Epilog

49.9K 2.3K 21
                                    

Valentin Febriano Harungga membuka pintu rumah dengan takut-takut. Ia mengendap perlahan.

"Valen? Sedang apa kamu?" suara berat Ayah nya menghentikan langkah berjingkatnya.

Valen menghadap ayahnya dengan wajah tertunduk.

"Valen? Jawab ayah!" Andi mendekat, menekan suaranya. Ia sudah mendengar kenakalan putra sulungnya.

"Valen tidak sengaja, Yah. Kenzo terjatuh dan kepalanya berdarah," ujarnya lirih. Kepalanya masih menunduk.

"Bagaimana Kenzo bisa terjatuh?" tanya Andi kesal. Bukan sekali dua kali ini Valen membuat ulah dengan Kenzo. Dan bukannya Andi tidak tau apa penyebabnya, tapi ia hanya berusaha mendidik anaknya agar jujur.

"Valen hanya mendorongnya pelan, Ayah. Tapi Kenzo terjatuh dan kepalanya terbentur batu," dengan takut-takut ia mengaku pada Ayahnya.

"Kenapa kamu melakukan itu?" kini suara halus bundanya terdengar, membuatnya mendongak menatap sang Bunda sejenak sebelum kembali menunduk.

"Karena, karena Cassie lebih suka bermain dengan Kenzo Bun," suara Valen makin pelan. Ia merasa bersalah. Ia tidak tau perbuatannya kali ini membuat Kenzo celaka. Biasanya Kenzo pandai menghindar. Ilmu bela diri Kenzo memang paling tinggi diantara mereka, karena Papi Kenzo yang mengajarkan Kenzo bela diri.

"Valen, tidak baik memaksakan kehendak kita pada orang lain. Kamu tidak boleh memaksa Cassie untuk bermain denganmu jika Cassie tidak suka," Arin menasihati putra sulungnya lembut dan hati-hati.

"Kamu dengar apa yang dikatakan Bunda, Valen?" Andi bertanya dengan nada penuh penekanan. Tatapannya tajam ke arah sang putra.

Valen mengangguk pelan. Ia masih terus menunduk. Perasaan bersalah membelenggunya. Hatinya tidak nyaman. Arin mendekati putranya dan menunduk mensejajarkan wajahnya dengan wajah Valen

"Sekarang, kamu pergi ke rumah Uncle Jo, temui Kenzo dan minta maaflah. Dan, jangan ulangi kesalahanmu," ucap Arin mengusap rambut Valen lembut.

Valen mengangguk, lalu memeluk bundanya.

"Maafkan Valen Bunda, maafkan Valen ayah," lalu dilepasnya pelukannya dan kemudian pamit pada Arin dan Andi untuk ke rumah uncle Jo nya.

Arin memandang Valen yang berlari menuju rumah uncle Jo yang masih sekomplek dengan rumahnya.

Andi mendekat, memeluk Arin dari belakang, dan mencium pelipis istrinya lama.

"Aku suka caramu mendidik Valen," bisik Andi lalu mencium telinga istrinya yang berjenggit geli.

"Aku tidak ingin ia mengalami hal yang sama seperti aku dulu," sahut Arin tersenyum pahit.

"Pengalaman adalah guru terbaik, Sweetheart. But, remember that I love you always, and it will grow every time," Andi memutar tubuh Arin hingga menghadapnya.

Arin mengusap pipi suaminya. Lalu mengalungkan lengan ke leher Andi.
Spontan Andi melingkarkan lengannya dan menarik pinggang Arin agar makin tak berjarak, menggesek-gesekkan ujung hidungnya ke hidung Arin.

"Terimakasih sudah mencintaiku sedalam ini. Terimakasih sudah memberiku kebahagiaan yang kupikir tak akan kupunya. Terimakasih karena sudah mau memberiku sebuah rumah untukku hadir dan menetap. Aku mencintaimu, Arin. Dan jangan pernah melepasku apapun yang terjadi," Andi menunduk, mengecup bibir wanitanya lembut.

Mata Arin terpejam. Meresapi segala rasa yang diberikan oleh Andi untuknya.

@@@@@@@@@@

Arin menatap dari kejauhan. Dilihatnya Valen dan Theo sedang bermain bersama Kenzo, Vienno, Cassie dan Icha. Sesekali Valen melihat Cassie, kemudian beralih padanya.

Sense for YouWhere stories live. Discover now