22. TRAUMATIK

33 5 0
                                    

“STOP! AYAH AMPUN!” teriak Elvan menggema di hadapan seorang pria menodongkan pistol tepat di kepala Kai.

Elvan berlutut, raut wajah putus asa serta sorot mata habis tertuju pada Ayah nya.

“Jangan, tolong jangan ... ” serak Elvan menangis, napasnya memburu sesak jantung lelaki itu tiba-tiba terasa luar biasa sakit.

Elvan mengerang sembari mengepalkan tangan di lantai kotor.

“Sakit Ma,” tangis Elvan tergugu nyeri.

“Bangun Elvano! Jangan jadi orang yang lemah.” tekan Zantara menarik bahu Elvan kasar, mencengkram kuat dengan tangan besarnya sendiri.

“Kamu tau apa yang menjadikan manusia lemah? Karena kamu masih memiliki empati. Tekad kamu melawan itu tidak mungkin mengalahkan Ayah.” tekan nya penuh amarah.

Elvan menelan ludahnya susah payah. “Aku yang bersalah, jangan singkirkan orang yang tidak tau dosa.” ucap Elvan menahan sesak.

“Kamu tau apa maksud Ayah datang El? Ingat satu hal, senjata Ayah ada di mana-mana. Sekali kamu mengabaikan perintah, peluru panas ini akan menancap dan meledak di kepala orang yang kamu sayang. Coba saja sekuat tenaga, orang yang kamu lindungi tetap gak akan lari dari pandangan saya.”

Elvan mengangguk patuh, mata obsidian nya beradu pandang dalam tatapan yang berbeda. Seperti bukan pada Ayah dan seorang anak.

Zantara melepaskan Elvan dengan cara mendorong nya hingga hidung Elvan membentur lantai. Elvan tidak meringis, hidung nya berdarah namun rasa sakit di jantung nya kian memaksa. Sedangkan di lain sisi, Kai menatap tidak percaya apa yang dia saksikan barusan.

Zantara menghabisinya dalam sekali pukulan, membanting badan Kai hingga tergeletak tidak bergerak di bawah senjata api di kepalanya. Dan Elvan menangis hingga menjerit memohon ampunan Ayah nya agar tidak menarik pelatuk di tangan pria itu, agar tidak menewaskan Kai.

Kai bangkit dengan sisa tenaganya, dia membantu Elvan bangun yang sudah menahan sakit sejak tadi. Elvan lebih parah mendapat pukulan, dihajar habis-habisan oleh Ayah nya.

“Bertahan El, gue tolongin lo.”

Kejadian sebelumnya.

“Mau sampai kapan pelukannya?” tanya Elvan iseng karena kedua pasangan itu tidak terurai tangan sejak beberapa menit lalu.

“Nggak mau lepas, nanti kamu pergi. Aku gak bisa peluk lagi,” ucap Eryn dengan manja.

Elvan menipiskan bibirnya, “Jangan bilang kayak gitu. Kalau beneran gak bisa lagi, gimana? Mau hem?”

Eryn mengigit bibir bawahnya, ceroboh sekali mulutnya ini.

“Maaf El,”

“Masuk ya, udah malam.” ucap Elvan masih memandang paras wajah tunangannya.

Iris coklat terang Eryn menyipit, memperhatikan sesuatu titik merah di dada lelaki itu.

“Ini sinar laser atau lampu?” Eryn bertanya bingung darimana sumber titik merah itu.

Kening Eryn melipat mencari arah pantulan lampu.

“Laser,” gumam Elvan dengan cepat menyadari sesuatu dari atas gedung di samping rumah Eryn.

Mata obsidian lelaki itu mengarah pada jam satu.

“Siapa itu?” Eryn melihat Elvan memperhatikan seseorang di atap gedung yang gelap.

Otak Eryn mencerna baik-baik apa yang akan terjadi, namun sebelum itu Elvan lebih dulu kembali mendekapnya dan menurunkan tubuh keduanya hingga jatuh ke bawah.

Elvano| Villain Or Bodyguard?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang