𝟒𝟐. 𝐍𝐞𝐞𝐝 𝐄𝐱𝐩𝐥𝐚𝐧𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧

287 18 0
                                    

A plan or a reality

Sepasang sorot mata Vanesha berkilat tajam, penuh perhatian, memindai setiap sudut ruangan dengan cermat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepasang sorot mata Vanesha berkilat tajam, penuh perhatian, memindai setiap sudut ruangan dengan cermat. Langkahnya yang anggun, meski tanpa alas, berdesir lembut di atas lantai dingin yang terbuat dari marmer hitam. Jemari lentiknya dengan anggun menyentuh benda-benda di sekitarnya, membelai permukaan kayu ukiran dan keramik antik yang berjajar rapi. Gaun tipis yang membalut tubuhnya bergoyang lembut seiring gerak tubuhnya, memantulkan kilau samar dari cahaya lilin yang berkedip di sudut ruangan.


Namun, momen itu tak berlangsung lama. Sebuah suara gemuruh dari luar ruangan, diiringi oleh teriakan kesakitan dan desakan langkah berat, mengusik perhatiannya. Pintu besar yang terbuat dari kayu ek dengan ukiran rumit itu terbuka dengan kasar, seolah ditendang oleh kekuatan yang tak terbendung. Vanesha tersentak, napasnya tertahan, sepasang mata indahnya membelalak penuh keterkejutan.

Di hadapannya, Valda diseret masuk dengan kasar oleh dua pria bertubuh kekar, wajah mereka tertutup topeng hitam yang hanya menyisakan celah kecil untuk mata mereka, menciptakan kesan mengerikan. Tubuh Valda yang rapuh bergetar saat ia dipaksa melangkah masuk ke dalam ruangan, tubuhnya terhuyung, namun ia tetap berusaha mempertahankan keteguhan.

Begitu mereka melangkah lebih dekat, Valda tertegun saat matanya tertuju pada sosok yang sudah dikenalnya dengan sangat baik. "Kakak?!" suaranya tersendat, terkejut dan penuh kebingungan. Begitu tubuhnya menatap Vanesha, ia seolah lupa dengan situasi berbahaya yang mengelilinginya.

"Kenapa kakak ada di sini?" Valda memekik, langkah kakinya mendekat dengan cepat, dan sebelum siapa pun bisa menghalangi, ia langsung memeluk tubuh Vanesha, merasa seolah-olah itu adalah satu-satunya tempat yang aman dalam momen yang kacau ini. Pelukan itu seakan memberi sedikit kenyamanan dalam kekacauan, meskipun ketegangan di sekeliling mereka semakin memuncak.

Sementara itu, Jasper, Emma, Ava, dan Zephyr berdiri di belakang, memperhatikan dengan diam, tak dapat menahan decak kagum yang terpendam. Semua mata mereka tertuju pada Vanesha, yang kini tampak lebih menonjol dengan keanggunannya yang memukau.

"Apakah dia kakaknya?" bisik Jasper pelan, suara terkesan terkejut namun penuh rasa ingin tahu. Ava yang berdiri di sampingnya mengangguk perlahan, matanya tidak bisa lepas dari sosok Vanesha yang begitu mempesona.

"Ya, itu kakaknya," jawab Ava, suaranya hampir terdengar seperti sebuah pengakuan.

"Kenapa Valda tidak pernah memberitahu kalau dia punya kakak yang ... sialan seksi seperti ini?" gumam Jasper dengan nada sedikit nakal, namun disertai dengan kekaguman yang jelas terlihat di wajahnya.

Ava menatapnya dengan ekspresi setengah terkejut. "Hei, perhatikan omonganmu, dia sudah menikah, ingat?" serunya, mengingatkan Jasper akan batasan yang tidak seharusnya dilewati.

Death PeakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang