11

6.5K 644 154
                                    

Aku membuka mataku, mendapati kamar yang kutempati lebih terang walau cahayanya temaram. Tirai tebal menutupi jendela, sementara kudapati sosok Sylus duduk di samping ranjang sambil menggenggam tanganku. Lelaki itu tampak khawatir. Alisnya bertaut dalam, dan genggamannya terasa kuat.

"Bagaimana perasaanmu?" tanya Sylus lembut.

Dada kiriku sakit lagi begitu melihat wajahnya. Aku mengatupkan bibir rapat dan menggeleng, mencoba memberitahunya tanpa suara bahwa diriku baik-baik saja. Namun, kerutan di kening Sylus bertambah.

"Aku tahu dokter itu tidak becus dalam pekerjaannya," gumam Sylus memaki. "Bangsat."

Aku tidak bereaksi, merasa lemas tak bertenaga. Kurasa, ini terjadi karena aku terlalu banyak tidur. Aku memejamkan mataku lagi, membuat genggaman Sylus semakin mengerat.

"Meridia?" panggilnya hati-hati dengan nada yang seakan terdengar cemas.

Aku membuka kelopak mataku lagi, memandangi Sylus yang kelihatan tak tenang. Ia membelai wajahku hati-hati.

"Jangan tidur lagi. Kau sudah tertidur selama dua hari."

Ah, pantas saja tubuhku lemas. Aku mencoba bangun dan duduk di atas ranjang. Sylus membantuku bangun sambil terus menggenggam tanganku kuat. Mataku berkeliling mengamati sekitar kamar, mendapati bahwa tempat yang kami tinggali berubah lagi.

"Di mana ... kita?" bisikku parau.

Sylus mengambilkan gelas di nakas, memberikannya padaku agar aku segera minum. Aku tak menolak dan minum. Sementara, Sylus mulai menjelaskan yang terjadi.

"Ada penyusup masuk ke rumah persembunyian kita. Ia membius Luke dan Kieran. Aku tak tahu apa yang ia lakukan, karena ia tak mengambil apa pun. Tapi setelahnya, kau tidur selama dua hari penuh." Mata Sylus menatapku lekat, kelihatan merasa marah dan merasa bersalah. "Aku akan mencari bajingan itu dan membunuhnya."

Aku terdiam, menatap gelas di tanganku dengan tatapan kosong. Kurasa, bukan karena Berto aku sampai tertidur selama dua hari penuh. Aku yakin, itu ada hubungannya dengan kondisiku sendiri. Berto bilang, jantungku mengeras dan aku akan mengalami penurunan kesehatan. Mungkin ini adalah salah satu tandanya.

Aku menarik napas, memperhatikan gaun tidur berlengan panjang yang kukenakan. Pakaianku berganti. Secara spontan, aku menyentuh ujung gaun tidurku. Ah, bagaimana dengan tusuk rambut itu? Aku melirik Sylus, hendak bertanya tapi memilih diam. Kalau aku menanyakan tusuk rambut itu, maka ia akan tahu bahwa aku sudah mengetahui yang ia sembunyikan.

"Ada apa?" tanya Sylus lembut.

"Di Kitty Cafe itu, aku mendengar Rafayel menyebutku sebagai setengah Lemuria," gumamku pelan sambil menatap tanganku yang menyentuh ujung gaun. "Apa kau tahu apa maksudnya?"

Sylus terdiam selama beberapa saat, membuatku mengangkat kepalaku untuk menatap wajahnya. Ekspresi wajahnya berubah, tatapannya juga tampak aneh. Sambil tersenyum tipis, Sylus membelai wajahku lagi dan menggeleng.

"Aku tidak tahu," ujarnya lembut. "Abaikan saja, itu tidak penting."

Sylus ternyata memang tidak ingin memberitahuku apa-apa. Aku menggigit bibir, mencoba memberinya kesempatan lagi untuk jujur padaku.

"Perempuan yang bernama Estella itu... "

Ucapanku terhenti karena lidahku terasa kelu untuk bicara. Kerongkonganku juga mendadak kering. Aku menelan ludah, menatap Sylus sambil memohon dalam hati. Kali ini saja, jika ia setidaknya jujur padaku ... mungkin, aku akan memilih tinggal di sisinya sampai jantungku benar-benar mengeras sepenuhnya.

"Siapa ... Estella itu?" tanyaku lirih.

"Seseorang yang juga tidak penting. Kau tidak perlu memikirkannya."

Tricked [Sylus' Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang