27. Catching Feelings

4K 309 34
                                    

"Dik, kamu gak apa-apa?" tanyaku sambil membantu gadis yang membungkuk di depanku untuk berdiri. Tangannya nyaris terinjak sepatuku saat hendak mengambil botol obat tetes mata yang kini sudah hancur berkeping-keping. Ia terlihat takut, wajahnya menunduk bahkan lengannya bergetar saat kusentuh.

"Maaf saya gak sengaja lagian itu obatnya punya―lho, Kiki? Kamu kenapa ada di sini?"

Sedikit pun aku tidak mengira bahwa gadis ini adalah Kiki. Aku merasa aneh melihatnya sendirian diluar malam-malam.

"Inikan tempat umum," jawabnya cepat. Ia bahkan tak menatap wajahku sama sekali saat mengatakannya. Tapi aku tak terintimidasi dengan jawaban ketusnya.

"Kamu sendirian?" tanyaku lagi.

Ia mengangguk

"Jangan hanya mengangguk Ki, jawab dengan kalimat. Kenapa kamu ada di sini sendirian?" desakku.

Ia mendengus kasar sebelum menjawab pertanyaanku. Kuakui pertanyaanku tadi memang terkesan menuntut padahal mungkin ia tidak punya kewajiban untuk menjelaskannya padaku.

"Kiki di sini habis nganter Bima tapi tadi gak sengaja nyenggol ibu itu dan obatnya jatuh terus keinjak kamu," jelasnya panjang lebar. Kulirik Mama yang berdiri beberapa langkah dari kami sudah kembali fokus dengan seseorang yang meneleponnya.

"Bima di sini? Apa yang terjadi sama kalian?" tanyaku cemas apalagi melihat tangannya terluka dan dibalut perban.

Kiki tidak menjawab ia malah memalingkan wajah dan pura-pura tidak mendengar pertanyaanku. Tangan kanannya ia sembunyikan di balik punggung. Saat menemuinya tadi pagi ia masih terlihat biasa-biasa saja, kenapa sekarang kami seperti sedang musuhan begini?

"Ardian, obat Mama?" tiba-tiba Mama menghampiri kami nada bicaranya terdengar kesal tapi wajahnya terlalu cantik untuk terlihat marah.

Kiki melirik Mama takut-takut tangannya terulur menyerahkan plastik obat mama yag tadi jatuh berhaburan.

"Maaf Tante, saya gak sengaja. Biar saya ganti obatnya."

"Kok kamu sih yang ganti? Kan saya yang nginjek. Udah, gak apa-apa," sanggahku. "Ardian balik lagi ke apotek deh, Ma. Oh iya, ini Kiki murid aku waktu di Tunas Bangsa." Ucapku lugas sambil merangkul bahu Kiki mendekat ke arah Mama. Wajah Kiki keruh saat kuperlakukan begini tapi sungguh bukan maksudku mencuri kesempatan dalam kesempitan. Aku hanya ingin mengungkapkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Ia tidak perlu takut pada mamaku, Kiki tidak salah sama sekali.

Mama menatapku dengan pandangan, apa ini orangnya? Aku mengedipkan mata dan mengangguk pelan. Mama cukup paham untuk mengerti isyarat itu.

"Saya Amyra ibunya Dimas Ardian kebetulan ketemu di sini...."

Kiki menyambut uluran tangan Mama dan menjawab pertanyaan Mama seadanya. Mungkin ia kaget. Mungkin ia masih malu. Iya, tidak, betul― begitu saja yang yang dikatakannya tapi setidaknya jawaban singkatnya itu jauh lebih baik daripada hanya gelengan kepala saja.

"Kamu pulang sendirian Ki?" tanyaku kemudian.

"Iya."

"Wah, kalau gitu kamu saya antar pulang aja sekalian tapi saya mau ke apotek dulu. Kamu tunggu sama Mama saya ya?" tawarku tanpa menunggu persetujuannya.

"Eh, gak usah...."

"Lho kenapa? Ikut aja sama kami daripada kamu sendirian. Nanti Ardian yang ngantar kamu."

Mama ikut-ikutan membujuk. Oh, Mama memang belum tahu kalau gadis ini sudah punya kekasih lain. Tapi bukan berarti juga mama sedang ikut campur dalam urusan percintaanku. Bisa jadi, Mama memang kasihan melihat Kiki pulang sendiri.

My Ex StudentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang