7. Gila Kamu, Ya?!

335 79 51
                                    


Happy baca 💚
Sorry for typo 🍓
.
.
.


"...three billion, jika kamu bersedia menerima tawaran saya, Gistara."

Kalimat Erlan masih berputar-putar dalam kepala Gistara. Bimbang seketika menghantam benaknya. Tawaran Erlan barusan sangat menggiurkan. Gistara butuh sokongan uang, lantas tiba-tiba datang seseorang menawarkan bantuan. Memang tidak gratis. Semua ada timbal baliknya. Seperti kata Mas Naka kemarin, "Tidak ada makan siang gratis."

Namun, yang tidak masuk nalar Gistara adalah permintaan aneh -- menjurus gila yang diucapkan Erlangga padanya.

"Maksudnya gimana, aku enggak paham, Mas Erlan to the poin aja, jangan muter-muter gitu?" Gistara mencecar dengan raut datarnya.

"Saya sudah to the poin, Tara. Seperti yang saya bilang, kamu punya masalah, saya juga punya masalah, kita bisa bekerja sama. Saya akan membantu melunasi utang ganti rugi kamu, sebaliknya, kamu harus bersedia menikah dengan saya. Pernikahan kontrak, kita enggak sungguh menjalankan pernikahan seperti semestinya."

Mata Gistara menyipit. "Pernikahan kontrak?"

"Iya. Ada hitam di atas putih, tidak ada sentuhan fisik, tidak ada saling mencampuri urusan masing-masing, dan yang paling penting tidak ada yang akan jatuh cinta. Pernikahan ini cuma status, tanpa hati. Ingat tanpa perasaan." Erlangga menegaskan.

Gistara tidak tahu kenapa Erlangga mencetuskan ide gila semacam itu. Yang dia ingat sejak dulu Erlan memang paling usil di antara teman baik Mas Naka. Lelaki itu yang kerapkali membuatnya memekik sebal atau menangis karena kejailannya. Erlangga versi sepuluh tahun lalu menurut Gistara adalah outlier manusia paling tampan - di antara teman baik Mas Naka yang ditemui Gistara -- tapi juga sekaligus paling menyebalkan.

"Gimana, Tara?" Erlangga melempar lirikan - yang Gistara tahu itu sebagai bentuk rasa tak sabarnya menunggu jawaban Tara. "Kamu enggak harus jawab sekarang, saya bisa kasih waktu, Tara." Kalimat pengimbuhan yang berhasil membuat Gistara melepas embusan napas.

Kulacino Kafe tempat Tara dan Erlan bertemu semakin dipadati pengunjung. Siang bergerak menuju sore. Totalnya sudah satu jam lebih Gistara duduk saling berhadapan dengan Erlangga, hanya bersekat meja bundar. Keduanya hanya berbicara seperlunya. Lebih banyak ekspresi mata daripada kosakata yang keluar dari mulut masing-masing.

Sebentar. Tara seakan dibawa flashback menjelajah memori lampau. Ingatannya mundur ke belakang. Seperti mengalami Dejavu, ketika mendengar Erlangga secara terang-terangan memintanya menjadi pengantin; meskipun dengan embel-embel 'pernikahan kontrak'
Dulu sekali, Gistara memang pernah membayangkan bagaimana rasanya menikah dengan pangeran tampan yang kala itu dalam bayangannya adalah sosok Erlangga. Manifestasi masa kanak-kanak seorang Gistara, yang ada dalam pikirannya menikah adalah bentuk lain dari kata 'baikan' Tara akan memaafkan semua kejailan Erlan, lantas mereka akan menjadi teman main yang baik satu sama sama lain. Karena yang Gistara tahu dari cerita mama, menikah itu hidup bersama, saling berbuat baik dan tidak boleh nakal satu sama lain.

"Mas Erlan, kamu gila ya?" Adalah kalimat refleks yang terlontar dari bibir tipis Gistara usai tersadar dari lamunannya. "Atas dasar apa tiba-tiba kamu datang terus nawarin kerjasama gila ini sama aku?" Lelaki di depannya malah menyunggingkan senyum.

"Itu bukan ide gila, Gistara, tapi simbiosis mutualisme." Erlangga menyahut santai.

Gistara melirik penuh sangsi, "Kenapa aku enggak boleh minta pendapat Mas Naka?"

Erlangga menyuguhkan gelengan tegas. "No! Sebelum kamu kasih jawaban yang pasti ke saya, Gistara. Naka atau pun orang lain enggak ada yang boleh tahu."

Otak Gistara terasa mampet. Mau dipikirkan sampai kepalanya sesak, benaknya masih belum bisa menalar tawaran Erlangga. Ini seperti, kamu sedang tersesat di hutan, lantas ada seseorang yang menawarkan bantuan, tapi sebagai imbalan begitu kamu berhasil keluar dari hutan, kamu harus menjadi tawanan penolongmu itu.

BamboozleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang