6. Kenapa Harus Aku?

353 93 84
                                    

Happy baca 💚
Sorry for typo 🍓
.
.
.

"Hanya satu tahun, Nai."

"Kenapa harus itu pilihannya sih, Mas?"

Erlangga terdiam mendengar protes perempuan yang duduk di seberangnya. Mata cokelat perempuan berusia 27 tahun itu menatap penuh tuntutan, seakan tidak diterima dengan informasi yang baru saja dia dengar.

Helaan napas panjang terlepas dari rongga dada Erlangga.

Di tengah hiruk-pikuk dunia yang serba cepat, Erlangga merasa terjepit oleh tenggat waktu yang tak terhindarkan. Usianya yang semakin bertambah dan desakan dari orang-orang terdekatnya, terutama sang mama membuatnya merasa seolah-olah dia berdiri di ambang jurang. Terlebih lagi, mamanya yang berkeras terus-menerus menekannya untuk segera menikah, mengancam akan mencampuri urusan pribadi dan profesionalnya jika dia tidak segera melangkah ke jenjang pernikahan.

Dalam upaya untuk menghindari tekanan yang semakin menyesakkan, tiba-tiba saja terlintas sebuah ide dalam kepala Erlangga. Sebuah keputusan yang mungkin tampak aneh bagi kebanyakan orang: kesepakatan nikah kontrak dengan Gistara. Gistara, yang pernah menjadi teman kecilnya dan sekarang telah dewasa.

Erlangga tersenyum canggung. "Ya, sepertinya kita tidak punya pilihan lain, Nai," sahut Erlangga meyakinkan.

Sore ini setelah menyelesaikan semua pekerjaannya, Erlangga diam-diam bertemu dengan Naima di tempat yang mereka anggap aman—sebuah apartemen  studio tempat kekasih Erlangga itu tinggal. Wajah Naima tampak cemas dan menyiratkan rasa sakit saat mendengar penuturan Erlangga.

"Mas Erlan, gimana bisa kamu memutuskan untuk menikah dengan perempuan  lain? Kamu anggap aku apa, Mas?" tanya Naima dengan nada penuh emosi. "Aku benar-benar  enggak ngerti kenapa kamu harus melakukannya, itu artinya sama saja kamu enggak cinta sama aku, Mas?!"

Erlangga meraih tangan Naima dengan lembut. "Ini bukan tentang cinta, Naima. Ini tentang memenuhi harapan keluarga dan menghindari tekanan yang bisa menghancurkan kita. Saya mencintai kamu,  dan saya berharap kita bisa menemukan jalan untuk bersama meskipun ada banyak rintangan."

Naima menatapnya dengan mata penuh rasa sakit. "Aku bisa terima  kamu menyembunyikan hubungan kita dari keluarga kamu selama ini. Tapi menikahi perempuan lain?! Gimana sama kita, Mas? Ini enggak adil buat aku!"

Erlangga menghela napas. Tidak sepenuhnya menyalahkan ucapan Naima. "Saya tahu ini enggak adil. Tapi saya berjanji akan mencari cara untuk menyelesaikan semuanya. Saya juga enggak ingin kehilangan kamu, Nai."

Sementara itu, Naima harus menjalani hari-harinya dengan penuh cemas dan was-was  sejak memutuskan menerima Erlangga di kehidupannya. Selama ini dia cukup menanggapi situasi ini dengan sikap penuh kedewasaan. Dia memahami sepenuhnya bahwa calon ibu mertuanya tidak memberi dukungan pada hubungannya dan Erlangga. Naima ingin menyerah saat itu juga. Namun, Erlan berhasil meyakinkan bahwa suatu hari mamanya pasti akan luluh. Dan, Naima merasa lima tahun telah berlalu tapi belum ada tanda-tanda tante Saras memberikan restunya.

"Nai, percaya sama saya, ya. Hanya satu tahun, setidaknya sampai kamu meraih gelar magister dan punya karir yang lumayan. Saya yakin mama pasti luluh nanti saat melihat kamu bisa grow-up dan menjadi perempuan karir sukses, memiliki pendidikan yang tidak beda jauh dengan anak laki-lakinya." Erlangga masih berusaha meyakinkan Naima.

Perempuan berambut panjang itu menghela napas perlahan seiring anggukan kepalanya mencuat sebagai jawaban pada Erlan. Senyum merekah di wajah tampan Erlangga. Tangan kekarnya meraih Nai ke dalam dekapan, memeluk kekasihnya erat.

"Aku sayang banget sama kamu, Mas," ucap Naima seraya mendongak menatap lekat mata Erlan yang juga menatapnya intens. Tidak ada jawaban, sejurus Erlan mengabsen kening Naima lewat kecupan lembut.

BamboozleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang