1 Januari 2015

12.5K 1.2K 27
                                    

K o p i P e r t a m a



Kembang api, pesta, keramaian, sorak bahagia, banyak hal lain yang terjadi pada tahun baru tiap tahunnya.

Tetapi, sesuatu berbeda terjadi pada malam tahun baru kali ini. Tahun baru Hara. Ia sendiri tidak menyadari kalau dirinya begitu mudahnya duduk bersama lelaki yang baru ia kenal kemarin bernama Hugo, di atap gedung rumah sakit.

Bahkan, ia menceritakan semuanya kepada Hugo. Sesuatu yang jarang ia lakukan, bahkan kepada Praja sekali pun.

Hembusan angin malam, cahaya lampu-lampu jalanan menghiasi malam tahun baru yang masih terlihat ramai di setiap sudut jalan raya.

Kini, Hara tengah berjalan menyusuri trotoar. Tentu saja ia tidak sendiri, ia masih dengan Hugo. Setelah melewati tahun baru di atap rumah sakit, rupanya Hugo sedikit bosan maka, ia mengajak Hara menuju tempat ia sering mengabiskan waktu.

"Mobil lo masih di parkir disana kan?" tanya Hugo kepada Hara yang sedari tadi masih diam sepanjang jalan. Masih terlihat jelas sendu yang tersirat pada wajahnya.

Hara segera menoleh dan mengangguk pelan. "Lo?" tanyanya balik.

"Gue?" Yang ditanya malah berbalik tanya. Entah ia tidak mengerti dengan pertanyaannya, atau ia sedikit tersentak.

"Mobil. Lo bawa mobil? atau motor?" tanya Hara sedikit malas sebenarnya. Namun, mau tidak mau ia harus bersuara. Mengingat, lelaki ini lah yang menemaninya mengeluarkan segala emosinya tadi.

"Nggak dua-duanya."

Lantas, Hara pun berhenti melangkah dan menaikkan sebelah alisnya sedikit kebingungan. "Kenapa?"

"Di anter supir." jawabnya lagi.

Hara pun kembali melangkah. Lalu, ia ber-oh panjang. Terlihat jelas dari sikap Hugo yang tidak terlalu peduli sekitar, ehm dia peduli dengan kondisi Hara tadi. Tapi, bukan 'peduli' itu yang di maksudkan sekarang. Ia tidak peduli apakah orang lain terusik oleh kebeadaannya, kalau ia suka, ia tidak bisa dibantah.

"Gue baru tujuh belas tahun."

Lagi-lagi, Hara berhenti melangkah seketika. Hugo pun melakukan hal yang sama. Ia berhenti melangkah. Ia segera menatap Hugo tepat di manik matanya. "Bercanda? Bohong." ucapnya.

Hugo tertawa pelan. Ia tersenyum. "I'm one hundred percent be honest with you."

"Masih SMA?" tanya Hara meyakinkan lagi.

"Emangnya, lo setua apa, Hara?" tanya Hugo yang kini pikirannya mulai bertanya-tanya.

"Satu tahun di atas lo sih." Hara kembali melangkah, ia menyingkirkan pikiran anehnya tersebut. "Gue kira, lo lebih tua daripada gue."

Hugo terkekeh. "Tua, muda nggak masalah. Setidaknya, gue bisa nenangin lo kayak tadi." ujarnya.

Nampaknya, Hara tidak ingin mengelak. Nyatanya, memang benar. Hara pun mengangkat bahunya sekilas sembari tersenyum. "So.. kita mau kemana?"

"Itu tempatnya." Hugo menunjuk sebuah cafe kecil yang berjarak dua ruko lagi dari tempatnya dan juga Hara sekarang berjalan. "Gue sering kesini, ngopi."

"Kayak bokap gue aja suka ngopi." balas Hara sembari mendengus geli.

Keduanya kini memasuki cafe tersebut. Waktu menunjukkan pukul dua pagi, namun pengunjung cafe masih terlihat cuku ramai, seperti layaknya kini masih siang hari.

"Disini nggak pernah tutup, walaupun hari-hari penting kayak sekarang, tahun baru misalkan." celoteh Hugo. Ya, hanya sekedar informasi kepada Hara yang sedari tadi nampak bingung, mengapa cafe ini masih buka pada jam-jam seperti ini.

Hara mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Selamat tahun baru, Mas, Mbak." ucap sang penjaga kasir dengan ramah. Ia pun menunjukkan rentetan giginya yang memakai kawat gigi tersebut. "Mau pesan apa?" tanyanya.

"Tahun baruan nggak sama pacarnya, Mbak?" tanya Hugo yang sangat melenceng dari pertanyaan perempuan penjaga kasir tersebut.

Secepatnya, Hara menyikut Hugo pelan. Hugo pun menoleh ke arah gadis yang di sampingnya tersebut sembari tertawa pelan. Kemudian, ia kembali menatap perempuan penjaga kasir tersebut yang kini, wajahnya merah semu. "Bercanda kok, Mbak." ia melemparkan senyumnya kepada perempuan itu.

"So, coffee?" tanya Hugo kepada Hara.

"Air mineralnya satu, Mbak." ucap Hara cepat, tanpa menjawab pertanyaan Hugo.

Hugo menaikkan sebelah alisnya mendengar ucapan Hara tersebut. Namun, Hara hanya tersenyum simpul ke arahnya. Hugo menyimpan pertanyaan kepada Hara untuk nanti. Ia pun memesan satu kopi untuknya.

Setelah menunggu kopi buatan untuk Hugo jadi, keduanya segera memilih tempat untuk duduk. Hara memilih meja yang berdekatan dengan jendela besar. Namun, Hugo memilih meja yang dengan toilet. Aneh, pikir Hara.

Namun, tidak ingin berdebat lebih panjang, Hugo mengikuti keinginan Hara. Kini keduanya sudah duduk. Namun, sibuk dengan pikiran masing-masing.

Pandangan Hugo terus menatap air mineral milik Hara.

Mendapati pandangan Hugo tersebut, Hara tersenyum geli. "Lo mau?" tanyanya langsung.

Hugo menatap Hara hanya dengan menggerakkan bola matanya, tanpa mengangkat wajahnya sedikit pun. "No, Thanks."

"You're welcome." balas Hara.

"Hara," sahut Hugo kembali. "Seriusan? Air putih? lo nggak haus atau apa gitu kek?"

"Karena gue haus, makanya gue minum air putih, Hugo." jelas Hara singkat. Menatap Hugo yang masih mengernyitkan keningnya, Hara pun menghembuskan nafas pelan. "Gue prefer teh dan air putih dibanding kopi."

"Ada banyak rasa kopi. Nggak ada salahnya dicoba." ujar Hugo.

"Nggak, Hugo." tukas Hara cepat.

"Lo itu kayak ngebuat garis sendiri, Hara." Hugo menggantungkan kalimatnya sebelum kembali melanjutkan, "Lo selalu berdiri di belakang garis aman lo, tanpa mau coba hal-hal baru yang lo sendiri belum tau gimana hasilnya."

Jujur, Hara diam. Ia memilih diam dan mendengarkan lanjutan Hugo.

"Tawar dan manis. Lo bisa aja lupa sama rasa pahit. Nggak selamanya hidup ini flat and sweet." lanjutnya lagi. "Mungkin karena itu, gue terkadang ngerasain pahitnya hidup." Hugo langsung menyesap kopinya tepat setelah menyelesaikan kalimatnya.

Walaupun sebenarnya Hara tidak mengerti kata 'pahitnya hidup' yang dikatakan Hugo seperti apa rupanya, Hara tetap menatap Hugo lurus dan dalam. Suatu rentetan kata yang menyusun sebuah kalimat, yang nyatanya benar menusuk Hara. Ia selalu merasakan datar dan indahnya hidup, dan kali ini lah ia baru merasakan pahitnya kenyataan.

"Oke, gue coba."

Hugo menggembangkan senyumnya. Suatu pandang yang sulit di artikan, namun memilki arti tersendiri pada Hara.

Namun Hugo salah. Beriringan dengan datar dan manisnya hidup Hara, semuanya diciptakan oleh pahit.

a/n
Happy New Year!! (ft. bom bom petasan yang berkeliaran)


[1] HugoWhere stories live. Discover now