Kehidupan Cinta 26

1K 68 1
                                    

Di pagi hari Karen berbaring di sampingku di tempat tidur, Arya berada di sisi lain, nyenyak. Aku berbisik kepada Karen bahwa aku akan pergi ke kamar Rama dan Chandra dan menggangu mereka berdua. Karen melompat-lompat, antusias.

"Ssssssttttttttt!!" aku membisikkan peringatan."Vather masih harus tidur."

"Oh, Yeah." Karen berkata dengan pelan, dengan tangan menutup mulutnya.

Aku pergi ke kamar yang ditempati Chandra dan Rama. Chandra masih tidur. Rama membaca sambil rebahan, mengenakan kaus panjang. Kelihatannya ia tidak mengalami malam yang liar, sayang sekali. Rama melambai ke arah Karen, yang melompat-lompat kegirangan di atas badan Rama.

Aku pergi lagi ke lantai bawah, dan merayap ke tempat tidur Arya, Ia masih tidur. Aku menatapnya penuh kasih sayang, dengan lembut meraih tanganya dan memegangnya erat-erat, sepelan mungkin. Desahan napasnya kedengaran berat. Pelan-pelan, dengan jeda yang tidak teratur. 

Apakah itu imajinasiku saja, ataukah memang benar jedanya terasa semakin lama? Jika ia meninggal sekarang, di dalam tidurnya, itu sangat menyenangkan bagi dirinya, Arya kelihatan damai. Mendadak dan menyadari bahwa aku tidak memiliki pengalaman dengan kematian. Apa yang terjadi dengan Arya? kapankah tubuhnya memutuskan untuk berhenti bernapas, atau menghentikan detakan jantungnya? Apakah hal itu terjadi dengan sangat lambat? Apakah ada hal lain yang terjadi sebelumnya? Dan apakah aku harus menelepon dokternya langsung, atau hanya membiarkan kematian itu terjadi dengan sendirinya?

Aku tidak punya gagasan bagaimana etika kematian, atau lebih tepatnya membiarkan orang meninggal. Aku hanya harus mempercayai perasaanku, dan perasaanku mengatakan bahwa Arya terlalu damai saat ini sehingga bisa saja ia meninggal sejauh yang ku khawatirkan. Desahan napasnya yang pelan berlangsung selama sepuluh menit. Dan kemudian Arya mulai bernapas secara normal lagi, seperti yang dilakukannya saat ia masih hidup. Itu juga oke. Ayo jalani satu hari yang menyenangkan lagi.

Saat Arya bangun aku bertanya apakah ia ingin makan sesuatu.

"Ya, setengah pil morfin."

"Apa kau merasa sakit lagi sayang?"

Arya mengangguk.

"Sangat sakit, punggungku."

"Kalau begitu aku akan memberimu satu pil utuh."

"Apakah kita boleh melakukannya?"

"Bagaimana lagi? Kau takut pil itu akan membunuhmu ya sayang?"

Arya tertawa terbahak-bahak.

"Semoga saja."

Sekonyong-konyong wajahnya menegang.

"Bukankah sekarang saat yang tepat untuk memberitahu Karen bahwa sebentar lagi aku akan tiada?"

"Aku sudah sedikit mempersiapkanya untuk itu tadi pagi."

"Apa yang dikatakannya?"

"Bahwa.."

Glek...

"Ia bilang ia tidak apa-apa asalkan itu artinya kau tidak menderita lagi dan kau tidak pernah sakit."
Bersama-sama kami menangisi cahaya mentari kami.

"Merasa lumayan baikkan?" aku bertanya beberapa saat.

Arya mengangguk.

"Mau kubacakan email email mu?" Arya mengangguk lagi.

Seperti seorang bintang sungguhan, Arya menjawab surat-surat penggemarnya. Aku seperti sekretarisnya. Aku mengetikan jawaban yang dikatakan Arya. Dalam semua balasannya ia menjawab betapa bahagianya dirinya sekarang.

Kehidupan Cinta (Antara Kesetiaan, Cinta dan Kanker)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang