19: hide in the moonlight

103 16 4
                                    

.

.

.

Kembali ke kampus nyatanya tak semenyenangkan sebelum nya. Minho langsung merasakan hampa juga kesepian karena ketiga temannya tak akan pernah bisa duduk bersama nya di kantin.

Membagi cerita, tertawa bahagia ataupun bercanda hangat. Minho menghela napas lelah ia sangat merindukan ketiga orang itu tapi ia tau betul jika kedua dari ketiga nya sudah tak ada harapan akan bisa di jumpai nya.

Sekarang ia cuma bisa berharap pada Jonathan yang bahkan tidak ia ketahui tentang keadaan dan keberadaannya.

"Minho" Chris memanggilnya, membuat ia lekas mendongak tatkala sedari tadi asik melamun dan hanya mengaduk mangkuk berisi sup daging di depannya. Sama sekali tak ada niatan untuk sekedar melahap makanan tersebut.

Sorot matanya menyiratkan sebuah rasa jika ia tengah sedih.

"Ya?" Ia menyahut. Memandang Chris tanpa senyum yang biasanya ia tunjukkan.

Tak lekas ada jawaban dari werewolf itu membuatnya mendengus sebal, "Apa?" Tanya nya lagi.

"Kau memikirkan mereka?" Chris balik bertanya, ia menyandarkan punggung nya pada kursi selagi matanya menatap tepat ke dalam mata Minho.

"Mereka?" Ulang sosok tersebut seolah bingung dengan pertanyaan nya.

"Kau tau betul siapa yang aku maksud"

Minho sontak terdiam, ia mengulum bibir bawahnya, menghela napas panjang lalu menegakkan posisi duduknya. "Jonathan. Setidaknya hanya dia yang bisa ku harapkan"

Mendadak ia mulai merasa letih, kepalanya terkulai begitu saja di atas meja.

"Aku pasti akan menemukan nya..." Sahut Chris pelan. Ia sendiri juga tidak yakin sebenarnya mengenai hal itu, mengingat sudah hampir 6 minggu pemuda tersebut menghilang. "Hanya saja butuh waktu"

"Dia masih hidup kan?" Celetuk Minho tiba-tiba.

"Tentu"

Chris mencondongkan badannya mengusap surai rambut kelam Minho pelan. Ia tak suka Minho menjadi murung seperti ini.

"Beri aku waktu okay?"

Sebisa mungkin ia akan berusaha lebih keras dari sebelumnya guna mencari Jonathan yang sekarang jadi satu-satunya teman yang Minho miliki.
.

.

.

"Itu Felix!"

Samuel terperanjat tatkala mendengar suara teriakan Minho tepat di samping telinganya. Ia spontan menoleh, memandang sosok manis itu dengan malas.

Mereka berdua berada di bawah pohon rindang, tempat yang katanya hanya milik Samuel seorang.

"Lalu?" Tanya nya. Ia hendak menutupi lembaran kertas yang baru saja ia gambar sketsa wajah seseorang namun, Minho jauh lebih cepat merenggut nya dari genggaman tangan nya.

"Wah ini tidak benar!" Pekik sosok manis itu membuatnya lekas menutup telinga dengan kedua tangannya.

"Sam! Kenapa kau menggambar Felix? Bagaimana kalau Chris tau? Dia pasti akan membunuhmu" Cecar Minho masih sibuk mengomel.

"Astaga bisa tidak kau diam dulu?" Sela nya kemudian. Ia balik merebut lembaran itu dan menjauhkan nya dari jangkauan Minho.

"Baiklah, sekarang jelaskan padaku"

Samuel mengangguk singkat, atensinya beralih pada riak air danau yang berada di depan mereka. Bibirnya tersenyum tipis sebelum memudar dengan cepat.

"Dia belum mati kan?" Tanya Samuel mengubah suasana di antara ia dan Minho yang kini sama-sama bungkam.

Full Moon [Banginho]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang