bab enam

1.6K 123 9
                                    

Memasuki semester 4, Narendra perlahan- lahan mulai merasa ada sesuatu yang janggal dengan sikap Willy kepadanya sejak liburan semester 3. Gerak- gerik Willy yang ia rasa aneh, mulai dari antusias berlebihan, kiriman sms yang meminta waktu bertemu lebih sering, lebih agresif ingin bermain ke rumahnya dengan maksud yang dia sudah bisa tebak. Baru sekarang Narendra mulai merasa terganggu karena perhatian yang berlebihan dari Willy, sebuah perhatian yang tidak mungkin diberikan oleh sesama hetero. Selangkah demi selangkah Narendra pun mulai menjaga jarak dari Willy. Kejadian libur semester 3 lalu mulai membuka matanya. Ia mulai melihat Willy semakin agresif mencarinya di sekolah, mengirim pesan ingin bermain ke rumahnya. Ia pikir, kalau hanya sesekali memang tidak ada masalah. Hanya selepas November, Willy sudah terlalu mencarinya, seolah ia sedang dating dengan Nabila dan Willy sekaligus. Masih untung Nabila tidak melihat gelagat aneh Willy. Hanya ia sudah mulai jengah di kirimi pesan dari Willy pas sedang asik dengan Nabila, dengan isi yang mirip. Willy saat itu sudah berubah menjadi obsesif terhadapnya. Narendra pun curiga kalau Willy seorang gay yang terpikat kepadanya.

'Narend, kapan bisa ketemuan?'
'Sori, gw sibuk.'

Itu adalah jawaban Narendra yang mulai Willy terima tiap kali ia mengirim sms. Di sekolah, menyapa Narendra, hanya di balas seadanya, lebih sering dengan balasan tangan yang membalas sapaannya. Narendra pun sudah lebih sering menghindarinya dengan lebih banyak beberapa teman supaya Willy menjadi sungkan menyapanya. Willy hanya bisa menatapnya penuh kerinduan dari jauh. Willy sudah tak bisa mendekatkan dirinya lagi kepada Narendra. Ia harus meresapi cintanya sendirian.

Besoknya, Willy memberanikan diri untuk mendekati Narendra yang sedang duduk bertiga dengan Nabila dan teman sekelas di meja. Setiap langkah Willy mendekat kepada meja dimana Narendra duduk. Pada saat Willy melewati meja, ia mendengar cukup jelas percakapan mereka. Hati Willy serasa di sayat oleh pisau kertas ketika Narendra sama sekali tak menyapanya. Menoleh pun tidak. Ia membeli jajanan dan minuman sambil menguatkan hatinya dan nenjaga dirinya tenang sekalipun dalam hatinya ingin ia lari dan menangis. Setelah berjalan cukup jauh, ia menoleh melihat Narendra yang terlihat sedang memegang tangan Nabila.

Fiona dan Indra sudah melihat jelas gelagat tidak beres ini. Indra pun mulai lebih sering menemani Willy, atau chatting dengan Dani dan Indra ketika dirumah. Dani pun mulai lebih sering memperhatikan Willy dengan berupa pesan, atau mampir ke resto dan menginap. Dani sudah bisa membaca dengan jelas cinta obsesif Willy. Dia sudah bisa membayangkan apa yang mungkin terjadi kalau Willy berbuat nekad.

Kegiatan lompat indah dan bekerja paruh waktu di dalam studio mas Bimo menjaga Willy dari kesedihan ini. Namun, apapun yang dilakukannya masih terselubungi kekelaman. Latihan lompat indahnya berjalan tidak mulus, lompatannya tidak presisi, beberapa kali terlihat miring.

"Willy, coba kesini." Sang pelatih memanggilnya
"Ya pak." Jawab Willy sambil berjalan mendekati pelatih.
"Willy, kamu lagi ada masalah apa? Tumben lompatan kamu gak tepat terakhir - terakhir ini."
"Gak ada masalah pak, mungkin aku agak kecapean." Jawabnya berusaha menutupi suasana hatinya.
"Kalo cape kamu akan minta istirahat lebih cepat, tapi ini kamu seperti... kelihatan lagi... punya masalah gitu."

Mendengar kebenaran dari pelatih, Willy menjadi mati kutu, karena semua gundahnya luber ke permukaan. Sang pelatih awalnya ingin brrtanya lebih jauh, hanya melihat Willy yang terlihat terpojok menjadi tak tega.

"Ya sudah, kamu istirahat dulu aja. Kamu siapin untuk lomba 4 bulan lagi yah."
"Iyah pak, itu akan ku usahakan."

Setelah 40 menit berjalan, Willy pulang dengan motornya sendiri. Hari itu Indra tidak mengantar karena mobilnya akan dipakai.

Di studio, 2 hari berikutnya sesudah pulang sekokah, ketika mengerjakan foto "pre-wedding" klien, Willy sering termenung sendirian menatap kearah foto. Bagi Willy yang sedang kasmaran, ia serasa melihat Narendra ketika melihat setiap foto pengantin pria pada foto di monitor komputer yang sedang ia kerjakan. Ketika membantu mas Bimo dalam sesi foto, ia berkali - kaki terdistraksi akan memori memfoto Narendra pertama kalinya. Untung saja Willy saat itu tidak sedang nendaoat tugas jadi fotografer. Dalam hatinya ia menyesal...

2 Sisi Koin 2 Sisi Cinta (Completed)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن