Bermain Game

962 13 2
                                    

Jam tangan mungilku belum menunjukkan pukul 9 tepat, tetapi pagi ini begitu terik di dalam angkot yang kunaiki. Jalanan yang sedikit macet membuatku makin gerah hingga sebotol minum telah kuhabiskan. Sabtu pagi ini, aku sudah janjian untuk menemani seseorang yang spesial karena ia ditinggal menjaga rumah sendirian oleh papa dan mamanya. Orang itu adalah pacarku, Andi.

Angkot yang kunaiki melambat hingga berhenti begitu kupinta di depan sebuah gapura perumahan. Setelah membayar ongkos, hanya perlu berbalik badan hingga kutemui Andi yang siap dengan motornya. Sempat ia tak kuasa menahan senyum malunya karena meski hanya menemaninya di rumah, aku mengenakan kaus jingga dengan jaket denim dan rok pendek putih, pakaian yang lebih layak untuk diajak kencan di taman atau mall.

“Akhirnya, gua kira lu diculik” candanya.

“Hush… Mana ada… Macet tahu tadi…” balasku.

Dengan dibonceng motornya, Andi membawaku menuju rumahnya yang agak jauh dari gapura tadi. Setelah sampai di rumahnya, aku diarahkan untuk duduk di ruang keluarganya yang tidak asing bagiku. Ruangan ini cukup luas dan agak dingin dengan AC-nya, serta lengkap dengan sofa panjang yang empuk, karpet bermotif alam liar, serta sebuah TV LED besar yang dilengkapi sound system dan sebuah Playstation 5. Setidaknya menunggu orang tua Andi pulang, aku akan bermain game PS5 bersamanya sepuas mungkin.

Kami berdua menyiapkan cemilan dan minuman sebagai teman selama bermain game. Ada kue cookies, bolu, keripik singkong, dan es soda.

“Lain kali ajak main ke mall atau taman, dong… Masa punya pacar cuma diajak main game” ejekku.

“Iya… Iya… Gua lagi pikirin tepat yang pas, loh… Sinta-ku sayang…” rayunya.

“Ih… Gombal mulu, deh…”

Setelah semua cemilan siap di meja yang ada di depan sofa tempat kami duduk. Andi memasukkan sebuah kaset game di PS5 miliknya. Game pertama yang kami mainkan adalah FIFA 2024. Meskipun aku ini cewek, aku bisa menyombongkan diri kalau diriku cukup jago bermain game sepakbola ini, bahkan bukannya jarang aku bisa mengalahkan Andi atau teman-teman cowok kelasku. Aku juga paham betul kalau soal klub besar di game seperti ini seperti Real Madrid, Barcelona, AC Milan, atau Manchester United.

Setiap salah satu dari kami mencetak gol, kami saling memberi ejekan hingga saling menggelitik badan. Beberapa kali kami bertanding, bergantian antara siapa yang menang dan kalah. Kadang, kami juga saling memamerkan skill dan memberikan pujian, entah itu gocekan atau gol dari tendangan bebas. Sambil menghabiskan cemilan dan meminum es soda, waktu tak terasa berjalan hingga mendekati tengah hari. Andi pun mulai memesankan makanan delivery untuk makan siang kami.

Waktu menunjukkan pukul 12:30 siang. Di tengah asyik masih bermain, aku malah mulai merasa kebelet pipis. Beberapa kali aku blunder dan kebobolan dengan mudah karena lebih fokus menggesekkan kedua betisku demi menahan pipis. Namun, aku tidak mau menjeda game ini meski hanya sebentar demi ke kamar mandi. Tanggung, pesanan kami akan datang belasan menit lagi.

Akhirnya, pesanan kami telah tiba dan Andi yang membawakannya dari depan rumahnya. Kami berhenti bermain game dan menyiapkan makan siang. Tentu saja, aku sudah berniat untuk pipis dulu.

“Di… Gua kebelet, nih. Pinjem kamar mandi kayak biasa, ya” kataku.

“Eh, Sin…” soraknya. “Bentar dulu…”

“Hah? Emang kenapa, sih?” tanyaku menengoknya dari belakang dengan langkah buru-buru yang terhenti.

“Gua lupa bilang tadi, tapi kamar mandinya lagi gak bisa dipake dulu."

“Hah? Serius, lu? Gak bercanda nih, ya…?”

“Ih, masa gua bohong…”

Ia mengajakku pergi ke kamar mandinya yang terpisah beberapa ruangan dari ruang keluarga. Ia masuk ke dalam, lalu menunjukkan bak mandi yang benar-benar kosong, keran air yang mati, dan kloset yang tidak bisa di-flush. Hatiku mulai sedikit cemas sementara dari tadi kedua betisku tidak berhenti menari-nari karena berdiri di depan kamar mandi jelas membuatku makin merasa ingin pipis.

Cerita Mengompol Sehari-hariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang