fifth

1K 93 4
                                    

Misi pertama : Ke sekolah bareng Kuda Gila (Dimas)

Anya memegang dadanya yang berdebar kencang, matanya melotot, nafasnya memburu sehingga hidungnya kembang kempis.

"Kita udah nyampe,muka lo gak usah lebay gitu" Dimas memarkir motornya di halaman sekolah, lalu turun, membiarkan Anya yang masih duduk di jok penumpang.

"Lo bener-bener Kuda Gila, mas" Anya menggelengkan kepalanya takjub.

Dimas tersenyum masam seraya mengambil satu putung rokok dari kantong baju seragamnya "Mana target lo?" Tanyanya pada Anya, menghembuskan asap rokok tepat di depan wajah Anya.

Alis Anya berkerut sambil merapikan rambut panjang ikalnya yang kusut terbawa angin saat Dimas menyetir layaknya Valentino Rossi. "Gue gak tau dia dimana. Apa gue harus mulai misi gue sekarang? Gue.. Gue ngerasa belum siap"

Bersamaan dengan itu, beberapa siswi yang sedang memarkir motornya di parkiran, mulai mencuri-curi pandangan ke arah mereka berdua.

"Ayo sayang, kita masuk kelas." Dimas merangkul bahu Anya-tepatnya, mencengkram secara tiba-tiba. Anya turun dari motor besar Dimas, lalu mereka berjalan dengan Dimas yang sesekali mencoba tersenyum manis pada Anya, membuat sebagian besar populasi yang berada di koridor sekolah terdiam mematung.

"Kenapa Dimas jalan sama Cewek jelek gitu?" Terdengar bisik-bisik tetangga di telinga Anya,berasal dari Tita, anak kelas XII IIS 2. Jika saja Dimas tidak melotot padanya saat Anya mencoba kabur dan berlari ke arah Tita lalu menarik hair extension cewek plastik itu,bisa di pastikan ujung sepatu Anya sudah melayang pada wajah menor Tita.

Anya dan Dimas berjalan ke arah utara, tepatnya menuju kelas XII MIA 1. Saat tiba di depan pintu kelas, Anya menghentikan langkahnya, menatap Dimas dengan wajah mengancam. "Jangan terlalu sok romantis, gue jijik, Oke?"

Dimas menjatuhkan putung rokok dan menginjaknya lalu rangkulan tangannya berpindah meraih pinggang Anya seraya memasuki kelas. Anya melihat melalui ekor matanya. Disana, di bangku yang berada tepat di depan bangkunya, Gerald sedang memperhatikannya.

Tidak, memperhatikan Anya dan Dimas.

"Aku mau bolos dulu ya. Istirahat jam pertama cari aku di kantin, Oke?" Dimas tersenyum seraya mengelus pelan pipi Anya dengan jemari besarnya. Sementara Anya terdiam, menatap punggung cowok di depannya.

Bahkan saat Dimas berlalu dan siswi lain mulai mengerumuni Anya dengan niat mempertanyakan ini itu yang berhubungan dengan Dimas, Anya masih menatap punggung Gerald, tanpa ekspresi.

Seakan, Anya telah membuat kesalahan besar karena ulah konyolnya dengan Dimas.

Dan seakan, Anya tengah merajut sebuah jarak yang sangat jauh antara ia dan Gerald.

***

"Lo udah tau tentang Anya?" Tanyanya takut-takut.

Gerald yang semula berjalan, menghentikan langkahnya sejenak lalu menoleh. "Apa tanggapan lo?"

"Gue yakin sebentar lagi mereka putus."

Mengerutkan alis, Gerald menatap ia tajam, "Gue gak suka lo ngomong gitu"

ia berjalan mendekati Gerald, "Ini gak masuk akal, Rald. Hubungan mereka.. terlalu tiba-tiba." Ucapnya, menurunkan intonasi suara.

Tatapan Gerald turun, dengan tangan yang masih berada dalam saku celananya. "Gue bahkan lupa rumus kuat arus listrik setelah ngeliat mereka berdua jalan di depan gue." Ucapnya, tersenyum masam.

ia ikut tersenyum prihatin. "Akhirnya apa yang gue takutkan terjadi. Gak selamanya dia bertahan, berjalan mengikuti lo saat dia tau lo berpura-pura gak mengharapkan."

Gerald menghela nafas, sisi lain dari sosok Gerald mulai muncul ke permukaan, "Apapun itu, gue seneng akhirnya dia bahagia. Dan ada saatnya nanti, dimana gue siap menjelaskan apapun yang gue tau dan gue akan terima hukuman gue. "

ia berdecak, merasa frustasi dengan ocehan Gerald. "Lo bukan penjahat, Rald. Lo gak-"

"Tolong.." Manik mata Gerald menatap ia , terlihat rapuh dan menyedihkan.

Sadar akan kelancangannya, ia memukul mulutnya tiga kali dan menjewer telinganya sendiri, "Gue hampir membocorkan rahasia negara"

Gerald terkekeh, "Kita bukan bocah lagi,bro."

Mereka tertawa pelan secara bersamaan, hal yang sudah jarang terjadi karena kesibukan masing-masing. "Gue akan selalu dukung semua keputusan lo."

"Lo tau semua tentang gue. Lo bahkan tau bagaimana proses saat gue lahir ke dunia. Jadi, gue berterima kasih untuk semuanya."

Ia tau, saat Gerald menatapanya, terdapat luka yang sangat dalam yang bisa ia lihat dalam bola mata cokelat Gerald.

Gerald berlalu, menaiki tangga dan hilang di belokan.

ia menyisir rambutnya dengan jemari tangan sambil menghela nafas. Dari dulu, dari ia mengetahui semua masalah yang menimpa Gerald, ia satu-satunya orang yang percaya dan berada di sisi Gerald sampai saat ini. Jauh di dalam lubuk hatinha,ia ingin membantu Gerald sekali saja, tapi ia tidak bisa.

Bahkan untuk membaginya kepada orang lain pun ia tidak mempunyai hak untuk itu. Hanya ia, Gerald, dan Tuhan yang tahu segalanya.

***

"Nya!"

Anya mengerjap, "apaan?" Tanyanya pada Dara, lalu kembali melamun.

Dara menarik daun telinga Anya lalu mencondongkan tubuhnya tepat di telinga Anya. "Gue tadi minta pendapat lo tentang misi kita yang kedua. Tolong dengerin gue."

Sementar Dimas yang ngorok di atas meja, sedikit terganggu. Maka dari itu, Dimas menggerutu tidak jelas dan lanjut tidur dengan posisi menelungkup.

"Ada yang ngeganjal di diri gue, tapi gue gak tau itu apa."

Dara menaikkan pandangannya, lalu dahinya berkerut. "Ini semacam.. feeling?"

Anya tidak menggeleng, namun juga tidak mengiyakan. Masak sih, ia mempunyai feeling yang kuat pada Gerald?

Tak lama, Dara mengibaskan tangannya di udara, "Udahlah, gak usah mikirin tentang omongan gue barusan. Mending kita mikirin gimana caranya buat Gerald selalu berada di antara lo berdua."

Anya berfikir, mengingat apa saja kegiatan Gerald yang memungkinkan Anya bisa berada disana, tentu saja selain jam sekolah.

"Gak ada cara lain kecuali nyuruh si Kuda Gila ini ikut ekskul Silat." Anya menunjuk Dimas  dengan dagunya, "Itu cara satu-satunya agar Gerald dan Dimas bisa berada di satu ruangan. Dengan adanya Dimas, otomatis gue punya alasan untuk datang ke ekskul silat. Kita bisa menjalankan misi kita saat itu juga."

Dara mengangguk setuju. "Kalau di misi kedua ini Gerald belum nunjukin hal-hal yang aneh, gimana?"

"Berarti emang Gerald gak suka sama gue. Simple."

***

Hy good people!

Gue sadar gue author yang musiman. kadang update cepet kayak motorcross, kadang lelet kaya siput bawa beban.

gue harap kalian gak bosen , tapi penasaran sama kehidupan sok misterius Gerald. wkwks.

gue juga berharap ada yang vomment cerita ini, walaupun setengah patah kata juga gue terima kok (?)

iyaiya, gue tau gue author yang banyak maunya.

oiya satu lagi, kalau kalian bertanya-tanya tentang sosok "ia" yang tiba-tiba nyempil di chap ini, itu emang gue rahasiain dulu namanya. Tapi pasti gue bakal mengungkap siapa dia sebenarnya. Jadi stay tune, Kay?

Happy reading guys!

Regards,

Inaka13

07112015

YOUWhere stories live. Discover now