Berdasarkan Pasal 184 ayat (2) yang berbunyi; “Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.” —Istilah itu juga merujuk pada fakta bagaimana Argon begitu menyayangi Delon—yang sudah jelas tidak perlu dibuktikan, lagi. Yang juga tidak perlu diragukan, lagi. Semuanya tampak transparan dan jelas dari bagaimana cara Argon menyikapi Delon.
Argon itu lahir dan dibesarkan di kampung halaman sang Ayah, Swiss—sampai usianya sebelas tahun sebelum kelahiran Kara. Sejak kecil, hidupnya lurus tanpa ampun, patuh dan berwatak tegas. Mendiang Kakeknya berhasil mendidik Argon dengan didikan ala militer, keras dan kaku—(meski demikian, Argon tidak sekalipun kekurangan kasih sayang, dia lahir dan tumbuh di lingkungan keluarga yang senantiasa selalu memastikan dia nyaman, aman dan bahagia)—sampai sekarang, karakter Argon tidak berubah—lalu ditakdirkan menjadi sosok Ayah dari Delon yang hidup dengan motto, ‘kalau bisa dilanggar kenapa harus dipatuhi’.
Sementara Delon—katanya, anak itu terlahir buta akan huruf, buta akan warna, buta akan dunia, dan adanya orang tua untuk membimbing sekaligus mengarahkan anak pada tiap masa pertumbuhan, yang akan bantu mengisi warna dalam hidup anaknya, yang mengajari merangkai huruf demi huruf untuk menjadi sebuah kalimat, serta yang menggenggam kedua tangan sang anak agar tidak terjatuh. Tapi, tidak dengan Delon, dia lahir dan tumbuh dilingkungan keluarga yang menuntutnya harus bisa segalanya ketika mulutnya bahkan belum lancar berbicara. Ketika kakinya belum tahu mengarah kemana, telinganya sudah berkali-kali menangkap teriakan makian dari orang tuanya. Padahal, mengerti arti makian itu pun belum. Yang dia tahu hanya menangis, menangis, dan menangis.
Katanya—Delon itu perusak mimpi orang tuanya. Kalau begitu, kenapa dia dilahirkan? Sejak awal yang diinginkan oleh kedua orang tuanya adalah sosok anak perempuan. Lantas, ketika dia lahir dengan jenis kelamin laki-laki, apakah itu keinginannya sendiri? Ketika masa pertumbuhannya lebih lambat dari anak-anak seusianya, apakah itu salahnya?
Apakah perbedaannya sudah jelas? Tentu saja belum. Ketika Argon kecil berbuat kesalahan, hukuman yang menanti hanya merelakan waktunya untuk menemani sang Kakek bermain golf. Sementara Delon, harus bermalam di dalam gudang tanpa makan dan hanya diberi minum, lalu keesokan harinya akan ditemukan dalam keadaan tubuh lemas dan bibir pucat pasi. Usianya bahkan belum genap tujuh tahun ketika diperlakukan seperti itu. Hal itu juga yang membuat Angger nekat membawa sang adik pergi jauh dari rumah ketika adiknya baru berusia delapan tahun setengah, saat itu.
Delon tumbuh tanpa ada yang mengarahkan. Hidup berdua dengan sang Kakak yang lambat laun disibukkan pekerjaan membuat Delon tumbuh bebas layaknya burung, ketika melakukan kesalahan, loss saja, paling mentok juga kena hajar, begitu pikirnya.
Tumbuh dengan ciri khas, gaya didik serta pola pikir yang tentu berbeda, membuat Argon dan Delon tumbuh layaknya air dan minyak. Tidak heran jika dulu keduanya berada di satu tempat yang sama, hawanya sudah seperti melihat dua capres di tahun Pemilu. Panas!
Luka batin yang dipendam Delon sedari kecil selalu basah tanpa tahu caranya untuk kering—sampai sekarang. Ketika memori masa kecilnya berusaha dia timbun dengan memori baru, ada saja celah yang membuat memori itu bangkit lagi, lagi dan lagi. Dulu—ketika teriakan makian itu tidak dia mengerti artinya apa, Tuhan justru membuat memori buruk itu menjadi mimpi buruk yang setiap malam membuatnya terbangun dari tidur. Luka masa kecilnya itu selalu berhasil membuatnya merasa tidak ‘pantas’ untuk apapun. Sampai sekarang,-ketika ada kalimat yang mengaitkannya dengan ‘kesialan’, pasti akan membuat dadanya terasa seperti ditikam benda tajam yang berujung membuatnya kembali menyalahkan diri atas kelahirannya sendiri, sampai-sampai mentalnya yang sekuat baja, berakhir seperti kerupuk ketika disiram air alias melempem.
“Kamu kenapa tidak ikut, Del—loh?” Kepala Kara otomatis mendongak ke atas untuk memastikan tidak ada cahaya matahari yang masuk begitu melihat sosok keponakannya yang baru keluar dari dalam walk in closet memakai kacamata hitam kotak berbingkai besar.
YOU ARE READING
Different, D.A || Selesai ||
Short StoryIni kelanjutan story Different Soul★DERA☆ ya. kalau berkenan, mampir ke sana dulu~ ________ Bukan hanya menceritakan perbedaan sikap antara Delon dan Kara. Tapi, ini juga akan menceritakan kisah Argon dan Delon yang statusnya sudah berubah, yakni me...
