Nineteenth

732 57 1
                                    

Apa kalian pikir setelah kejadian semalam, hati Anya akan luluh dan lupa tentang kesalahan Gerald?

Nyatanya, pagi ini di kantin sekolah, Anya menjaga jarak pada Gerald. Dan yang anehnya, Gerald seakan menerima semuanya. Tanpa berusaha membuat Anya kembali menjadi 'Anya' seperti sebelumnya.

Anya melirik bangku kantin paling pojok, dimana Gerald duduk di temani jus buah naga.

"Dulu aja nyosor terang-terangan, sekarang malah jual mahal. Menyedihkan banget kalian." Celetuk Dara sambil mengaduk jus jeruknya.

Anya mendesis, "Diem lo, Ra."

Tiba-tiba tanpa Anya duga, seseorang merangkul pundaknya dari belakang. "Hai, Nya! Apa kabar?"

Dimas??

"Dimas?"

Dara berhenti mengaduk es jeruknya, sementara Gerald berhenti menyesap jus buah naganya.

"Dimas?" Ulang Dara, Lalu Dimas terkekeh.

"Ngapain lo kesini?" Desis Anya. Cewek itu lalu melirik Gerald. Berharap cowok itu tidak berfikiran macam-macam.

Menurut Anya, ini posisi yang sangat-amat-tidak enak. Gerald dan Dimas, dengan Anya berada di tengah-tengah keduanya.

"Lo kenapa?" Kepala Dimas bergeser ke kanan, berniat melihat seseorang di belakang punggung Anya, "Oh, Hay, Rald!" Dimas menaikkan tangannya, sebagai tanda menyapa, lalu kembali menatap Anya. "Gue pengen ngomong sama lo." Ucap Dimas santai, lalu nyengir kuda.

Dasar, kuda gila.

"Ngomong apaan?"

"Gue gak bisa ngomong di sini. Pokoknya ini emergency!!" Dimas mengatakan itu seolah-olah ia sedang mendapatkan misi untuk menyelamatkan bikini bottom dari serangan musuh menggunakan kantong ajaib Doraemon.

Anya menaikkan satu alisnya, seolah berkata ni-anak-kenapa?

Karena tak kunjung mendapat tanggapan, Dimas mencondongkan tubuhnya,"Ini soal perjanjian kita waktu itu." Ucapnya berbisik. Membuat kening Dara berkerut karena tidak dapat mendengar apa yang Dimas katakan.

Gerald berdiri sambil membawa gelas jus buah naganya di tangan kanan. Tatapan Gerald mengarah pada Anya-Dimas, keningnya berkerut samar.

Sebenarnya, Gerald bisa saja langsung menuju ibu-ibu pedagang jus tanpa harus berjalan memutari meja tempat Anya duduk saat ini. Namun, entah mengapa kaki Gerald membawanya mendekati Anya, berjalan melewati punggung Dara, kemudian punggung Dimas, terakhir punggung Anya.

Telinga Gerald siaga satu, bahkan Gerald tidak sadar ia berjalan selambat siput saat ini. Membuat senyum Anya hampir terbit kalau saja ia tidak mengingat hubungannya dan Gerald sedang dalam masalah.

Gerald menaruh gelasnya di atas meja panjang milik bu kantin, sementara tatapannya masih terpaku pada Anya. Sesaat, Gerald mengeluarkan dompetnya dari saku celana.

"Duh. Sialan. Gue gak bawa uang cash." Maki Gerald sambil menepuk dahinya.

Anya yang menyadari itu dari mimik wajah Gerald,berniat berdiri. Namun pergerakannya terhenti karena lengan Anya di pegang oleh Dimas.

"Biar gue aja." Dimas berdiri, berjalan mendekati Gerald dengan percaya diri. "Pake uang gue aja dulu." Dimas mengeluarkan dompet kulitnya dari dalam saku.

"Gue gak perlu." Sahut Gerald ketus. Tatapan lasernya jatuh tepat pada Dimas.

Jika saja hanya dengan tatapan dapat mencabut nyawa seseorang, Dimas pasti sudah sekarat di hadapan Gerald.

Dimas terkekeh kecil, membuat Gerald mencengkeram dompetnya kuat-kuat.

"Gak usah sungkan-sungkan sama gue." Dimas nyengir setelah menaruh satu lembar uang sepuluh ribu di samping gelas Gerald. Ia lalu menepuk lengan Gerald dua kali, lalu berbalik.

Gerald dapat melihat Dimas berbicara singkat pada Anya, seolah menyuruh Anya untuk ikut bersamanya.

Dan di luar dugaan Gerald, Anya berdiri dan berjalan bersisian dengan Dimas.

Gerald tidak akan melupakan sikap Anya yang tidak memprotes saat Dimas merangkul bahunya.

***

"Gue gak inget pernah buat perjanjian sama lo." Anya menggerakkan bahunya, berniat menyingkirkan lengan Dimas yang bertengger di bahunya.

Mereka sedang berada di koridor kelas sebelas. Tepatnya di sebelah kelas XI MIA 1.

Dimas memasukkan tangannya ke saku celana. "Inget waktu lo make jasa gue untuk buat Gerald cemburu?"

Seketika, Anya terpaku. Ia melempar pandangan ke arah manapun, menghindari tatapan licik Dimas.

"I-iya, gue inget. Terus, gue harus ngelakuin apa sekarang?"

Dimas tersenyum miring, "Dinner with me?"

Kening Anya berkerut, tangannya ia lipat di depan dada, "Haruskah? Apa ada opsi lain?"

Dimas menyugar rambutnya, "Sayangnya.. enggak ada."

"Ups!"

Sontak, Anya menoleh ke arah sumber suara. Tio berdiri di ujung koridor, membawa dua buah buku tebal-atau lebih-. Tio memalingkan tatapannya ke arah lain. Seolah malu melihat wajah Anya. "Umm,Sorry. Gue gak sengaja."

Anya lantas meniti jaraknya dengan Dimas yang hanya dua jengkal, dengan Anya bersandar di dinding kelas.

Anya lantas mendorong bahu Dimas, membuat cowok itu lantas meraih lengan Anya karena Anya berniat pergi.

Saat Anya sudah berada di depan Dimas-dengan lengan Anya berada di genggaman cowok itu, kepala Anya menoleh ke belakang."Gue mau ngelakuin apa yang lo suruh. Jadi tolong, lepasin gue."

***

YOUNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ