Pelaku dan pengungkapan

18 15 0
                                    


Jam menunjukkan pukul 10 tepat ketika para murid berhamburan keluar kelas, begitupun Galen yang segera menghampiri kelas Pandu dan Kai untuk memberitahu markasnya yang kembali diserang. Sedangkan Dean yang masih terduduk di bangkunya mendadak tersenyum lebar melihat Galen tergesa-gesa mendahului orang-orang yang menghalanginya.

Sebelum menuju kelas Pandu dan Kai, Galen telah menemukan mereka terlebih dahulu berjalan di antara koridor.

"Anjir susah banget tadi gue ngasal tadi," adu Pandu.

"Yee, lo ngitung kancing yah?" balas kai.

"Susah banget cok, mana gue ga belajar lagi,"

"Gue bilang juga apa, mau lo belajar atau enggak otak lo emang segitu," ledek Kai.

"Gue gibeng lo," maki Pandu, menyenggol lengan Kai dengan siku. Sedangkan Kai hanya berpura-pura takut atas ancaman Pandu.

Huh! huh!

Galen baru saja datang dengan nafas yang memburu.

"Eh bos gimana...," ucap Pandu yang terpotong.

"Ma—markas diserang lagi," potong Galen pada pembicaraan Pandu.

...

Suasana klinik saat itu dipenuhi seluruh anggota The Moonlight yang terluka akibat teror tersebut. Azril sebagai penanggung jawab diantara mereka tengah bersandar disebuah bangku, menopang dagunya seperti orang yang kebingungan.

Galen, Pandu dan Kai segera menghampiri Azril dan mencoba menenangkannya.

"Ril," sapa Galen yang menghampirinya.

"Sorry gue baru ke sini, sekarang gimana keadaan anak-anak?" tanya Galen khawatir.

"Lo gapapa ril?" komen Pandu.

"Gimana kejadiannya?" tambah Kai.

Azril berdiri mencoba menyetarai Galen, lalu menceritakan semua kejadian tadi pagi.

"Gue gatau gimana pastinya cuman ketika kalian pergi, gue suruh anak-anak santai dulu karena gue mikirnya sedini itu ga mungkin ada penyerangan jadi gue biarin anak-anak nyantai,"

"Ternyata feeling gue salah, pas gue ada di dapur bikin kopi, gue denger suara kaca pecah dan anak-anak saat itu ricuh,"

"Gue bergegas liat kondisi mereka, tapi pas gue liat anak-anak udah luka-luka dengan kondisi serpihan kaca menancap pada tubuh mereka, keadaan kaca juga udah ga berbentuk lagi karena hantaman balok itu,"

Seketika Pandu dan Kai bergidik ngeri mendegar Azril mengucapkan 'kaca yang menacap'

"Semua anak-anak luka-luka kecuali gue,"

"Luka mereka terbilang luka ringan,"

"Tapi apapun itu gue tetep ga terima dengan kejadian ini, apalagi ini semua menjadi tanggung jawab gue,"

"Gue gatau pelaku ini maunya apa, tapi gue pikir ini masih ada hubungannya dengan penyerangan lo malem itu," Azril mengembuskan nafas kasar, memijat-mijat pangkal hidungnya.

Galen mengangguk paham dengan penjelasan Azril, mencoba menenangkan Azril, lalu berkata,"Lo jaga anak-anak aja di sini gue, Pandu dan Kai bakal periksa di markas,"

Azril mengangguk patuh lalu berkata,"Gue juga udah lapor polisi soal teror ini, tapi gue gatau mereka ngelakuin apa di sana,"

Galen tersenyum tipis, menepuk pelan pundak Azril, lalu bergegas menuju markas.

...

Suasana di markas saat itu begitu kacau, markas sudah seperti kapal pecah. Di mana serpihan kaca berserakan di mana-mana, garis polisi melintang panjang menghalangi jalan masuk menuju pintu markas.

Galen tercengang melihat kondisi markas yang begitu kacau saat ini, ia berjalan perlahan menuju garis polisi, berdiri tepat di atas serpihan kaca, membayangkan bagaimana kejadian itu terjadi, dan bagaimana anak-anak begitu ricuh dengan kejadian itu.

Galen mencengkram kuat garis polisi itu, lalu mengangkat garis itu untuk memberinya jalan masuk.

Galen juga melihat situasi di dalam yang begitu kacau, dengan bercak darah yang bertebaran di mana-mana.

Sedetik kemudian ia mengalihkan pandangannya pada balok yang tergeletak tak jauh dari tempatnya berdiri, ia mengambil balok itu lalu membaca tulisan dibaliknya 'DIE' tulisan tersebut ditulis mengenakan darah segar yang tercium bau anyir.

"BANGSAT!" maki Galen, yang membuat Pandu dan Kai yang sedari tadi diam mendekat langsung ke arah Galen.

Galen sudah terduduk lemas ketika Pandu dan Kai menghampirinya.

"Bos lo kenapa bos?" tanya Pandu membuka obrolan.

"Gue emang ga becus, gara-gara gue kalian semua kena terancam teror kek gini. Kalau aja gue ga balik ke markas anak-anak gakan dapet teror kek gini," ocehan Galen, mengacak-acak rambutnya kasar, menahan amarah yang terpendam di dalam dirinya.

"Udah bos lo gausah nyalahin diri sendiri kek gini, kita ada di sini buat lo kita bakal bantu lo dan nangkep pelaku itu," jawab Kai, dengan mengangkat tubuh Galen agar berdiri.

Galen berdiri sesuai arahan kai, dan kembali menatap balok itu sambil berpikir.

"Selama ini gue ga punya musuh lagi selain The Ragon, sedangkan The Ragon mereka udah dipenjara tanpa menyisakan anggotanya sedikitpun. Satu-satunya orang yang membenci gue saat ini adalah...," cicit Galen.

"DEAN!" teriak Sasa dari kejauhan.

Mereka seketika mengalihkan pandangannya ke arah Sasa yang sudah berdiri di sana dengan menggenggam beberapa bukti di tangannya.

"Sorry gue tiba-tiba dateng ke sini, gue cuman mau ngasih ini," Sasa memberi beberapa poto yang ia ambil dari kejauhan.

Tanpa basa-basi Galen langsung mengambil beberapa poto yang Sasa berikan. Dipoto tersebut memperlihatkan Dean dan Ardi yang sedang mengobrol dengan beberapa pria berperawakan kekar dan penampilan yang sama seperti orang yang menyerang Galen malam itu.

"Inii..,"

...

"Masih pak, berkat bapak Dean bisa buat Galen sengsara. Pasti saat ini dia sedang binggung mencari pelakunya ha-ha-ha," ujar Dean, tersenyum puas penuh kemenangan dengan sesekali menghembuskan asap rokok.

"Walaupun kamu bukan anak bapak, tapi bapak bakal buat kamu bahagia," ceplos Ardi.

"M—aksud bapak?" tanya Dean.

Ardi menggeleng cepat, tanpa menjawab pertanyaan Dean. Namun sedetik kemudian Galen bersama Shinta yang telah menangis, dan beberapa polisi lain menghampiri Dean dan Ardi.

Salah satu polisi yang menjadi pemimpin membuka obrolan.

"Selamat siang pak, saya dari kantor polisi akan mengamankan kalian berdua atas tuduhan penyerangan dan peneroran kepada saudara Galen," sahut polisi itu, menyerahkan surat izin pengamanan.

"Ta—pi pak saya ga salah, ini salah paham," jawab Dean gelagapan, dengan mengangkat kedua tangannya.

Namun polisi tidak ingin mendengarkan apapun dan segera memborgol tangan Dean lalu berkata,"Katakan itu pada hakim nanti,"

Begitu pula dengan polisi lainnya yang segera memborgol Ardi di tempat.

Sebelum Dean benar-benar meninggalkan lokasi ia sempat berpapasan dengan Galen dan menampilkan tatapannya yang tajam lalu berkata,"Tunggu balasan gue nanti,"

Setelah itu Dean dan Ardi segera dibawa menuju kantor polisi. Sementara itu Shinta terduduk lemas menumpahkan semua tangisannya.

Galen mencoba menenangkan Shinta dan meminta maaf atas keputusan yang ia lakukan.

"Maaf tan, Galen lakuin semua ini supaya tidak ada korban selanjutnya," cicit Galen mencoa menenangkan Shinta.

"Gapapa len, ini memang sudah takdirnya dan memang saatnya tante terlepas dari Ardi,"

"Tante minta maaf atas perbuatan Dean selama ini sama kamu,"

...




Zeea untuk Galen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang