Chashitsuji : My Careless Butler (3)

10.1K 412 18
                                    

Levi POV

Semakin lama aku mengawasinya, ketertarikanku padanya semakin menjadi-jadi. Entah kenapa Eren yang dahulu hanya terlihat sebagai manusia berisik yang ceroboh kini berubah menjadi manusia berisik yang ceroboh tapi manis. Wajah paniknya setelah membuat kekacauan selalu membuatku gemas. Ya ampun, sebenarnya apa yang terjadi padaku??

Normal POV

PRANGGGG

"A-ah ah ah, ma-maafkan aku Levi-san."

"Tsk, Eren ..."

Levi hanya bisa memandang lelah pada Eren yang saat ini sedang sibuk mengeringkan piyamanya yang basah karena tersiram teh dengan sapu tangan. Dia hanya memesan segelas teh sebelum tidur dan Eren sukses membuatnya harus berbasah ria.

Tangan Eren bergetar, matanya berkaca-kaca. Akhir-akhir ini hubungannya dengan Levi kembali seperti semula bahkan lebih baik dari sebelumnya. Eren tidak ingin Levi kembali marah dan membencinya. Eren menyeka bagian perut hingga paha Levi yang basah dengan handuk secara perlahan, ingin memastikan piyama Levi kering dengan sempurna. Tanpa disadarinya, gerakannya itu justru mmbuat sesuatu dalam diri Levi bangkit.

Menyadari keanehan dalam tubuhnya, Levi segera bangkit dari duduknya, tak peduli bahwa gerakan tiba-tiba itu membuat Eren terkejut dan jatuh terduduk. tanpa melihat Eren, dia langsung berlalu ke kamar mandi.

Sebutir air bening menetes dari pelupuk matanya. Apakah dia kembali membuat Levi marah padanya? Dengan dada sesak, Eren meninggalkan kamar Levi dan berlari menuju kamarnya dengan air mata yang sudah tak terbendung lagi.

Eren POV

Semakin hari perasaanku terhadap Levi-san semakin tak terbendung dan tumbuh menjadi sebuah perasaan yang terlarang.

Sejak kecil aku sudah mengaguminya. Dia adalah sosok yang pintar dan keren. Meskipun terlihat dingin, sebenarnya Levi-san adalah orang yang baik hati. Orang-orang mendekatinya dan mencoba akrab dengannya. Aku juga ingin berteman dengannya, tapi aku hanyalah seorang pelayan rendahan yang tak pantas berada di sisinya. dan entah sejak kapan aku mulai mengikuti dan memperhatikan Levi-san kapanpun aku memiliki waktu luang di sela-sela pekerjaanku.

Aku selalu senang bisa melayani Levi-san. Sayangnya, karena terlalu gugup berada di dekatnya aku selalu melakukan kecerobohan yang membuat Levi-san selalu jengkel padaku. Saat kukira hubungan kami semakin membaik dan aku akan bisa sedikit lebih lama bersama dengan Levi-san, aku melakukannya lagi, sebuah kecerobohan yang membuat Levi-san kembali marah padaku.

Aku memang bodoh. Perasaanku memang bodoh. Bagaimana bisa aku mengharapkan sentuhan Levi-san? Bagaimana bisa aku selalu memimpikan Levi-san di setiap tidurku? Bagaiman bisa aku hilang kendali hanya karena melihat celana Levi-san yang basah?

Dia pasti merasa jijik padaku sekarang. Dia pasti tak akan sudi bahkan hanya untuk melihat wajahku.

Tapi aku sudah tak bisa menahan perasaanku lagi. Dengan sikapnya yang melembut, bagaimana mungkin aku tak berharap, berharap untuk bisa mengungkapkan perasaan ini dan mendapat balasan.

Aku sampai di kamar dan menutup pintu. Tubuhku merosot dan aku terduduk di belakang pintu. tanganku bergerak menuju bagian sensitif tubuhku. Memberikan sentuhan-sentuhan, memanjakan, berharap bisa mengurangi sakit di dadaku. Tapi, dadaku semakin sesak. Air mataku semakin deras membasahi wajahku.

"Hiks ... uh ... Levi-san ... Levi-san ... maaf ... aku mencintaimu ... ah ahn ... Levi-san!"

Levi POV

Aku melupakannya. Aku terlalu sibuk memikirkan urusanku sampai melipakan anak itu. jangan sampai dia melakukan hal bodoh hanya karena mengira aku marah kepadanya karena menumpahkan teh di atas piyamaku.

Aku berganti dengan piyama bersih dan segera pergi menuju kamar Eren. Aku tahu dia akan langsung ke kamarnya untuk menenangkan diri apabila dia melakukan kesalahan. Entah sejak kapan aku jadi memperhatikannya dan hapal dengan segala kebiasaan Eren.

Aku berhenti di depan kamarnya dan menimbang-nimbang berbagai tindakan yang harus kulakukan. ketika akhirnya kuputuskan untuk mengetuk kamarnya, aku mendengar suara isakan dari balik pintu, tanganku berhenti di udara.

"Hiks ... uh ... Levi-san ... Levi-san ..."

Dia menyebut namaku?

"... maaf ..."

Fyuh, dia merasa bersalah lagi. Saat kuputuskan untuk kembali mengetuk, kata-kata yang selanjutnya ku dengar kembali membuat tanganku berhenti di udara. mataku membelalak tak percaya dan jantungku berdetak dengan kencang.

"... aku mencintaimu ... ah ahn ... Levi-san!"

Kepalaku berkabut. Instingku langsung mengambil alih tubuhku. Kutendang pintu di depanku.

BRAK. BRUK

Di depanku sekarang terlihat Eren yang tersungkur di lantai dengan pakaian dan wajah yang terlihat sungguh kacau. Kancing bajunya hampir semua terbuka mengekspos seluruh dada dan sebagian perutnya. Celananya sudah turun hingga pahanya. Tangannya berada di tempat terintim tubuhnya. Matanya yang sembap dan merah menatap horor padaku. Wajahnya sudah memerah sempurna bahkan sampai ke telinga. Rambutnya yang berantakana semakin membuat penampilannya terlihat, ehm, menggoda.

"Le-Levi-san ..."

Aku berusaha mengendalikan emosiku yang bergejolak dengan perasaan aneh dan tetap menampakkan raut datarku. Aku masuk ke dalam kamar, menutup dan mengunci pintunya. Eren dengan panik berdiri dan berusaha merapikan penampilannya yang berantakan.

"Le-Levi-san ... ma-maaf. A-aku akan ..."

Tanpa menunggunya menyelesaikan kalimatnya, aku langsung menerjang dan mencium bibirnya. matanya terbelalak. Lidahku berhasil masuk ke dalam rongga mulutnya dan segera melancarkan serangan dengan gencar. Eren yang sudah bisa mengatasi sedikit keterkejutannya mulai berontak dengan mendorong bahuku. Tapi tanganku yang memegang erat tengkuk dan pinggangnya membuat perlawanannya menjadi sia-sia. Perlawanan Eren semakin melemah dan berat tubuhnya mulai bertumpu pada tanganku yang memeluk pinggangnya. Eren telah terseret dalam permainanku.

Saat merasakan Eren kehabisan nafas, aku melepaskan ciuman kami dan memandang wajah Eren. Dia terlihat manis dengan wajah merah dan mata sembab. Jantungku masih berdegup kencang.

"Levi-san ..."

Suara lirihnya mengeluarkan kesadaranku dari dalam kabut. Mataku membelalak. Tanpa sadar aku melepaskan pelukanku dari Eren yang membuatnya langsung jatuh terduduk. Aku ingin mengulurkan tangan membantunya, tapi gerakanku terhenti di udara. Apa yang baru saja ku lakukan? Aku mencium Eren? Apa aku sudah gila?

Melihat wajahku yang kebingungan, Eren berusaha meraih tanganku. aku refleks menepis tangannya dan memandang tajam padanya. Eren tersentak dan menatapku dengan ekspresi terluka.

"Tsk"

Tanpa berkata apapun lagi, aku segera keluar dari kamar Eren dan menutup pintunya kembali. aku tak ingin ada seorang pun yang melihat kondisi Eren saat ini. Aku berjalan menuju kamar dan langsung pergi ke kamar mandi. Aku harus mendinginkan kepalaku dan memikirkan apa yang baru saja terjadi dengan baik.

Eren POV

Dia pergi. Dia pergi begitu saja setelah menciumku, membiarkanku terjatuh, menepis tanganku dengan kasar, menatapku tajam dan mendecih. Apa arti tindakannya itu? Apa ini adalah gaya membully yang baru? Memberikanmu harapan dan membuatmu melayang lalu menghempaskanmu ke tanah begitu saja.

Aku tak mengerti. Aku sama sekali tak mengerti. Dia menciumku, tapi ekspresinya tetap sedatar biasanya. Lalu tatapan tajamnya itu, tatapan mengintimidasi yang biasa dia tampakkan kepada sesuatu yang tak ia sukai. Jadi, dia menciumku karena membenciku?

"A haha ... a hahahahahaha hah ha ... hiks hiks ... uhhh ..."

TBC





Butler and Master (series)Where stories live. Discover now