part 46

550 63 8
                                    

Sarah tengah asik menemani Leta bermain boneka miliknya sembari sesekali melirik pada televisi yang menayangkan sebuah cartoon kesukaan Leta.

Sarah hanya diam mengamati Leta didepannya. Tapi pikirannya sama sekali tidak berada disana, pikiran Sarah masih terbayang-bayang kejadian di kamar mandi tadi. Sarah merasa sangat malu sekali.

"Lagi apa?" Suara Randi yang berasal dari belakangnya membuat Sarah tersentak. Tangan Randi mendarat dengan mulusnya di pundak Sarah.

Baru saja Sarah ingin bangun, buru-buru Randi menekan pundaknya dan tanpa aba-aba langsung merebahkan kepalanya di pangkuan Sarah.

Sarah tentu saja terkejut dan akan menyingkirkan Randi. Tapi seakan sudah mengetahui jalan pikiran Sarah, Randi langsung menggenggam kedua tangan Sarah di kecupnya bergantian.

"Jangan menghindari saya." Ucap Randi dengan pelan.

Setelah kejadian tidak terduga di kamar mandi itu, Randi memang merasa bahwa Sarah menghindar darinya. Sudah beberapa kali Randi berusaha mendekat, tapi Sarah langsung kabur dengan alibi yang dirangkainya.

Tapi kali ini tidak akan semudah itu Randi biarkan Sarah lepas.

"Saya minta maaf, saya juga tidak tau kalau kamu ada didalam sama Leta." Randi meminta maaf dengan suara paling lembut yang dimiliknya. Tidak tau apa ya, suara itu berhasil membuat hati Sarah terasa dag-dig-dug ser. Seperti ada air yang mengalir di hati Sarah, sangat adem dan nagih sensasinya.

Pipi Sarah tidak bisa dicegah untuk tidak bersemu, Sarah mengalihkan pandangannya kemana saja, asal tidak bertemu dengan netra Randi.

"Saya dimaafkan?" Randi bertanya kembali saat Sarah tidak mengeluarkan jawaban.

Randi memiringkan kepalanya menghadap pada perut rata Sarah, dan dia menenggelamkan wajahnya disana.

Sarah melotot, tidak terpikirkan sama sekali jika Randi akan berlaku demikian. Apalagi di depan mereka masih ada Leta loh. Apa bapak-bapak satu ini tidak malu ya?

"Mas." Sarah memegangi kepala Randi agar berhenti mendusel-dusel di perutnya. Sarah merasa geli saat Randi melakukan hal tersebut.

"Bangun Mas, malu dilihatin Leta." Randi menoleh ke arah anaknya berada, dan benar saja. Leta sedang menatap dengan bengong ke arah ayahnya dan Sarah bergantian.

"Maafin saya dulu." Tantang Randi. Sarah menghela nafas lalu dia mengangguk dengan pelan, menciptakan senyum di bibir Randi.

Randi pun bangun dengan perlahan dan mendudukkan dirinya di samping Sarah. Dia menyandarkan kepalanya yang masih agak pening di sofa belakang mereka.

"Papa kenapa tadi?" Ujar Leta penuh penasaran saat melihat aksi ayahnya tadi. Anak itu tidak mengerti sepenuhnya rupanya, Randi terkekeh pelan. Lalu dia memberikan penjelasan yang masuk akal bagi anaknya.

"Kepala Papa pusing tadi, jadi tiduran dulu sebentar." Alibinya. Tapi rupanya tidak semudah itu mengelabui anak bapak Randi tercinta. Pola pikir Leta sudah mulai kritis rupanya.

"Terus kenapa Papa tadi cium-cium perut Tante Sarah?" Sarah dan Randi terperengah saat mendengar pertanyaan dari anak kecil didepannya.

Sarah melirik Randi, menyuruhnya untuk menjawab sendiri. Suruh siapa bertingkah didepan anak-anak, begini kan jadinya.

"Bukan cium-cium sayang, tadi itu Papa cuma." Randi menghentikan ucapannya, tidak tau lagi harus beralasan seperti apa.

Randi menarik tubuh Leta menjadi duduk dipangkuannya. Mengalihkan anak itu lebih baik dari pada meneruskan percakapan yang tadi.

"Lihat, kartun kesukaan Leta udah mulai." Randi menunjuk pada televisi yang menunjukkan kedua bocah kembar dan teman-temannya. Dan benar saja, usaha Randi untuk mengalihkan Leta rupanya berhasil.

Leta fokus pada televisi didepannya, menyimak baik-baik tontonan disana.

Randi menoleh ke samping dan menemukan Sarah yang juga tengah menatap ke arahnya. Keduanya bertatapan, ide jahil tiba-tiba saja muncul di kepala Randi.

Tangan Randi terulur dan melingkupi pinggang Sarah, membawa mereka agar lebih merapat. Randi menurunkan wajahnya dan mata Sarah sukses dibuat melotot.

Bibir mereka hanya berjarak sedikit. Sebelum apa yang ada di otak Randi benar-benar terjadi, Sarah mencubit pinggang laki-laki itu pelan. Dan dia pun mengalihkan pandangan dari Randi menjadi ke arah televisi, mengikuti Leta.

Randi dibuat tertawa pelan. Dia masih tetap memfokuskan pandangannya ke arah Sarah. Randi tetap menurunkan wajahnya, membuat jaraknya dan Sarah semakin dekat. Dan ya, Randi berhasil mengecup bagian samping kepala Sarah, meskipun dihalangi oleh rambut.

Pipi Sarah tersipu malu. Dia melirik ke arah Leta, takut-takut jika anak itu sampai melihat, tapi untungnya saja tidak.

"Leta." Panggilan dari Randi memecah konsentrasi anaknya. Tapi tidak berhasil membuat Leta sampai mengalihkan pandangannya.

Randi berdecak pelan, heran saja melihat anaknya yang tidak pernah ada bosannya pada kartun yang telah ditontonnya berkali-kali itu.

"Apa Papa?" Jawab Leta.

Pertanyaan dari Randi selanjutnya sukses membuat Leta mengalihkan perhatian dari televisi menatap kepada Papanya.

"Leta mau Mama?" Pancaran mata Leta berbinar-binar mendengar pertanyaan Randi. Lalu kepala anak itu itu mengangguk dengan kencang, hingga membuat Sarah meringis karena takut leher anak itu tiba-tiba terkilir.

"Mau Papa. Kapan Leta punya Mama?" Leta tampaknya sudah tidak sabaran.

"Sebentar lagi." Jawab Randi mengusap lembut rambut Leta yang mulai memanjang.

"Mana Pa Mamanya?" Mendengar pertanyaan itu, Randi melirik ke arah Sarah. Tangannya yang masih ada di pinggang Sarah semakin mengerat.

Leta mengikuti arah pandangan Papanya.

"Tante Sarah mau jadi Mama Leta?" Gumam anak itu menatap bergantian pada Papanya dan Sarah.

"Coba tanya Tante Sarah." Randi menyerahkan sepenuhnya jawaban pada Sarah.

Leta beralih ke arah Sarah dan menatap dengan dalam ke arah Sarah.

"Tante mau jadi Mamanya Leta?" Leta mengulang pertanyaan yang tadi, pancaran mata itu terlihat penuh pengharapan.

Perlahan Sarah mengangguk dan berhasil menciptakan sebuah senyuman kebahagiaan di bibir Leta.

Leta berdiri dan langsung menerjang Sarah dengan pelukannya.

"Yey, Leta mau punya Mama. Tante Sarah mau jadi Mama Leta. Leta senang." Leta berteriak penuh kegembiraan.

Sarah membalas pelukan dari sosok kecil yang sebentar lagi akan berubah status menjadi anaknya juga.

"Jadi Tante Sarah udah bisa bobok disini selamanya kan? Gak usah pergi-pergi lagi?" Leta mendudukkan dirinya di paha Sarah, tangannya masih dengan setia bergelayut pada leher Sarah.

"Belum sayang, nanti setelah Papa dan Tante menikah." Jawab Sarah memberi pengertian. Leta terlihat kecewa, tapi tidak menutup bahwa anak itu juga merasa bahagia.

"Papa jangan lama-lama nikahnya, Leta udah gak sabar." Ucap Leta ke arah Papanya.

Papa kamu juga ingin cepat nak, Tante Sarah nya saja yang tidak mau buru-buru.

"Sabar ya, sebentar lagi." Leta mengangguk meksipun tidak tau sebentar lagi yang dimaksud Papanya itu kapan.

"Jadi mulai sekarang Leta jangan panggil Tante lagi ya."

"Panggil apa dong?"

"Mama, Mama Sarah." Randi memberitahu. Saat mengatakan itu pandangannya dan Sarah bertemu.

"Mama Sarah." Leta mengulangi ucapannya. Sarah terharu mendengarnya, dia pun menarik Leta agar kembali memeluknya.

Back or GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang