Chapter 38: Taste of Love

446 61 4
                                    

Vote, komen, follow juseyooo~~~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vote, komen, follow juseyooo~~~


Jemari Galendra dan Lidwina bertaut seperti yang biasa mereka lakukan. Seolah genggaman tangan itu memberikan kekuatan untuk melewati situasi paling sulit sekalipun. Termasuk kali ini, ketika mereka menyusuri lorong rumah sakit menuju ruang rawat Banyutama.

Setelah memberikan cukup ruang dan waktu pada Galendra mencerna keadaan, Lidwina akhirnya berhasil meyakinkan Galendra untuk kembali bangkit dan menemui sang ayah. Walau harus diimingi-imingi dengan janji untuk menikahinya setelah semua badai ini dapat mereka lalui. 

Pun awalnya hanya pancingan, Lidwina sudah memikirkannya matang-matang. Ia tidak mau mengatakan janji yang ia sendiri tidak bisa tepati atau sesali di kemudian hari. Namun, di tengah kalutnya keadaan, ia tidak mengira Galendra akan menanggapinya dengan begitu serius. Apalagi memberinya sebuah cincin dengan batu garnet merah menyerupai warna red wine, minuman yang istimewa untuk mereka berdua.

Meski cukup terkejut ketika Galendra tiba-tiba beralih pada nakas untuk mengambil sesuatu, lalu berlutut di hadapannya. Membuka kotak kecil berbahan beludru yang rupanya sudah lama ia siapkan untuk Lidwina, bahkan sebelum mereka kembali bertemu, "I should've said it first, Dara. That's okay though, you can win me anytime. But let me ask you once again, would you be my Dara forever?"

Dengan cepat, Lidwina menganggukkan kepalanya antusias. Dan kini cincin itu sudah melingkar di jari manis Lidwina. Batunya berkelip yang duduk di puncak tahta turut menambah keindahan. 

Tautan jemari mereka mengerat ketika mereka sudah sampai di depan kamar Banyutama. Bisa Lidwina rasakan sensasi dingin dan berkeringat yang berasal dari telapak tangan besar milik Galendra. Menunjukkan kegugupan yang tidak bisa Galendra sembunyikan. Menyebabkan mereka berhenti sejenak di depan pintu tersebut, tanpa berniat mengetuk, apalagi membukanya. 

Seolah mengerti apa yang Galendra rasakan, Lidwina memberi lelaki itu jeda sejenak. Mungkin masih sulit untuk bertemu dengan ayahnya. Masih ada rasa gengsi yang Galendra pertahankan, juga canggung yang menjadi akibatnya. 

"Ra, kita pulang aja ..."

"Loh? Kenapa?" 

"I don't think I can ... No, I just can't face him," Galendra menundukkan kepala, menghela nafasnya kasar, masih menggenggam tangan Lidwina erat. Nada frustasi masih kental terdengar. 

"It's okay, Galen. Take your time." Ibu jari Lidwina mengelus punggung tangan Galendra. Menenangkan lelaki itu. 

"Kamu ikut masuk, ya?"

Lidwina menggeleng. Bukan karena ia takut dengan Banyutama. Sama sekali bukan. Namun, memberikan ayah dan anak waktu berdua adalah yang terbaik. Lidwina tidak berharap Galendra memaafkan tindakan ayahnya. Ia tidak tahu sekeras apa didikan Banyutama pada Galendra. Hanya saja, Lidwina berharap hubungan mereka ke depannya akan terjalin dengan lebih baik dari sebelumnya. Sebab Lidwina tahu, di dalam hati mereka, ada ikatan yang tidak bisa diputus begitu saja. Ada cinta yang mereka pendam satu sama lain. Dan Lidwina tidak mau Galendra menyesal karena telah menyia-nyiakan waktu yang diberikan Yang Kuasa untuk membenci. 

Taste of You | YOUniverse #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang