Selamat reading.....
Asa berjalan cepat melewati lorong agensi dengan ekspresi kosong. Di belakangnya, Ruka, Pharita, Ahyeon, dan Rami mengekor dalam diam. Tidak ada yang berani berbicara duluan. Suasana yang begitu intens di ruang konferensi masih menyisakan ketegangan di udara.
Setibanya di ruang latihan yang kosong, Asa langsung menjatuhkan dirinya di sofa panjang. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan, menghembuskan napas panjang seolah mencoba mengeluarkan semua kepenatan dalam dadanya.
Ahyeon akhirnya memecah keheningan. "Asa... apa yang baru saja kau lakukan?"
Asa menurunkan tangannya perlahan dan menatap Ahyeon. "Apa maksudmu?"
"Kau berbohong di depan semua media, di depan semua orang. Tentang Rora," kata Ahyeon serius. "Kau bilang kau tidak mengenalnya. Apa kau sadar apa yang baru saja kau katakan?"
Pharita ikut menambahkan, "Kalau Rora melihat konferensi pers tadi... bagaimana perasaannya?"
Asa menggertakkan giginya, lalu bangkit dari sofa. "Apa pilihan lain yang kupunya?!" serunya, membuat semua orang terdiam. "Kalau aku mengakuinya, skandal ini akan semakin buruk! Bukan hanya aku yang hancur, tapi juga Rora! Kalian tahu itu!"
Rami menghela napas. "Aku mengerti kenapa kau melakukannya, tapi... kita tidak tahu bagaimana reaksi Rora sekarang."
"Kau bisa saja mengatakan kalau dia teman kita." Timpal Ruka
Asa menunduk, pikirannya dipenuhi dengan wajah Rora. Dia tidak ingin membayangkan ekspresi apa yang mungkin dimiliki gadis itu saat mendengar namanya disangkal oleh Asa sendiri.
Ruka yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Lalu... sekarang apa rencanamu?"
Asa terdiam. Dia tidak tahu, dan dia sadar, dia hanya berharap Rora bisa mengerti dengan situasi ini.
>▪︎▪︎<
Suasana di kafe terasa lebih berat dari biasanya. Rora duduk di ruang istirahat, menatap layar ponselnya yang masih menampilkan siaran ulang press conference Asa.
"Aku tidak mengenalnya."
Rora menghela napas pelan. Ia mengerti. Dia tahu kenapa Asa harus berkata seperti itu. Semua ini bukan hanya tentang Asa, tapi juga tentang grupnya, tentang kariernya, tentang semua orang yang ada di sekitarnya. Jika ia berada di posisi yang sama, mungkin dia juga akan melakukan hal yang serupa.
Tapi, tanpa disadari, ada perasaan aneh yang menyelip di dalam hatinya. Perasaan yang seharusnya tidak ada. Perasaan sakit.
Bukan karena Asa berbohong di depan publik. Tapi karena untuk pertama kalinya, Asa menghapus keberadaannya begitu saja. Seolah tujuh hari yang mereka lalui tidak pernah terjadi.
Minji masuk ke ruang istirahat dan menatap Rora dengan ragu. "Rora... apa kau baik-baik saja?"
Rora tersenyum kecil, mencoba menutupi perasaannya. "Aku baik-baik saja, unnie"
Ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk.
Asa 🐰
|Kita perlu bicara.\
Rora menatap layar ponselnya beberapa saat, jari-jarinya bergerak ke tombol balas. Tapi akhirnya, ia hanya menghela napas dan mematikan ponselnya, lalu menyimpannya di laci.
Asa duduk di tepi tempat tidurnya, menatap layar ponselnya yang masih menampilkan pesan terakhir yang ia kirim pada Rora. Tidak ada balasan. Sudah beberapa jam sejak press conference selesai, tapi tidak ada satu pun pesan dari Rora. Ia mendesah, melemparkan ponselnya ke kasur.

YOU ARE READING
WARM WINTER
Fanfiction"Kau, aku, kalian, kita memiliki dunia yang berbeda" "Kita punya cinta, tapi bukankah dunia punya norma?" "Bahkan jika seluruh dunia menolak aku tidak akan takut, aku tetap ingin bersamamu" "Aku menemukan semangat hidup saat bersamamu" "Meski aku ta...