Part 1.5

73.3K 6.7K 199
                                    

Saya tahu nama Ares ini sangat pasaran. Tapi saya jatuh cinta dengan nama ini sejak SMP, sejak mengenal si Ares sang kembaran Orion. Jadi saya memutuskan untuk mewujudkan impian kecil saya untuk membuat tokoh Ares.

Semoga berkenan. Selamat membaca.
...


KENARES

Masih di bagian bumi yang sama, Ares menggeram, menggeliat, kemudian merentangkan kedua tangan dan kakinya. Badannya terasa remuk redam. Kepalanya terus saja berdenyut, efek dari minuman keras yang ia minum semalam. Dengan sempoyongan, ia berjalan menuju kamar mandi. Ia ingin mandi air dingin untuk menenangkan pikirannya, dan juga hatinya sebelum ia harus menghadapi kenyataan nanti.

Bayang-bayang kenangan semasa kuliah dulu terus berputar, juga masa ketika ia menjadi intern di rumah sakit kecil di Nusa Tenggara bersama kedua sahabatnya. Sahabat terbaik dan cinta pertamanya, yang saling mencintai. Sangat klise, bukan?

Damn.

Ares menunduk di bawah pancuran. Membiarkan air mengalir dari ujung kepala hingga ujung kakinya, membawa rasa sakit dan penyesalan yang bercokol di hatinya.

***

"KENARES!! ARES!!" suara seorang perempuan menggema di apartemen Ares, beradu dengan ketukan sepatunya dengan lantai. Gaun coklat gemerlapnya melekat pas di tubuhnya yang ramping.

Ares yang baru selesai mandi mendesah. Ia buru-buru mengambil handuk dan mengeringkan badannya.

"Res, you okay?" tiba-tiba suara perempuan itu terdengar kembali dari balik pintu kamar mandinya. Beberapa kali gedoran keras ikut menyertai. "Lo nggak bunuh diri, kan?"

Ares membuka pintu. "Telinga gue belum tuli, ta. Annoying, tau nggak!" Ares berdecak sebal kemudian berjalan melewati Sita yang memandangnya tak percaya. Bibir Sita berkedut-kedut menahan senyum. "Oh! jangan lupa lepas sepatu lo!"

"Ups! Lupa! Sorry!" Sita menutup mulutnya dengan tangan dan meringis. Ia melepas sepatunya dan berjalan kembali ke depan pintu untuk menaruhnya. "Gue kan khawatir sama lo, res. Siapa yang mau tanggung jawab coba kalo lo akhirnya milih buat bunuh diri di hari pernikahan orang yang lo cinta setengah mati sama.."

"Cukup, ta. Nggak usah ngingetin gue."

"Sorry." Sita akhirnya menyerah. Ia memilih duduk di ranjang besar Ares yang sedikit berantakan. Memperhatikan Ares memakai kostum Best-man-nya. Mungkin Ares terlihat tampan setelah mandi, lebih segar dan tentunya menggoda. Tapi Sita lebih tau kalau di dalam hatinya, Ares hancur.

Ares berjalan mengelilingi walking closet-nya. Mengambil jam tangan kesukaannya dan memakainya. Menyemprotkan sedikit parfum dan tak lupa mengoleskan sedikit gel di rambutnya. Setelah mematut diri sendiri di depan cermin besar, Ares kembali berjalan keluar.

"Udah?" tanya Sita memperhatikan Ares dari atas ke bawah, lalu kembali ke atas lagi. Ares menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. "Let's go!"

Sita menarik tangan Ares keluar dari kamarnya menuju ke parkiran bawah. Dengan tangan saling mengait, mereka tampak serasi seperti pasangan lainnya.

"Kalo lo mau nangis, Res, lo bisa genggam tangan gue dan nangis sepuas lo," kata Sita sambil tersenyum jenaka pada Ares.

"Sialan lo. Gue bukan banci."

Mereka tertawa-tawa sepanjang jalan menuju tempat parkir pribadi Ares. Setelah ini, ingatkan Ares untuk membalas kebaikan Sita.

***

Inevitable DestinyDove le storie prendono vita. Scoprilo ora