"Kaiza?" Kaiza menoleh ke depan ketika mendengar suara asing memanggilnya.
Ia disuruh pulang dengan tentornya, karena tidak bisa melanjutkan lesnya dengan kondisi tubuh yang seperti yang kurang sehat. Sebelum pulang ia ingin berlama - lama di jalan agar sampai di rumah saat jam pulang les.
Jadi ia memutuskan untuk mampir sebentar ke minimarket dekat lesnya, namun lihat sekarang? Ia malah bertemu dengan dua orang yang akhir akhir ini ia hindari. Kenapa mereka harus bertemu ketika keadaan Kaiza kacau?
Kaiza menarik jaketnya, berusaha menutup baju dalamnya yang terkena darah. Ia berjalan melewati kedua orang itu untuk ke motornya, dari jalan dan ekspresi wajahnya saja Liam tau Kaiza tidak baik - baik saja. Dan apa itu? Liam melihat bercak merah di bajunya, apa yang anak itu habis lakukan?
Liam memutar tubuhnya memandang Kaiza, ia gatal ingin bertanya keadaan Kaiza. Namun melihat Kaiza yang bahkan tidak ingin melihat ke arahnya itu, membuat mulutnya kelu untuk sekedar mengeluarkan satu kalimat.
Kaiza berlalu dari sana tanpa sepatah kata apapun, membuat Liam tertegun. Hatinya terasa di remat - remat sesuatu. Apa kini mereka kembali seperti awal? Menjadi asing?
"Liam? Are you okay?" Tanya Nia membuat Liam kembali menoleh dan tersenyum, ia sampai lupa sedang bersama Nia saat ini.
"Ga papa, ayo masuk" Ucapnya yang langsung di ikutin Nia.
"Habis ini mau ke rumahku dulu ga? Soalnya Mamahku lagi buat cookies, dan dia nyuruh aku bawa Kakak. Emm... Soalnya dia tau Kakak, karena aku sering cerita" Ucap Nia sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, Liam berfikir sejenak ia tidak enak jika harus menolaknya.
"Boleh deh" Nia tersenyum senang mendengar jawaban itu.
-
Kaiza merasa sesak di dadanya ketika melihat sosok Liam yang kesana - kemari bersama adik kelasnya itu, kenapa pula mereka harus sering bertemu ketika Kaiza berusaha menghindari keduanya?
Kaiza menaikkan kecepatan motornya, sakit di kepalanya semakin mencuat membuatnya perlahan mulai hilang kesadaran di atas motornya. Ia berusaha menyadarkan pandangannya ketika jalan begitu kabur di matanya.
Kaiza mengucek matanya sebentar agar bisa menetralkan pandangannya, namun saat ia tidak fokus pada jalan, motornya itu sudah berjalan menuju lawan arah.
Sebuah mobil dari depan melaju begitu kencang ke arahnya. Saat Kaiza mengangkat pandangannya ke arah jalan, ia sudah tidak sempat mengelak lagi ketika mobil itu menghantam keras motornya membuat dirinya terpental agak jauh dari atas motor.
Denyut kepalanya semakin terasa sakit seakan - akan kepalanya akan meledak saat itu juga, kupingnya ikut berdengung sangat keras.
Saat itu langit yang di pandangnya terlihat begitu indah, membuatnya berfikir bahwa inilah akhirnya.
Orang - orang mulai berkumpul mengerubungi Kaiza, dan buru - buru memanggil ambulance.
"Dek .. Dekk Masih sadarkan? Dek tahan yaa, bentar lagi ambulancenya dateng" Ucap seorang Pria Paruh baya, Kaiza sudah tidak bisa mendengar jelas suara itu. Kupingnya berdengung begitu keras di balik helmnya, membuat suara - suara itu teredam tidak dapat ia dengar.
Tidak berapa lama mobil ambulance tiba, dan tubuh Kaiza langsung di angkut ke dalam mobil dibantu oleh beberapa warga yang tadi mengerubuninya.
-
Kaiza membuka perlahan matanya, ia fikir ia sudah berada di alam lain. Tapi ia sadar ketika mencium bau obat - obatan. Ia tidak tahu harus bersyukur atau merasa kesal saat ini.
Ia memegang kepalanya yang sedikit berdenyut, rasa sakit itu tak kunjung berkurang. Di tambah seluruh tubuhnya yang terasa remuk.
"Kaiza?!" Itu suara Mamahnya. Kaiza menoleh ke arah pintu, dimana keluarganya sudah sampai disana.
"Yaampun...! Kamu itu selalu buat satu keluarga kesusahan! Sekali aja kamu ga ngulah ga bisa ya?!" Marah Mamahnya, ia malas untuk sekedar menjawabnya. Bukannya menanyakan keadaannya Mamahnya itu malah sibuk mengoceh dan memarahinya.
"Mamah tuh pusing, di rumah ngurus adek abang.. dan harus kesini lagi sekarang ngurus kamu! Emang--"
"Pusing" Keluh Kaiza karena Mamahnya tidak kunjung diam.
"Udah mah, aku yang ngurus Kaiza. Mamah sama Papah kalo mau pulang, pulang aja" Ucap Aiden, anak sulung dari keluarga Lionard itu.
Aiden sudah duduk di samping Kaiza, sedangkan Mamahnya memandangnya pasrah dan menatap ke arah Lionard yang sejak tadi hanya diam.
"Kamu kenapa bisa bawa motor lawan arah?" Tanya Lionard dengan nada tegasnya seperti biasa, pertanyaan itu enggan dijawab oleh Kaiza.
"Jawab Kaiza! Kejadian di jam 4.15, kamu belum pulang les kan? Kenapa bisa kamu ada di jalan? Kamu bolos?" Amuknya, membuat Kaiza semakin pusing. Jika tidak dijawab malah akan semakin dua kali membuatnya lebih pusing.
"Pah! Mah! Udah, kalian pulang aja! Kehadiran kalian ga membantu disini"
"Diem Aiden, Papa perlu tau apa yang anak ini lakuin sampe bisa kaya gini!"
"Ga sekarang Pa! Papa ga liat anaknya lagi gimana?" Aiden tengah berapi - api ketika melihat orang tuanya terlihat sangat memojokkan adiknya.
Sejak dulu Aiden juga dituntut dengan orang tuanya sampai ia kuliah saat ini, namun yang ada di otaknya itu mungkin karena orang tuanya mau yang terbaik buat Aiden. Namun jalan fikirnya berubah melihat perlakuan berbeda antara dirinya dan adik - adiknya. Aiden kini sadar, orang tuanya sudah salah mendidik mereka.
Ibu yang terlalu pilih kasih, dan Ayah yang cenderung menuntut membuat ketiganya benar - benar tertekan. Aiden tidak ingin adik - adiknya merasakan kehidupan seperti dirinya. Ia berusaha memberi perhatian kepada Kaiza walau tidak begitu terlihat, ia berusaha membuat Kaiza menyadari bahwa masih ada dirinya yang peduli dengannya.
"Inget ya Kaiza, setelah ini Papa gamau ada kesalahan! Kamu inget apa yang Papa bilang kan?" Setelah itu Lionard menarik istrinya yang sedang menggendong anak bungsunya itu keluar dari ruangan.
Aiden menghela nafas muak, ia duduk di samping Kaiza yang tengah memandang keluar jendela. Anak itu terlihat tidak ada semangat hidup, mata yang begitu lelah itu mengatakan bahwa ia sudah bekerja keras.
"Tidur aja, gausah dipikirin omongan Papa"
"Lo ga paham" Aiden terdiam mendengar itu.
"Gue-"
"Mama selalu peduli sama lo, Papa juga. Mama ga pernah berkutik kalo lo ngomong A, B. Sedangkan Papa selalu kasih apa yang lo suka, gitu juga ke ade. Gue cuman dapet bagian dituntut aja" Keluh Kaiza, Aiden sadar adiknya begitu tertekan. Namun ucapannya tidak sepenuhnya benar, Mama dan Papanya juga menuntut hal yang sama. Ia sering dipamerkan Mamanya agar terlihat anaknya hebat, dan sibuk dituntut Papanya untuk mewujudkan anak yang hebat itu. Ia juga sama tertekannya.
"Kai.."
"Mending lo pergi, gue bisa sendiri" Aiden mengigit bibir dalamnya.
"Gue juga ngerasa hal yang sama Kai, gue berusaha buat lo ngerti kalo masih ada gue di sisi lo.. Gue mau lo ngerasain itu, tapi gue salah.. Lo terlalu buta sama rasa iri lo" Aiden berdiri dari duduknya pergi meninggalkan Kaiza.
Kaiza hanya diam memandang kepergian Aiden, kini ia benar - benar sendiri. Hanya menyisakan dirinya seorang diri. Ia menutup matanya dengan lengannya, merasakan kesunyian yang ada.
tbc ..
KAMU SEDANG MEMBACA
ADORE YOU [ENDING]
Teen FictionKaiza Lavinia begitu menganggumi Reyden Cakramawa Biantara sejak pertama kali ia masuk SMA Cipta Karya, ia selalu memikirkan sosok itu sampai rasanya membuat Kaiza gila. Sedang asik asiknya mengagumi sosok yang dia suka, kehadiran Liam Mavrendra ma...