Part 5

49K 6.2K 99
                                    

Part ini sepertinya sedikit hectic, dan saya nggak yakin bisa menyampaikannya dengan tepat seperti yang saya rasakan.

Semoga berkenan. Selamat membaca.

***

Italic: beberapa dalam bahasa Prancis

Kian sudah akan beranjak pulang, ketika sebuah telepon dari bagian Unit Gawat Darurat mengabarkan akan ada korban kecelakaan bus yang datang. Tentu tidak hanya satu atau dua yang terluka, sehingga tenaga tambahan dibutuhkan dan beralih fungsi menjadi pegawai Unit Gawat Darurat. Tak jadi pulang, Kian akhirnya ikut turun ke sana.

Dari kabar yang diterima oleh UGD pula, Kian mengetahui pasien yang datang kali ini tidak biasa. Mereka rombongan turis asal Eropa yang sedang berlibur di Indonesia. Pelayanan tak bisa main-main. Identifikasi awal minimal nama dan umur harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan tindakan medis, karena bisa saja tampak wajah mereka yang mirip dan penampilan umur yang menipu. Hal itu akan mempengaruhi pemberian dosis obat. Salah-salah, malah membahayakan nyawa korban dan pelayangan tuntutan kepada rumah sakit akan dilakukan.

Kian dan dua orang pegawai rekam medis lain, Ana dan Merita, berlari menyusuri lorong menuju UGD yang terletak di lantai dasar. Mereka memasuki UGD ketika korban kecelakaan itu belum tiba. Seorang perawat menghampiri mereka.

"Ada yang bisa bahasa Perancis atau Italia?" tanya seorang perawat dengan rambut sebahu. "Korban kecelakaan kebanyakan tidak berbicara bahasa inggris."

"Saya mempelajari sedikit bahasa Perancis," aku Kian. Tidak salah ia belajar autodidak untuk mempersiapkan diri pergi ke Perancis, yang sayangnya hanya persiapan saja, belum terwujud.

"Oke. Kalian siap-siap, lima menit lagi mereka akan sampai. Tolong identifikasi siapa yang bisa berbahasa Inggris dan siapa yang tidak," kata perawat itu. Ia kemudian pergi meninggalkan Kian dan pegawai rekam medis lain.

"Aku yang akan tanya, apakah mereka bisa bahasa Inggris atau tidak. Nanti aku akan memberikan stiker kuning kalau mereka bisa, dan kalian bisa mewawancarai mereka yang bisa diwawancara. Kalau hijau, mereka tidak bisa bahasa Inggris, dan aku yang akan menanyai mereka. Bagaimana?" usul Kian memberikan instruksi kepada teman-temannya.

"Gue setuju aja," jawab Ana. Ia kemudian mengambil beberapa lembar kertas identification chart pasien.

Rubi, yang memang pegawai penerimaan pasien UGD yang sedang bertugas saat itu, dan Merita mengangguk saja, menyetujui usul Kian. Kemudian ikut mengambil kertas identification chart.

(Note: Identification chart ini sebenarnya adalah 'Ringkasan Masuk Keluar' yang isinya adalah formulir lengkap mengenai data sosial seorang pasien di rumah sakit, namun saya akan menyebutnya Identification chart saja agar mudah dipahami.)

Suara raungan beberapa ambulans lambat laun terdengar semakin keras. Kemudian sirine ambulans-ambulans itu mati ketika berhenti di depan UGD. Dalam satu mobil ambulans diturunkan satu pasien yang mengalami luka parah yang entah sadar atau tidak dan tiga lainnya yang masih memiliki kesadaran mereka karena luka yang tidak terlalu parah.

"Est-ce que tu parles anglais? Anda bisa berbicara bahasa Inggris?" Kian bertanya kepada semua pasien yang bisa ia tanyai, yang dijawab pasien dengan anggukan dan gelengan, juga "Oui. Un peu. Ya. Sedikit." atau "Je ne parle pas anglais. Saya tidak berbicara bahasa Inggris."

Ruangan UGD hampir penuh, ketika ambulans terakhir yang membawa pasien datang. Kian dapat melihat seorang pria yang memiliki muka pucat turun dari sana. Kepalanya botak dan badannya kekar. Namun apa yang Kian lihat tak sesuai. Eskpresinya yang ketakutan serta air mata yang membasahi pipinya sangat kontras. Darah menetes di sekujur lengan kanannya. Lukanya menganga di lengan atas dengan darah yang masih mengalir, seperti tidak mendapatkan pertolongan pertama.

Inevitable DestinyDonde viven las historias. Descúbrelo ahora