Enam belas.

1.3K 99 12
                                    

9 November 2015,

Mataku melirik singkat ke arah benda berbentuk lingkaran-yang di dalamnya tertera angka satu hingga duabelas- yang menempel pada dinding. Aku menghela napas panjang, lalu membenarkan posisi duduk ku di sofa.

Tidak ada yang lebih membosankan daripada menghabiskan akhir pekanmu di rumah, ditemani ocehan beraksen Malaysia oleh dua anak kecil botak dari layar televisi.

Aku meraih remote tv yang ada di sisi kiri meja, kemudian menekan sebuah tombol untuk memindahkan channel.

Aku terus menekan tombol tersebut hingga channel yang berisi dua anak kecil botak itu kembali ditampilkan, Persetan denganmu dan kakak galakmu itu. Aku menggerutu kesal.

Aku meraih ponsel ku yang tergeletak begitu saja di sebelahku. Kosong, tidak ada notifikasi, Typikal ponsel jomblo. Aku lalu melemparnya kembali ke tempat semula.

Drrtt drrtt

Bunyi getaran membuat tanganku refleks meraih ponselku kembali. Aku menatap layar ponselku untuk melihat nama siapakah gerangan yang tertera disana.

New message from unknown number.

Dengan penasaran aku segera membuka pesan tersebut, dan isi pesannya adalah..

Hai Din. Lo lagi gak ngapa ngapain kan?

Aku menatap ponselku bingung, dengan malas aku segera membalas pesan tersebut.

Belum selesai aku mengetik, tiba tiba saja ponselku bergetar, kali ini ada panggilan masuk dari unknown number yang sama.

"Halo?" sapa sebuah suara di ujung sana. Suara nya agak familiar tapi tetap saja, otakku terlalu malas untuk menggali ingatan.

"Ya halo? Kamu siapa?"

"Ini gue, Reynand. Lo ga hapal suara gue ya hahaha" lelaki di ujung sana tertawa renyah. Sungguh, baru kali ini aku mendengar tawa dari seorang Reynand.

Aku ikut tertawa pelan, "Kirain siapa. Sorry, kita jarang ngobrol soalnya"

"Kode nih?"

Aku terdiam untuk beberapa saat.

"Apaan sih Rey. Ada ada aja lo" ucapku sok santai, padahal jantungku sudah seperti habis lari marathon.

"Haha yaudah. Eh lo lagi gak ngapa ngapain kan,?"

Pertanda apakah ini kawan kawan."Gak kok. Kenapa?"

"Waktu itu lo kan nyuruh gue bantuin lo beresin tugas. Lo bisa sekarang? Soalnya besok gue ada latihan futsal." Jelas Reynand mengundang anggukanku.

"Yaudah boleh deh. Lo mau dimana?"

"Di rumah lo aja gimana? Biar lo gak ribet Din. Lagian gue udah hapal jalannya juga."

Biar lo gak ribet Din.
Sikap perhatian yang selama ini seorang Dinah Ardella impikan sodara sodara.

Aku berusaha menormalkan detak jantungku sebelum menjawab pertanyaan Reynand

"Oke Rey, di rumah gue aja"

"Yaudah, gue ke sana sekarang ya. Bye"

Sambungan telepon terputus.
Jujur, aku tekesan dengan apa yang baru saja terjadi. Aku mengalami perkembangan yang cukup pesat mengingat selama tiga tahun aku hanya memendam rasa, tak pernah berani mendekatinya sama sekali.

Apa mungkin Reynand sudah tahu bahwa aku menyukainya sejak dulu?

Seperti layaknya cerita fiksi, bukan tidak mungkin jika selama ini Reynand hanya berpura pura menutup mata dan telinga, sehingga ia bertingkah seperti orang yang tak tahu apa apa dengan sikapnya yang dingin.

Unrequited Love [COMPLETED]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora