45

7K 337 3
                                    

Junmyeon terdiam cukup lama membuat Aerim mengerti kenapa ia membeku seperti ini. Aerim kemudian menimpali tangan Junmyeon dengan tangannya yang lain. Senyuman itu terlihat walau tampak lemah. Aerim mengerti kenapa Junmyeon tak membalas kata cintanya.

"Aku mengerti," gumamnya membuat Junmyeon menatapnya. "Tak apa, aku akan menunggumu, Junmyeon. Aku sudah mengatakan itu, bukan?"

Junmyeon hanya menatapnya. Ia merasa tak mampu menjadi pria berani untuk menjawab kata cinta itu. Ah, sebenarnya, ia bukan tak berani, hanya waktu yang membuatnya seperti itu.

"Hya! Jangan melamun seperti itu, Kim Junmyeon!" Gerutu Aerim membuat Junmyeon kembali sadar.

"Terimakasih, Kang Aerim. Aku, aku tak tahu apa yang harus kukatakan padamu. Aku..."

"Sudahlah, aku tahu kau mencintaiku, hanya saja kau malu mengatakannya," Aerim tertawa disela bibirnya yang mengering itu.

"Hya!" Pekik Junmyeon namun menambah tawa Aerim. "Hentikan, itu tak lucu sama sekali!" Tegasnya.

Aerim mencoba meredam tawanya kemudian ia menghela napasnya. "Hmm, aku haus, Junmyeon," ucapnya.

Dengan sigap, Junmyeon mengambil gelas yang berada tepat disampingnya. "Kau ingin aku membantumu?" Tanyanya.

"Jika itu tak merepotkanmu," balas Aerim kemudian ia merubah posisinya.

Junmyeon membantu Aerim kemudian ia menyodorkan gelas berisi air itu pada Aerim. Dengan perlahan, Aerim meneguk air putih itu. Setengah dari isi gelas itu habis diteguknya. Ia menyentuh tangan Junmyeon memberi isyarat untuk menarik gelas itu dari mulutnya.

"Tanggung. Seharusnya kau menghabiskannya," gumam Junmyeon saat melihat sisa air digelas itu.

"Sudah cukup," Aerim menyeka air yang meluber ke dagunya. "Apa aku tidur terlalu lama?" Tanyanya.

Junmyeon meletakkan gelas itu kembali ke nakas. "Tidak juga,"

"Maafkan aku merepotkanmu, Junmyeon," ucapnya.

"Hey, apa yang kau katakan? Itu sama sekali tak merepotkanku," Junmyeon menyelipkan helaian rambut panjang Aerim ke daun telinganya.

"Tapi, tetap saja menyusahkanmu," gumam Aerim pelan.

Junmyeon tersenyum seolah ini adalah hari terakhirnya menatap wajah teduh Aerim hingga ia menampilkan senyum terbaiknya. Kemudian ia mendekat ke arah Aerim lalu melumat bibir pucat yang sudah basah itu. Junmyeon melumat dengan lembut agar tak menyakiti Aerim yang baru saja sadar. Ia benar-benar tak ingin menyakitinya. Erangan, cipratan serta suara-suara yang mereka ciptakan menghiasi ruangan berwarna putih itu. Seolah lupa dengan saran Chae Yeon, Junmyeon menelusupkan tangannya masuk ke dalam baju pasien Aerim yang terlihat seperti dress itu. Aerim sedikit bergidig saat merasakan sesuatu menempel dititik sensitifnya. Itu tangan Junmyeon. Aerim menggelinjang ke atas saat dirasa jari Junmyeon masuk begitu saja ke miliknya. Rasa sakit entah mengapa membuat Aerim melepas ciuman itu.

Ia meringis. "Hentikan, itu sakit!" Keluhnya saat bibir mereka saling berhadapan.

"Apa aku menyakitimu?" Tanya Junmyeon dengan perlahan mengeluarkan jarinya dari milik Aerim.

Aerim mengangguk lemah. "Aku merasakan sakit dibagian sana," jelasnya.

Junmyeon sedikit bereaksi. Hal ini tak pernah terjadi sebelumnya. "Kau baik-baik saja?" Tanyanya.

"Ya, aku baik-baik saja. Mungkin karena tubuhku masih lemah, Junmyeon," jelasnya lagi.

Junmyeon menghela napas kemudian ia tersenyum. "Baiklah, kalau begitu istirahat saja, eoh?" Ucapnya lembut.

The Unpredictable Wedding (EXO Suho Fanfiction)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ