30. Raka Eldenis Rajendra

94.5K 5.4K 658
                                    

Hayyy semuaaaa... mohon maaf untuk koment part kemarin belum sempet aku bales semua karena hp eror dan gk bisa bales komen padahal mau banget bales aslii wkwk.. nanti aku bales yaa sekalian sama komen untuk part ini ;)

Langsung aja yaa ini next partnya. Dari judul udah tau dong itu nama siapaaa...

Happy reading guys!! wish you like this part :) :)

🍁🍁🍁

Sudah hampir dua minggu Fian pergi meninggalkan Karel dan semua. Tidak ada rasa lega apalagi senang dalam hatinya. Seperti hari-hari kemarin dia termenung di balkon kamarnya. Langit sudah mulai senja, gradiasi warna jingga menyorot lembut memberikan hawa ketenangan tapi tidak dengan hatinya saat ini. Fian selalu menyukai senja tapi tanpa Karel, senja yang dia lewati terasa sedikit berbeda, berlebihan tapi itu faktanya. Ada kenangan pada senja yang membuatnya tersenyum miris.

"Maaf Nyonya, Tuan menunggu di bawah," ucap salah satu pekerja di vila ini.

Fian melirik sekilas kemudian matanya kembali menatap ke arah kejauhan. "Aku akan menemuinya nanti," jawab Fian. Dia sedang tidak ingin diganggu siapapun saat ini. Lagipula Gavyn memanggil pasti karena hari ini adalah jadwal dokter datang untuk memeriksa keadaannya.

Mendengar ucapan Fian, pekerja itu menunduk hormat dan pergi dari kamar luas itu. Semua pekerja dirumah ini memang selalu menuruti apapun ucapannya, dan itu sudah pasti perintah dari Gavyn. Pria itu selalu membuatnya merasa diperlakukan istimewa dengan tindakan kecil sekalipun. Tidak akan ada orang yang rela menemaninya setiap malam hanya karena sulit tidur tapi Gavyn melakukan itu untuknya. Beberapa hari kemarin Fian merasa sulit tidur dan Gavyn dengan sabar menemaninya meski wajah pria itu terlihat lelah.

Fian menunduk, satu tetes air mata lagi-lagi keluar meski dia sudah tidak ingin menangis untuk Karel. Pria lain bisa melakukan semua itu untuknya, tapi kenapa pria yang sangat dia cintai justru hanya bisa membuatnya sakit hati. Kurang menerima apa dia selama ini, kurang bersabar apa dia selama ini sampai Karel terus berbuat seenaknya.

"Kau akan terus menangis?" tanya Gavyn.

Fian mendogak kaget, dia menatap Gavyn yang sedang bersandar di dekat jendela balkon. Pria itu sudah melepas jasnya dan menggulung kemejanya hingga siku. "Kapan kamu masuk?"

Gavyn tersenyum geli, dia berlutut di dekat Fian dan mengusap kepala Fian dengan lembut. Matanya menyorot hangat sangat berbeda saat pertama kali Fian melihat pria itu. "Malam ini bintang tidak akan datang karena takut dengan wajah jelekmu itu," ucap Gavyn.

Fian mendengus kesal, satu senyuman tipisnya hadir. "Terima kasih Gavyn, aku tidak tau harus membalas apa untuk semuanya," ucap Fian tulus.

"Kau bisa membalasnya," jawab Gavyn.

Kening Fian berkerut, "dengan?"

Gavyn kembali tersenyum dan ibu jarinya mengusap sisa airmata Fian. "Hanya dengan kau tersenyum maka semua akan lunas, aku tidak butuh yang lainnya."

Fian terkekeh geli mendengar ucapan Gavyn. "Kamu merayuku? astaga Gavyn! kamu tidak lihat perutku sedang membuncit? apa tidak bisa kamu mencari wanita yang bertubuh langsing untuk kamu rayu?"

Gavyn tertawa dan bangkit, mendengar Fian tertawa itu suda membuatnya senang. "Asal kau tau, saat membuncit kau justru terlihat seksi." Mendengar lelucon itu Fian melotot kesal dan menyerang Gavyn dengan cubitan-cubitan sampai pria itu menyerah.

Malam ini seperti biasa mereka makan bersama. Fian mengambil makanan secukupnya. Dia tidak terlalu bernafsu untuk makan banyak, makan hanya agar anaknya tidak kelaparan dan itu cukup. "Kenapa dokter belum datang juga?" tanya Fian disela kegiatan makannya.

Not A Dream WeddingWhere stories live. Discover now