Seventh

1.1K 83 2
                                    

Ia menaikkan sebelah alisnya ketika membuka pintu utama.

Gerald dengan wajah muramnya, dan dengan baju leceknya, masuk begitu saja tanpa menyapa maupun memberikan senyumnya pada ia.

Ia mengejar Gerald, hingga langkah mereka sejajar di salah satu anak tangga. "Lo kenapa, Rald?"

Gerald yang menatap ke depan tampak menghela nafasnya. "Gue pengen sendiri."

Menunduk, Gerald berjalan dengan gontai. Ia hanya menatap punggung Gerald tanpa berani bersuara.

Sebagai orang yang mungkin paling mengenal Gerald, ia rasa menunggu cowok itu hingga emosinya menurun adalah hal yang harus ia lakukan.

Ia kembali ke kitchen, seperti hari-hari biasanya, membantu Gerald dengan cara mengurus rumah mereka.

***

Anya menahan nafasnya, "Apa yang dia bilang ke lo?"

Dimas menyalakan mobil, memutar kemudinya meninggalkan pelataran parkir sekolah."Dia cuma bilang lo cengeng" Ucap Dimas santai , masih menatap jalanan macet di depannya.

Anya menaikkan kedua alisnya, "itu doang?"

"ho-oh. Udah jelas kan, Gerald gak suka sama lo, dan mulai besok, giliran gue." Dimas mengerling.

Wajah Anya memanas, tangannya terlipat di depan dada. "Apa menurut lo, gue harus mundur?"

Mendengar suara parau Anya, Dimas menoleh, mendapati air mata Anya meluncur menuruni pipi tirusnya. "Hei cengeng, cowok bukan cuma Gerald di dunia ini. Jadi, lo simpan air mata lo untuk cowok yang lebih pantas lo tangisin."

"Terus, kenapa lo ngelakuin hal yang sama kayak yang gue lakuin ke Gerald?" Tanya Anya, menarik tissue di dashboard mobil Dimas lalu menyeka air matanya.

"Masalahnya lo udah mencoba berulang kali, dan selalu gagal. Sedangkan gue, gue pengen ngebuktiin ke Salsa kalau gue bisa move on dari dia, secepat dia nyari gebetan baru."

Anya memiringkan tubuhnya, "hey, look at!. Lo ganteng, tinggi, putih, mancung, kaya, badboy. Lo sempurna. Kenapa lo gak nyari gebetan lain?"

Dimas tersenyum miring, membelokkan stir mobilnya ke arah perumahan. "Mungkin sekarang lo gak paham. Tapi mempertahankan itu nyatanya lebih sulit dari mendapatkan. Selama hampir seumur hidup gue, gue kenal Salsa. Dan selama 5 tahun terakhir gue pacaran sama dia. Sulit buat gue ngehapus dia dari memori ingatan gue, Nya. Susah banget."

Mata Anya menerawang sambil menatap Dimas, membayangkan dirinya yang selama ini selalu berusaha untuk mendapatkan perhatian Gerald. Lalu ia membandingkannya dengan kisah Dimas. Menurutnya, ini gak adil. Orang-orang yang mencintai dengan tulus seharusnya mendapat balasan yang sama, bukan sebaliknya.

Setelah mematikan mesin mobil, Dimas menoleh. "Mau sampai kapan lo merhatiin ciptaan Tuhan yang paling indah ini?"

Anya mengerjap. "KePD-an." Ucapnya lalu meninju bahu Dimas. Pipi Anya memanas, bukan karena apa-apa, tapi Anya malu karena melamun sambil memperhatikan Dimas.

Dimas tertawa kecil. Bahkan Anya bisa mendengar nada indah yang tak di sengaja itu keluar dari bibir Dimas.

Saat akan membuka pintu, pergerakan Anya terhenti. "Thanks, Nya. Gue rasa beban gue berkurang setelah cerita ke elo."

Anya tersenyum. Tanpa menoleh, ia bersuara, "Gue seneng lo akhirnya sadar bahwa yang lo butuhin adalah teman curhat, bukan rokok dan alkohol." Ucapnya lalu membuka pintu mobil.

Untuk kedua kalinya, Dimas tersenyum simpul sambil menatap punggung kecil Anya yang kian menjauh.

***

Austin Gerald, 10 tahun yang lalu.

"Bibi, aku tidak bisa menemukan pisau mainan ku" erang Gerald kecil frustasi.

Ia mengobrak-abrik kotak mainannya, namun tidak menemukan apa yang ia cari.

"Pangeran Gerald bisa menjaga Tuan puteri tanpa senjatanya." Ucap seseorang yang kini sedang duduk di tepi ranjang Gerald dengan kaki yang berayun.

Gerald menggeleng, "Tapi Tuan Puteri pasti akan terluka jika Pangeran tidak membawa pedangnya." Gerald berhenti mencari, lalu ia berdiri menghadap seseorang yang dianggapnya Tuan Puteri itu.

"Ge, mending kita mainnya besok ya? Udah sore."

Gerald kecil menggeleng, "Ge punya ide!" Ucapnya dengan suara melengking khas anak kecil lalu berlari keluar dari kamarnya.

Tuan Puteri itu menghela nafas, lalu mengikuti langkah kecil Gerald.

"Bi, aku minjem pisau ya?" Teriak Gerald lagi, namun tidak terdengar jawaban dari siapapun. Mungkin Bibi lagi pergi, batinnya. Gerald memanjat kursi agar tingginya melebihi tinggi meja dapur. Begitu ia menemukan apa yang Gerald cari-yaitu pisau dapur, Gerald lantas menarik pisau itu dari tempatnya lalu mengacungkan pisau itu tepat di depan wajahnya. "Sekarang pangeran Gerald bisa menjaga Tuan Puteri."

"Ge, apa yang kamu cari nak?"

Tepukan halus di bahu Gerald membuatnya terkejut, Gerald lalu membalikkan badannya dengan pisau yang mengarah ke depan.

"Bi-"

Sesuatu yang terjadi selanjutnya adalah,Gerald kecil yang tidak mengerti apapun,sedangkan Bibi yang terdiam menahan sakit dengan pisau yang tepat menancap di perutnya.

Begitu Bibi terjatuh, yang Gerald lihat adalah wajah pucat Tuan Puterinya.

"Ge, Apa yang kamu lakukan ke Bibi?" Tanya Cewek itu dengan suara bergetar.

Gerald tetap diam, raut wajahnya melemah sekaligus panik. Gerald mengerti ia sudah melakukan hal yang tidak seharusnya ia lakukan, ia lalai, namun ia tidak tahu apa akibat dari kelalaiannya, "Ge gak buat Bibi sakit, Bukan Ge." Suara Gerald kecil terdengar parau sekaligus menyedihkan.

Gerald lalu melangkah dengan gontai, dengan pandangan terkunci pada bola mata cewek itu. Cewek kecil berumur 5 tahun itupun sama menyedihkannya dengan Gerald.

Begitu Gerald berada di depan pengasuhnya yang sudah tidak sadarkan diri, Gerald bersimpuh, tangan kecilnya memegang pipi Bibinya lembut. "Bibi kenapa?. Ge minta maaf, Bi! Bibi bangun!, Ge gak mau bibi ninggalin Ge kayak mama papa Gerald. Ge gak mau bibi ninggalin Gerald!" Suara parau Gerald menggema di seluruh ruangan. Sayangnya hanya ada mereka bertiga, Gerald, pengasuhnya, dan Tuan Puteri kecil Gerald.

-

Gerald terbangun di tengah malam, nafasnya memburu dengan keringat dingin yang membasahi dahinya.

Cowok itu segera keluar dari kamarnya kemudian turun menuju kitchen yang terletak di lantai satu.

Tangannya gemetar ketika menuang air dingin ke dalam gelas kosong, membuat batinnya mengumpat.

Gerald meneguknya hingga habis. Lalu menuangkannya lagi dan membawanya menuju pantry.

Air matanya menetes satu kali, membuat Gerald menunduk seraya menarik rambutnya kuat-kuat.

Mimpi itu datang lagi, mengingatkan Gerald kembali tentang kejahatan di masa lalunya.

***

a.n

Jam kosong selama 3 jam pelajaran penuh gue manfaatkan untuk ngelanjutin YOU , hehe :D

Mungkin cerita ini akan berakhir di part 20'an. Gue gak tau tepatnya.

Ayoo, udah ada yang tebak-tebakan Anya sama siapa?

Keep Enjoy, Guys!

Regards,

Inaka13

09112015

YOUWhere stories live. Discover now