🏆 Spotlight Romance of February 2025 by Romansa Indonesia
Luna benci ketika semua orang membagikan kebahagiaan dan pencapaiannya di media sosial. Jangankan menikah, mencari pekerjaan pasca pandemi COVID-19 saja sudah sulit. Lagi pula, kaum Adam tid...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Malam itu, aku begitu overwhelmed sampai-sampai lupa menjawab WhatsApp Clarissa. Pesannya baru kubalas keesokan harinya, kubilang kalau dia tidak perlu khawatir, aku sudah baik-baik saja dan tidak keracunan makanan. Akhirnya sahabatku itu mengerti dan memintaku untuk banyak-banyak istirahat.
"Kalau ada apa-apa kamu cerita aja sama aku, oke?" katanya.
Apa lagi yang harus kuceritakan? Kami selalu bertukar pesan dan menceritakan banyak hal. Kecuali ... keadaan mentalku. Namun, dia tidak perlu tahu, 'kan? Cukup Kak Elio dan Dokter Martha saja yang tahu, aku tidak mau membuat Clarissa khawatir. Lagi pula, penyakitku bukan untuk diumbar-umbar.
Siang ini, aku duduk di teras rumah sambil membaca novel. Tiba-tiba saja ponselku bergetar. Aku langsung menaruh novelku dan mengecek kolom notifikasi. Kukira itu pesan dari Clarissa atau Kak Elio. Namun, yang tertera di sana adalah nomor yang belum pernah kusimpan di kontak. Tubuhku seketika mematung dan jantungku berdebar cepat ketika membaca pesannya.
+62852xxxxxxxx Luna, ini Ayah Maaf kalau pesan Ayah bikin kamu risi Ayah enggak tahu harus gimana lagi ngehubungin kamu Boleh kita ketemu? Ada hal penting yang mau Ayah sampaikan
Aku sengaja membiarkan pesan itu dalam keadaan sudah dibaca tanpa membalasnya. Kutekan tombol blokir dan kembali membaca novel. Namun, sekeras apa pun aku meresapi kata-kata di dalam buku, tidak ada satu pun yang masuk ke otakku. Sekarang aku benar-benar kesal. Hanya lima baris pesan yang masuk, tetapi bisa membuat konsentrasiku kacau begini.
Memori kelam itu tidak bisa hilang dari kepalaku. Saat itu siang yang terik, aku pulang lebih awal dari sekolah karena guru-guru ada rapat dadakan dengan perwakilan Dinas Pendidikan. Aku memang berjanji akan mengunjungi pria itu di kantornya sepulang sekolah yang artinya adalah sekitar jam tiga sore. Namun, sekarang masih jam satu siang. Masih dalam balutan seragam putih abu-abu, aku memutuskan untuk langsung menemuinya saja meskipun tidak mengabari terlebih dulu kalau aku pulang cepat hari ini.
Pria itu bekerja di sebuah kantor penerbitan sekaligus percetakan. Posisinya saat itu lumayan tinggi sehingga ia punya ruangan sendiri. Ketika sampai di depan ruangannya, langkahku terhenti. Pintunya terbuka sedikit dan aku melihatnya berdiri berhadapan dengan seorang wanita. Aku kenal siapa dia. Wanita itu koleganya. Ia sesekali menyapaku ramah ketika aku mengunjungi pria itu di kantor.
Selanjutnya terjadi adegan yang membuatku trauma seumur hidup. Pria sialan itu mendekat, lalu mencium kening dan menyapukan tangannya lembut ke pipi wanita itu.
Jalang itu tertawa kecil sambil mundur. "Mas, nanti ada yang liat!" katanya pelan, tetapi aku masih bisa mendengarnya. Tidak bisa dipercaya. Di depanku sok-sok baik dan lugu, tetapi di belakang ... bisa-bisanya ia tersipu karena suami orang?
"Enggak akan. Siapa yang mau liat? Orang-orang di divisi kita semuanya lagi ada klien di bawah." Pria itu tersenyum penuh cinta. "Besok makan malam sama Mas, ya?"