang tuanya bisa menikah. Tapi, ia tidak tahu bahwa sang mama belum bisa mencintai babanya sampai sang Abang lahir kedunia.

   "Untunglah, kamu bisa hadir dalam rahim mama yang sudah dapat mencintai baba," lanjut Alexander terkekeh dari sebrang, "sayangnya baba yang tidak menerima kehadiranmu."

   Sakit, itulah yang dirasakan oleh Sheikha Aisha setiap kali mengingat tentang ayah kandungnya. Di mana ia dan sang mama harus hidup berpindah-pindah tempat bahkan negara.

   "Nyawa perempuan yang ingin menjadi istri Ahmad ada di tanganmu, Dek," kata Alexander kembali.

   "Maksudnya?" tanya Sheikha Aisha dengan heran.

   "Kalau kamu ingin menjadikan salah satu dari mereka madumu, jangan salahkan aku bila mereka tidak akan hidup lama di dunia ini," jawab Alexander dengan nada rendah dari sebrang.

   "Abang, jangan gila!" pekik Sheikha Aisha kaget dengan perkataan sang abang.

   "Kalau begitu, buatlah mereka tidak bermimpi untuk berada di posisi yang sama dengan dirimu, Aisha The Adams."

MAHABBAH Putra Mahkota Al Hafidz (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang