4. Fakta (Repost)

93.1K 6.7K 325
                                    

HAPPY READING😘😘😘

🍁🍁🍁

Fian kembali ke meja kerjanya, matanya memandang was-was mencari keberadaan Karel. Setelah kejadian tadi rasanya dia ingin tenggelam saat bertemu dengan pria itu. Dirinya terlalu takut, atau lebih tepatnya Karel terlalu menakutkan. Aura saat sedang diam saja menyeramkan apalagi saat sedang marah.

"Lo ngapain jalan begitu?" tanya Fanya yang muncul di depan Fian.

Fian langsung menegakan badannya dan tersenyum bodoh pada temannya itu. Fanya adalah teman Fian yang bekerja di bagian arsip. Pasti Karel yang menyuruh perempuan itu kemari.

"Ehh Nya, Pak Karel di dalem?" tanya Fian.

Fanya mengerutkan kening. "Enggak, makanya gue nunggu lo. Gue tadi disuruh ngambil arsip kemaren sama Pak Hanung," jelasnya.

Mata Fian langsung berbinar senang, akhirnya dia bisa menghirup nafas dengan lega. "Alhamdulillah," gumamnya.

"Kenapa sih? gue denger dari anak-anak lo pacaran yaa sama bos?" tanya Fanya.

"Ehh emm yaa gitu Nya, ini gue lagi kucing-kucingan," jawab Fian asal, "yaudah ayo masuk," ajak Fian.

Fanya mengikuti Fian dengan senyum geli, dasar Fian. Dalam keadaan apapun Fian tetap saja bercanda. Mungkin bos memang membutuhkan perempuan seperti Fian agar dapat mencair meski sedikit.

"Thanks Fi," ucap Fanya sebelum berbalik pergi.

Ponsel Fian bergetar, ada pesan masuk dari nomer yang sangat Fian kenal. Bukan sengaja menghapal, tapi karena nomer ini mudah diingat dalam sekali lihat. Ini nomer Karel.

Siapkan materi rapat siang ini

Fian berdecak kesal membaca pesan itu, rapat dadakan lagi. Gagal sudah encananya untuk pulang cepat. Dengan malas, kakinya melangkah ke meja Karel untuk memeriksa materi rapat untuk siang ini.

Saat sibuk menatap dokumen-dokumen di meja Karel, pandangan Fian jatuh pada bingkai foto yang ada di meja itu. Ada tiga orang disana, dua laki-laki dengan perempuan yang tadi datang duduk ditengah. Senyum Karel terlihat hangat, mata itu juga tidak dingin seperti sekarang.

"Kalau ngeliat dia senyum begini terus, bisa diabetes deh," kekeh Fian. Senyumnya mengembang kecut. Pasangan yang serasi, Karel yang tampan dengan perempuan yang cantik.

"Ini baru yang namanya ketimpa bulan, kalau sama gue nanti dia dibilang ketimpa monyet," Fian menggelengkan kepala dengan ekspresi ngeri, "enggak, gue juga lumayan lah," koreksinya sendiri. Tawa gelinya muncul, kenapa dia jadi memikirkan pasangan Karel. Fian segera keluar dari ruangan Karel, setelah semua sudah beres.

Hampir setengah jam Fian menunggu hingga akhirnya Karel datang dengan membawa teman. Fian menunduk hormat seperti biasa. "Siang Bapak, materi rapat sudah ada di meja," ucapnya.

Karel mendekat dan merangkul bahu Fian. "Ini Fian," ucapnya.

Pria itu tersenyum hangat pada Fian. Benar-benar berbeda dengan Karel, bahkan Fian sampai terpesona dengan kehangatan di matanya. "Aku Fatar, sahabat Karel. Senang akhirnya sahabatku memiliki pasangan, cantik pula."

Fian hanya bisa tertawa salah tingkah. "Bapak bisa saja."

"Fatar saja, tidak usah panggil Pak," ucap Fatar.

Fian tersenyum dan menganggukan kepalanya. Seandainya bosnya adalah Fatar mungkin Fian akan betah berlama-lama di kantor.

"Ayo masuk," ajak Karel.

Fatar langsung masuk keruangan sedangkan Karel tetap berdiri disamping Fian. "Apapun yang kamu lihat tadi, lupakan."

Fian mengangguk cepat. "Sesuai ucapan saya tadi," jawabnya.

Not A Dream WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang