10. Little Girl

4.8K 308 26
                                    

Motorku melaju pelan membelah jalan raya yang tidak terlalu padat sore ini. Melaju pelan bukan karena aku tak suka kebut-kebutan, tapi karena aku takut motorku kelelahan dan justru tidak mau melaju lagi jika aku memaksakan untuk membawanya cepat-cepat.

Cuaca agak mendung, pengendara yang datang dari arah berlawanan terlihat kebasahan dan sebagian memakai jas hujan. Mungkin di sana hujan sudah turun, aku berinisiatif memakai jas hujan usang milikku.

Kuberhentikan motorku di tempat yang aman, lalu kubuka bagasi bawah motor yang sialnya susah sekali dibuka. Beberapa orang yang lewat di trotoar menetawakanku yang sedang susah payah megangkat jok butut ini.

Saat berhasil membukanya aku mengucap syukur lega. Tentu saja, jika tak kunjung terbuka aku bisa basah kehujanan di sini. Kugunakan jas hujanku dengan hati-hati, meski usang, meski sobek di bagian bawahnya, dan mirip tukang ojek aku bersyukur masih memilki jas hujan ini. Yeah, hidup memang hanya akan terasa berat jika kita kurang bersyukur.

Hujan benar-benar turun. Awalnya gerimis kemudian menjadi lebat. Perjalanan menuju rumah kontrakanku masih cukup jauh. Jalanan cukup sepi pengendara banyak yang memacu kendaraannya dalam kecepatan tinggi. Membuatku sedikit waspada supaya tidak tersenggol kendaraan lain. Tapi tiba-tiba motorku mendadak berhenti. Mesinnya mati. Sial, motor bebek bututku ngadat lagi.

Kutepikan motorku beberapa kali kustarter akhirnya mesinnya kembali nyala. Asap pekat dari knalpot menguar. Dasar motor butut. Dan di saat yang sama, di sudut jalan raya dekat lorong jembatan kulihat beberapa orang berandalan seperti sedang mengganggu seseorang.

Kuperhatikan anak-anak berandalan yang sepertinya seusia anak SMP. Mereka semacam anak punk salah gaul yang sering ngamen tapi maksa di bus kota. Pakaiannya hitam-hitam dengan celana sobek, rambut dicat warna-warni, serta telinga dan hidung yang ditindik seperti kerbau sedang mengganggu seorang perempuan.

Hatiku tergugah untuk mendekat meski bisa saja sebenarnya bocah-bocah berandalan ini memiliki senjata tajam dan melukaiku. Tapi meninggalkan seseorang yang butuh bantuan juga tidak akan membuat hati tenang. Bukannya aku sok baik atau berhati malaikat, tapi coba saja jika hal itu terjadi padamu. Seseorang membutuhkan bantuan tapi karena sesuatu kamu enggan memaksakan diri untuk membantunya dan meninggalkannya. Hatimu pasti sesak luar biasa. Trust me. Aku pernah merasakannya.

Kulajukan motorku ke dekat anak-anak berandalan itu. Mereka berjumlah tiga orang, dengan tubuh sekerempeng itu aku berpuluh-puluh kali lipat lebih hebat darinya jika seandainya mereka mengajakku berkelahi.

"Hey, sedang apa kalian?!"

Mataku membulat melihat seorang gadis yang menunduk memeluk tas di depan dadanya ternyata adalah Rizkyta.

"Bukan urusan lo!" jawab salah seoang dari mereka yang telinganya ditindik oleh benda logam sebesar uang receh lima ratusan.

Wajah Rizky yang biasanya datar tanpa emosi kini terlihat ketakutan. Matanya menyiratkan permohonan untuk kubantu. Aku mengangguk menenangkan.

"Kalau kalian melakukan tindakan kriminal, saya bisa melaporkan kalian pada polisi." Ucapku sambil mengeluarkan ponsel, tapi sepertinya mereka tidak takut pada ancamanku. Salah satu dari mereka menyeringai, kemudian loncat menyambar ponsel di tanganku. Dan berlari dengan cepat. Dua temannya yang lain menendang kakiku sehingga saat aku mengejarnya aku tersungkur jatuh ke trotoar.

"Oh, shit!" makiku saat ujung bibirku menyentuh debu. Segera aku bangkit tapi dalam sekejap mata mereka telah hilang entah ke mana.

Rizky yang tadi diganggu tiga berandalan tadi berdiri dan terlihat panik melihatku terjatuh. Wajahnya menyiratkan kecemasan. Ia berjalan pelan menghampiri.

My Ex StudentWhere stories live. Discover now